Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal III Membaik
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III/2015 sebesar USD4,0 miliar (1,86% PDB), membaik dibanding kuartal III/2014 yang defisit sebesar USD7,0 miliar (3,02% PDB) atau defisit di kuartal II/2015 sebesar USD4,2 miliar (1,95% PDB).
Deputi Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan mengatakan, perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut terutama ditopang perbaikan neraca perdagangan nonmigas akibat penurunan impor yang relatif tajam (18,2% yoy) seiring masih terbatasnya permintaan domestik.
Di sisi lain, ekspor nonmigas mengalami penurunan lebih kecil (11,0% yoy), terutama karena menurunnya harga komoditas, meskipun secara riil mencatat peningkatan 4,5% (yoy).
"Sementara, neraca perdagangan migas mencatat defisit yang relatif sama dengan triwulan sebelumnya karena penurunan surplus pada neraca perdagangan gas terkompensasi oleh penurunan defisit pada neraca perdagangan minyak," kata Junanto dalam rilianya di jakarta, Minggu (15/11/2015).
Dia melanjutkan, perbaikan kinerja transaksi berjalan juga didukung penurunan defisit neraca jasa karena menurunnya impor jasa pengangkutan (freight) seiring penurunan impor barang dan meningkatnya surplus jasa perjalanan (travel) seiring naiknya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia.
Di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global, lanjut dia, kinerja transaksi modal dan finansial masih mencatat surplus.
Surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal III/2015 sebesar USD1,2 miliar atau lebih rendah dibanding surplus kuartal II/2015 sebesar USD2,2 miliar maupun kuartal III/2014 sebesar USD14,7 miliar.
Menurutnya, penurunan surplus tersebut terutama karena investasi portofolio yang mengalami defisit dan menurunnya surplus investasi langsung.
Sementara, defisit investasi portofolio terutama disebabkan terjadinya net jual asing atas surat utang pemerintah dan saham domestik.
Di sisi lain, imbuh dia, meningkatnya penarikan Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah dan turunnya pembayaran ULN swasta menyebabkan investasi lainnya berbalik dari defisit menjadi surplus, sehingga mampu menahan penurunan lebih lanjut surplus neraca transaksi modal dan finansial.
Junanto mengatakan, surplus transaksi modal dan finansial yang menurun tersebut tidak dapat membiayai sepenuhnya defisit transaksi berjalan sehingga overall balance NPI kuartal III/2015 mengalami defisit sebesar USD4,6 miliar.
"Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa turun dari USD108,0 miliar pada akhir Juni 2015 menjadi USD101,7 miliar pada akhir September 2015," imbuh dia.
Namun, jumlah cadangan devisa tersebut masih cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 6,8 bulan dan masih berada di atas standar kecukupan internasional selama tiga bulan.
Ke depan, BI akan tetap mencermati risiko eksternal yang dapat memengaruhi kinerja neraca pembayaran secara keseluruhan.
Bahkan, dalam jangka menengah-panjang, BI pun meyakini kinerja NPI akan semakin sehat didukung bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah dalam mendorong percepatan reformasi struktural, termasuk melalui implementasi berbagai paket kebijakan ekonomi.
Deputi Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan mengatakan, perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut terutama ditopang perbaikan neraca perdagangan nonmigas akibat penurunan impor yang relatif tajam (18,2% yoy) seiring masih terbatasnya permintaan domestik.
Di sisi lain, ekspor nonmigas mengalami penurunan lebih kecil (11,0% yoy), terutama karena menurunnya harga komoditas, meskipun secara riil mencatat peningkatan 4,5% (yoy).
"Sementara, neraca perdagangan migas mencatat defisit yang relatif sama dengan triwulan sebelumnya karena penurunan surplus pada neraca perdagangan gas terkompensasi oleh penurunan defisit pada neraca perdagangan minyak," kata Junanto dalam rilianya di jakarta, Minggu (15/11/2015).
Dia melanjutkan, perbaikan kinerja transaksi berjalan juga didukung penurunan defisit neraca jasa karena menurunnya impor jasa pengangkutan (freight) seiring penurunan impor barang dan meningkatnya surplus jasa perjalanan (travel) seiring naiknya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia.
Di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global, lanjut dia, kinerja transaksi modal dan finansial masih mencatat surplus.
Surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal III/2015 sebesar USD1,2 miliar atau lebih rendah dibanding surplus kuartal II/2015 sebesar USD2,2 miliar maupun kuartal III/2014 sebesar USD14,7 miliar.
Menurutnya, penurunan surplus tersebut terutama karena investasi portofolio yang mengalami defisit dan menurunnya surplus investasi langsung.
Sementara, defisit investasi portofolio terutama disebabkan terjadinya net jual asing atas surat utang pemerintah dan saham domestik.
Di sisi lain, imbuh dia, meningkatnya penarikan Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah dan turunnya pembayaran ULN swasta menyebabkan investasi lainnya berbalik dari defisit menjadi surplus, sehingga mampu menahan penurunan lebih lanjut surplus neraca transaksi modal dan finansial.
Junanto mengatakan, surplus transaksi modal dan finansial yang menurun tersebut tidak dapat membiayai sepenuhnya defisit transaksi berjalan sehingga overall balance NPI kuartal III/2015 mengalami defisit sebesar USD4,6 miliar.
"Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa turun dari USD108,0 miliar pada akhir Juni 2015 menjadi USD101,7 miliar pada akhir September 2015," imbuh dia.
Namun, jumlah cadangan devisa tersebut masih cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 6,8 bulan dan masih berada di atas standar kecukupan internasional selama tiga bulan.
Ke depan, BI akan tetap mencermati risiko eksternal yang dapat memengaruhi kinerja neraca pembayaran secara keseluruhan.
Bahkan, dalam jangka menengah-panjang, BI pun meyakini kinerja NPI akan semakin sehat didukung bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah dalam mendorong percepatan reformasi struktural, termasuk melalui implementasi berbagai paket kebijakan ekonomi.
(izz)