JK: Jangan Percaya Kebijakan Moneter Perbaiki Segalanya
JK: Jangan Percaya Kebijakan Moneter Perbaiki Segalanya
A
A
A
JAKARTA - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak terlalu percaya bahwa kebijakan moneter akan dapat memperbaiki segalanya. Pasalnya, Indonesia pernah keliru mengenai hal ini pada saat krisis 1998.
Kala itu, International Monetary Fund (IMF) menyarankan agar Indonesia menaikkan tingkat suku bunga acuan atau BI rate menjadi 60% untuk memperbaiki kondisi perekonomian di Tanah Air. Bukannya membaik, inflasi saat itu justru terkerek lebih tinggi mencapai 75%.
"Karena kita selalu hanya percaya dengan kebijakan moneter dapat memperbaiki segala-galanya. Maka bunga naik dan inflasi naik," katanya dalam acara Pertemuan Tahunan BI 2015 di JCC, Jakarta, Selasa (24/11/2015) malam.
Akibatnya, sambung JK, hancurlah Indonesia kala itu. Bahkan, Tanah Air masih harus membayar kesalahan tersebut hingga sekarang. "Janganlah terulang kebijakan tersebut," tegas dia.
JK tidak pernah setuju saat terjadi masalah di sektor keuangan dan perbankan, namun harus dibayar dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, hal itu menjadi dosa besar lantaran rakyat dipaksa bertanggung jawab atas perbuatan pengambil kebijakan. "Itu dosa terbesar pengambil kebijakan, apa yang dibuat rakyat yang harus menanggung," tandasnya.
Kala itu, International Monetary Fund (IMF) menyarankan agar Indonesia menaikkan tingkat suku bunga acuan atau BI rate menjadi 60% untuk memperbaiki kondisi perekonomian di Tanah Air. Bukannya membaik, inflasi saat itu justru terkerek lebih tinggi mencapai 75%.
"Karena kita selalu hanya percaya dengan kebijakan moneter dapat memperbaiki segala-galanya. Maka bunga naik dan inflasi naik," katanya dalam acara Pertemuan Tahunan BI 2015 di JCC, Jakarta, Selasa (24/11/2015) malam.
Akibatnya, sambung JK, hancurlah Indonesia kala itu. Bahkan, Tanah Air masih harus membayar kesalahan tersebut hingga sekarang. "Janganlah terulang kebijakan tersebut," tegas dia.
JK tidak pernah setuju saat terjadi masalah di sektor keuangan dan perbankan, namun harus dibayar dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, hal itu menjadi dosa besar lantaran rakyat dipaksa bertanggung jawab atas perbuatan pengambil kebijakan. "Itu dosa terbesar pengambil kebijakan, apa yang dibuat rakyat yang harus menanggung," tandasnya.
(izz)
Explore More