Pembiayaan Pemerintah Sebesar Rp605 Triliun Dibebani 3 Kewajiban
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan menyatakan pembiayaan yang dibutuhkan pemerintah untuk tahun 2016 mencapai Rp 605,3 triliun. Dana besar yang dibutuhkan pemerintah untuk membiayai pembangunan dan berbagai program dalam memajukan perekonomian, disebabkan karena harus menjalankan 3 kewajiban.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan tiga kewajiban tersebut yakni Penyertaan Modal Negara (PMN), Refinancing (bayar utang jatuh tempo) dan menutup defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2016.
"Pembiayaan kita mencakup 3 hal tadi. Lalu, kenapa kita punya defisit besar, pertama karena negara berkembang seperti Indonesia masih butuh belanja yang besar khususnya belanja modal dan infrastruktur," ucapnya di Jakarta, Senin (7/12/2015)
Maka nantinya jika defisit besar, maka belanja pemerintah juga besar. Belanja yang besar namun tidak dilengkapi dengan penerimaan yang besar, maka defisitnya juga akan besar. "Makannya kita mendorong PPP (public private partnership) agar mulai menyebarkan pemahaman bahwa tidak semua proyek infrastruktur dibangun oleh APBN dan APBD," sambungnya.
Ia juga berharap phak swasta berperan ikut membangun kesinambungan dalam rangka belanja negara untuk program-program infrastruktur negara. Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan swasta meskipun swasta saat ini masih takut dengan risiko.
"Tapi swasta takut dengan risiko. Karena itu harus ada intermediasi dengan PPP sehingga swasta dapat masuk serta bekerjasama dengan publik untuk membiayai infrastruktur. Risiko bisa diminimalkan," pungkasnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan tiga kewajiban tersebut yakni Penyertaan Modal Negara (PMN), Refinancing (bayar utang jatuh tempo) dan menutup defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2016.
"Pembiayaan kita mencakup 3 hal tadi. Lalu, kenapa kita punya defisit besar, pertama karena negara berkembang seperti Indonesia masih butuh belanja yang besar khususnya belanja modal dan infrastruktur," ucapnya di Jakarta, Senin (7/12/2015)
Maka nantinya jika defisit besar, maka belanja pemerintah juga besar. Belanja yang besar namun tidak dilengkapi dengan penerimaan yang besar, maka defisitnya juga akan besar. "Makannya kita mendorong PPP (public private partnership) agar mulai menyebarkan pemahaman bahwa tidak semua proyek infrastruktur dibangun oleh APBN dan APBD," sambungnya.
Ia juga berharap phak swasta berperan ikut membangun kesinambungan dalam rangka belanja negara untuk program-program infrastruktur negara. Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan swasta meskipun swasta saat ini masih takut dengan risiko.
"Tapi swasta takut dengan risiko. Karena itu harus ada intermediasi dengan PPP sehingga swasta dapat masuk serta bekerjasama dengan publik untuk membiayai infrastruktur. Risiko bisa diminimalkan," pungkasnya.
(akr)