BI Optimis Lewati Gejolak Pasar Dunia
A
A
A
JAKARTA - Menjelang Federal Open Meeting Committee (FOMC), Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) memberi sinyal akan menaikkan suku bunga (Fed Rate) untuk pertama kalinya sejak 2006. Belum adanya kapan kepastian kenaikan Fed Rate bisa menimbulkan gejolak di pasar global termasuk Indonesia yang yang sore tadi Rupiah ditutup Rp13.900/USD.
Namun Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo mengatakan Indonesia pasti bisa melalui ini. Disamping itu, Agus juga mengingatkan bahwa ekonomi China jelas putusan sidang FOMC terus melemah dan harga-harga komoditas terus tertekan.
"Kita pasti bisa lalui semua ini. Meskipun harga komoditas tertekan, minyak tertekan, dan OPEC juga putuskan untuk menjaga produksinya, ya kita harus pahami itu. Kita pasti bisa keluar dari situasi ini," katanya di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (10/12/2015)
Karena itu Dia akan terus berada di pasar dan yang harus dipahami, katanya Indonesia harus sadar bahwa ada utang yang jatuh tempo cukup besar jika dibandingkan dengan tahun lalu yang USD 8 miliar.
"Kalau sekarang itu, kira-kira USD12 miliar. Jadi kebutuhan akan valas kita cukup tinggi. Tapi secara umum, kita harus menghadapi ini dengan baik. Itulah kenapa BI selalu ada di pasar dan kalau dibandingkan dengan kwartal III, tekanan yang ada sekarang ini tidak setinggi kemarin," pungkasnya.
Namun Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo mengatakan Indonesia pasti bisa melalui ini. Disamping itu, Agus juga mengingatkan bahwa ekonomi China jelas putusan sidang FOMC terus melemah dan harga-harga komoditas terus tertekan.
"Kita pasti bisa lalui semua ini. Meskipun harga komoditas tertekan, minyak tertekan, dan OPEC juga putuskan untuk menjaga produksinya, ya kita harus pahami itu. Kita pasti bisa keluar dari situasi ini," katanya di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (10/12/2015)
Karena itu Dia akan terus berada di pasar dan yang harus dipahami, katanya Indonesia harus sadar bahwa ada utang yang jatuh tempo cukup besar jika dibandingkan dengan tahun lalu yang USD 8 miliar.
"Kalau sekarang itu, kira-kira USD12 miliar. Jadi kebutuhan akan valas kita cukup tinggi. Tapi secara umum, kita harus menghadapi ini dengan baik. Itulah kenapa BI selalu ada di pasar dan kalau dibandingkan dengan kwartal III, tekanan yang ada sekarang ini tidak setinggi kemarin," pungkasnya.
(akr)