Hadapi MEA, Pasar Tenaga Kerja Paling Mengkhawatirkan
A
A
A
YOGYAKARTA - Pasar tenaga kerja menjadi sektor paling mengkhawatirkan menghadapi era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Banyak pihak yang meyakini tenaga kerja asing, utamanya dari Malaysia dan Singapura akan menyerbu Indonesia.
"Banyak dari para tenaga kerja asing itu, utamanya Malaysia yang lulusan perguruan tinggi ternama di Indonesia. Karena persaingan lebih terbuka tentu tidak bisa ditolak. Diperkirakan mereka bahkan akan menempati jabatan manajerial ke atas. Jadi satu-satunya jalan ialah meningkatkan daya saing kita," ujar Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Sri Susilo, Kamis (31/12/2015).
Peningkatan daya saing dikatakan Susilo harus dilakukan sektor usaha. Untuk DIY sendiri sebagian pelaku usaha sudah siap bersaing, utamanya mereka yang selama ini telah melayani pasar dunia melalui impor.
Namun, masih ada juga pelaku usaha yang tidak siap bahkan cenderung tidak peduli dengan MEA. Misalnya, pelaku usaha yang memiliki produk segmented atau tidak memiliki pesaing, seperti perajin keris.
"Sejak disepakati diberlakukannya pasar bebas ASEAN 10 tahun lalu, pelaku usaha yang melakukan pasar impor sudah terbiasa bersaing, jadi mereka rata-rata sudah siap. Kini tinggal bagaimana agar produk lainnya yang belum siap bisa meningkatkan daya saing mereka agar tidak kalah. Karena perlu diketahui, banyak juga produk asli Indonesia yang menang bersaing saat produk-produk China membanjiri Indonesia," papar Sri.
Mengenai upaya pemerintah untuk membantu pelaku usaha, Susilo menyarankan adanya fasilitasi yang disediakan pemerintah bagi pelaku usaha. Dia berharap pemerintah memberlakukan prioritas berdasarkan produktivitas, efisien dan potensi daya saing.
"Tapi sebenarnya ini juga tidak hanya tugas pemerintah, meski mereka harus tetap jadi leading-nya. Peran serta perguruan tinggi yang memiliki banyak SDM kompeten ditambah dana CSR pihak swasta, tentu lebih mudah membantu pelaku usaha potensial untuk meningkatkan daya saing mereka," jelasnya.
"Banyak dari para tenaga kerja asing itu, utamanya Malaysia yang lulusan perguruan tinggi ternama di Indonesia. Karena persaingan lebih terbuka tentu tidak bisa ditolak. Diperkirakan mereka bahkan akan menempati jabatan manajerial ke atas. Jadi satu-satunya jalan ialah meningkatkan daya saing kita," ujar Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Sri Susilo, Kamis (31/12/2015).
Peningkatan daya saing dikatakan Susilo harus dilakukan sektor usaha. Untuk DIY sendiri sebagian pelaku usaha sudah siap bersaing, utamanya mereka yang selama ini telah melayani pasar dunia melalui impor.
Namun, masih ada juga pelaku usaha yang tidak siap bahkan cenderung tidak peduli dengan MEA. Misalnya, pelaku usaha yang memiliki produk segmented atau tidak memiliki pesaing, seperti perajin keris.
"Sejak disepakati diberlakukannya pasar bebas ASEAN 10 tahun lalu, pelaku usaha yang melakukan pasar impor sudah terbiasa bersaing, jadi mereka rata-rata sudah siap. Kini tinggal bagaimana agar produk lainnya yang belum siap bisa meningkatkan daya saing mereka agar tidak kalah. Karena perlu diketahui, banyak juga produk asli Indonesia yang menang bersaing saat produk-produk China membanjiri Indonesia," papar Sri.
Mengenai upaya pemerintah untuk membantu pelaku usaha, Susilo menyarankan adanya fasilitasi yang disediakan pemerintah bagi pelaku usaha. Dia berharap pemerintah memberlakukan prioritas berdasarkan produktivitas, efisien dan potensi daya saing.
"Tapi sebenarnya ini juga tidak hanya tugas pemerintah, meski mereka harus tetap jadi leading-nya. Peran serta perguruan tinggi yang memiliki banyak SDM kompeten ditambah dana CSR pihak swasta, tentu lebih mudah membantu pelaku usaha potensial untuk meningkatkan daya saing mereka," jelasnya.
(dmd)