Proyek Kereta Cepat Tetap Berjalan, Fitra Beberkan Kerugian RI
A
A
A
JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) membeberkan kerugian yang bakal dialami Indonesia jika proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung tetap dijalankan. Pemerintah pun diminta untuk mengkaji ulang rencana pembangunan proyek business to business dengan China tersebut.
(Baca Juga: Pemerintah Sadar Kereta Cepat Proyek Rugi)
Peneliti Junior Fitra, Gulfino Guevarrato mengatakan bahwa saat ini kondisi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang menggarap proyek tersebut belum cukup kuat. Adapun perusahaan pelat merah yang masuk dalam konsorsium kereta cepat adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT KAI (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
Dia menyebutkan, anggaran yang dibutuhkan untuk proyek tersebut cukup fantastis, yakni sekitar USD5,5 miliar atau setara dengan Rp77 triliun. Sementara KAI pada tahun lalu, baru saja kehilangan 25% labanya karena ditarik dividen oleh pemerintah. Lalu membayar utang investasi sebesar Rp1,2 triliun.
"Dan mulai membayar utang investasi sebesar Rp1,2 triliun. KAI menunda pembelian kereta menunjukan keuangan tidak baik," kata dia di Sekretariat Nasional Fitra, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Tak hanya itu lanjut dia, konsorsium kereta cepat juga akan terbebani bunga yang tinggi dari pinjaman yang diberikan China untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Terlebih menurutnya, utang yang dibebankan kepada BUMN tersebut terdapat dua jenis yaitu bunga dalam dolar Amerika Serikat (USD) dan yuan.
Dijelaskan bahwa China Development Bank memberikan pinjaman kepada Indonesia sekitar 75% dari USD5,5 miliar atau sekitar USD4,1 miliar dengan tenor 40 tahun. Pinjaman yang dalam bentuk USD sekitar 60% dengan bunga 2% per tahun, sementara pinjaman dalam bentuk yuan 40% dengan bunga 3,4%.
"Itu berarti perusahaan akan membayar bunga sebesar Rp917,4 miliar per tahun untuk pinjaman dalam dolar, dan Rp1,04 triliun per tahun dalam bentuk yuan," jelasnya.
Perusahaan, sambung dia, berencana mengoperasikan 11 rangkaian kereta yang terdiri dari 8 gerbong. Diasumsikan, kereta akan mengangkut 12.826 penumpang pergi dan pulang untuk satu kali perjalanan. Sementara dalam data Fitra, jumlah penumpang Kereta Api Argo Parahyangan terus mengalami penurunan meski harga tiketnya lebih murah dari yang dipatok kereta cepat Rp225 ribu.
Pada tahun 2010 jumlah penumpang 592.434 menurun pada tahun 2011 sebesar 436.244. Di tahun 2012 jumlah penumpang kembali menyusut 398.938. "Kami membandingkan Argo Parahiyangan, tiga tahun berdirinya selalu menurun setiap tahun," ucapnya.
Selain itu, dia juga menerangkan bahwa Jepang yang telah lebih dulu mengoperasikan kereta super cepat Shinkansen baru mendapatkan untung setelah delapan tahun beroperasi. China sendiri, menurutnya, hanya satu kereta cepat yang balik modal dari lima kereta cepat yang dioperasikan.
"Tujuannya untuk membangun lebih maju di daerah infrastruktur misal distribusi teknologi, tapi ada tujuan politis, ini menjadi bancakan," pungkasnya.
(Baca Juga: Pemerintah Sadar Kereta Cepat Proyek Rugi)
Peneliti Junior Fitra, Gulfino Guevarrato mengatakan bahwa saat ini kondisi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang menggarap proyek tersebut belum cukup kuat. Adapun perusahaan pelat merah yang masuk dalam konsorsium kereta cepat adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT KAI (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
Dia menyebutkan, anggaran yang dibutuhkan untuk proyek tersebut cukup fantastis, yakni sekitar USD5,5 miliar atau setara dengan Rp77 triliun. Sementara KAI pada tahun lalu, baru saja kehilangan 25% labanya karena ditarik dividen oleh pemerintah. Lalu membayar utang investasi sebesar Rp1,2 triliun.
"Dan mulai membayar utang investasi sebesar Rp1,2 triliun. KAI menunda pembelian kereta menunjukan keuangan tidak baik," kata dia di Sekretariat Nasional Fitra, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Tak hanya itu lanjut dia, konsorsium kereta cepat juga akan terbebani bunga yang tinggi dari pinjaman yang diberikan China untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Terlebih menurutnya, utang yang dibebankan kepada BUMN tersebut terdapat dua jenis yaitu bunga dalam dolar Amerika Serikat (USD) dan yuan.
Dijelaskan bahwa China Development Bank memberikan pinjaman kepada Indonesia sekitar 75% dari USD5,5 miliar atau sekitar USD4,1 miliar dengan tenor 40 tahun. Pinjaman yang dalam bentuk USD sekitar 60% dengan bunga 2% per tahun, sementara pinjaman dalam bentuk yuan 40% dengan bunga 3,4%.
"Itu berarti perusahaan akan membayar bunga sebesar Rp917,4 miliar per tahun untuk pinjaman dalam dolar, dan Rp1,04 triliun per tahun dalam bentuk yuan," jelasnya.
Perusahaan, sambung dia, berencana mengoperasikan 11 rangkaian kereta yang terdiri dari 8 gerbong. Diasumsikan, kereta akan mengangkut 12.826 penumpang pergi dan pulang untuk satu kali perjalanan. Sementara dalam data Fitra, jumlah penumpang Kereta Api Argo Parahyangan terus mengalami penurunan meski harga tiketnya lebih murah dari yang dipatok kereta cepat Rp225 ribu.
Pada tahun 2010 jumlah penumpang 592.434 menurun pada tahun 2011 sebesar 436.244. Di tahun 2012 jumlah penumpang kembali menyusut 398.938. "Kami membandingkan Argo Parahiyangan, tiga tahun berdirinya selalu menurun setiap tahun," ucapnya.
Selain itu, dia juga menerangkan bahwa Jepang yang telah lebih dulu mengoperasikan kereta super cepat Shinkansen baru mendapatkan untung setelah delapan tahun beroperasi. China sendiri, menurutnya, hanya satu kereta cepat yang balik modal dari lima kereta cepat yang dioperasikan.
"Tujuannya untuk membangun lebih maju di daerah infrastruktur misal distribusi teknologi, tapi ada tujuan politis, ini menjadi bancakan," pungkasnya.
(akr)