Nasabah Keberatan Ditjen Pajak Intip Data Kartu Kredit
A
A
A
JAKARTA - Peraturan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mewajibkan seluruh bank penyelenggara kartu kredit untuk melaporkan data dan transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mendapat penolakan dari nasabah pemilik kartu kredit. Mereka keberatan jika Ditjen Pajak mengintip data dan transaksi kartu kredit.
Dina Rayanti (24), salah satu nasabah kartu kredit mengaku keberatan jika data dan transaksi kartu kreditnya diketahui olehDitjen Pajak. Apalagi, selama ini pengguna kartu kredit juga telah dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn) dalam setiap transaksinya.
(Baca: Kemenkeu Wajibkan 23 Bank Lapor Transaksi Kartu Kredit ke DJP)
"Keberatan dong (data dan transaksi kartu kredit diintip Ditjen Pajak). Kan sudah bayar pajak. Ngapain lagi dia cari tahu potensi pajak kita," katanya Kepada Sindonews di Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Dina menggunakan kartu kredit dari salah satu perbankan pelat merah ini, juga mengaku merasa aneh dan tidak mengetahui tujuan dari peraturan tersebut digulirkan.
"Kalau aku sih takut dan aneh ya (data dan transaksi kartu kredit diintip Ditjen Pajak). Kenapa juga? Tujuannya apa gitu mau tahu data transaksi kita. Kepentingannya buat mereka apa?" imbuh dia.
Respons berbeda dikatakan Tabita Nugroho (26) yang mengaku tidak takut jika Ditjen Pajak akan mengintip data dan transaksi kartu kredit yang digunakannya. Pasalnya, data yang dilaporkan ke otoritas pajak tersebut merupakan data sebenarnya dan tidak ditutupi.
Namun, wanita yang bekerja di salah satu perusahaan swasta ini justru mempertanyakan kebenaran bahwa Ditjen Pajak memiliki hak untuk mengakses data dan transaksi pemilik kartu kredit. Kendati dirinya merasa tidak takut dengan aturan tersebut, namun perlu dicermati juga mengenai kewenangan Ditjen Pajak untuk mengintip data tersebut.
"Saya tidak takut. Toh yang dilaporkan ke Ditjen Pajak datanya sudah benar. Mungkin kalau ada data yang ditutup-tutupi akan takut, yang perlu dicermati apa betul DJP punya hak untuk mengakses itu? Saya baca di media, YLKI keberatan. Tinggal urusan legal saja," tandasnya.
Sekadar diketahui, Kemenkeu mewajibkan perbankan nasional atau lembaga penyelenggara kartu kredit untuk melaporkan data transaksi kartu kredit kepada Ditjen Pajak Kemenkeu. Setidaknya terdapat 23 perbankan dan lembaga penyelenggara kartu kredit yang diwajibkan melaporkan data tersebut.
Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Perubahan Kelima atas PMK Nomor 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
Dalam beleid yang terbit pada 22 Maret 2016 tersebut, bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit wajib melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit, yang paling sedikit memuat nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, dan alamat pemilik kartu kredit.
Dina Rayanti (24), salah satu nasabah kartu kredit mengaku keberatan jika data dan transaksi kartu kreditnya diketahui olehDitjen Pajak. Apalagi, selama ini pengguna kartu kredit juga telah dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn) dalam setiap transaksinya.
(Baca: Kemenkeu Wajibkan 23 Bank Lapor Transaksi Kartu Kredit ke DJP)
"Keberatan dong (data dan transaksi kartu kredit diintip Ditjen Pajak). Kan sudah bayar pajak. Ngapain lagi dia cari tahu potensi pajak kita," katanya Kepada Sindonews di Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Dina menggunakan kartu kredit dari salah satu perbankan pelat merah ini, juga mengaku merasa aneh dan tidak mengetahui tujuan dari peraturan tersebut digulirkan.
"Kalau aku sih takut dan aneh ya (data dan transaksi kartu kredit diintip Ditjen Pajak). Kenapa juga? Tujuannya apa gitu mau tahu data transaksi kita. Kepentingannya buat mereka apa?" imbuh dia.
Respons berbeda dikatakan Tabita Nugroho (26) yang mengaku tidak takut jika Ditjen Pajak akan mengintip data dan transaksi kartu kredit yang digunakannya. Pasalnya, data yang dilaporkan ke otoritas pajak tersebut merupakan data sebenarnya dan tidak ditutupi.
Namun, wanita yang bekerja di salah satu perusahaan swasta ini justru mempertanyakan kebenaran bahwa Ditjen Pajak memiliki hak untuk mengakses data dan transaksi pemilik kartu kredit. Kendati dirinya merasa tidak takut dengan aturan tersebut, namun perlu dicermati juga mengenai kewenangan Ditjen Pajak untuk mengintip data tersebut.
"Saya tidak takut. Toh yang dilaporkan ke Ditjen Pajak datanya sudah benar. Mungkin kalau ada data yang ditutup-tutupi akan takut, yang perlu dicermati apa betul DJP punya hak untuk mengakses itu? Saya baca di media, YLKI keberatan. Tinggal urusan legal saja," tandasnya.
Sekadar diketahui, Kemenkeu mewajibkan perbankan nasional atau lembaga penyelenggara kartu kredit untuk melaporkan data transaksi kartu kredit kepada Ditjen Pajak Kemenkeu. Setidaknya terdapat 23 perbankan dan lembaga penyelenggara kartu kredit yang diwajibkan melaporkan data tersebut.
Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Perubahan Kelima atas PMK Nomor 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
Dalam beleid yang terbit pada 22 Maret 2016 tersebut, bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit wajib melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit, yang paling sedikit memuat nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, dan alamat pemilik kartu kredit.
(izz)