BHP Billiton Akan Hentikan Tambang di RI
A
A
A
JAKARTA - BHP Billiton mengumumkan status proyek batu bara mereka di Indonesia. Eksportir batu bara jenis metalurgi terbesar di dunia itu mempertimbangkan untuk menghentikan pengoperasian seluruh aset pada proyek batu bara di Indonesia.
Dalam pernyataan resminya, BHP mengatakan, tengah meninjau ulang seluruh proyek batu bara di Indonesia terkait dengan ketidakpastian regulasi di Indonesia dan melemahnya harga batu bara.
"BHP Billiton sedang melakukan tinjauan strategis jangka panjang terhadap bisnis batu bara perusahaan di Indonesia, IndoMet Coal (IMC), yang terdiri dari tujuh kontrak pengusahaan batu bara di Kalimantan Tengah dan Timur," ujar pihak BHP Billiton.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto menyatakan, pemerintah harus meminta penjelasan kepada BHP Biliiton terkait dengan persoalan tersebut. "Jangan sampai perusahaan asing lainnya ikut hengkang. Jika persoalannya terkait iklim investasi dan regulasi, pemerintah harus benahi," tegasnya di Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Dito memaparkan, pemerintah juga diminta untuk berkomunikasi dengan para investor-investor asing. "Harus ada kesepahaman. Iklim investasi harus dijaga," katanya.
Saat ini, BHP Billiton menguasai 75% saham PT IMC, sisanya dimiliki PT Adaro Energy Tbk. PT IMC memegang tujuh konsesi PKP2B proyek batu bara di Kalimantan, yakni PT Lahai Coal, PT Ratah Coal, PT Juloi Coal, PT Pari Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Kalteng Coal dan PT Maruwai Coal. Sebagian besar mereka menambang batu bara jenis metallurgical coal. Melakukan eksplorasi sejak 1997, IMC baru melakukan penjualan komersial batu bara perdana pada September 2015 lalu.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Pertambangan Indonesia (APBI) Priatna Sahala mengatakan, pemerintah harus segera merevisi UU yang dinilai kurang mendukung iklim investasi tambang. "Jika produk regulasinya tidak mendukung, wajar saja investor mengevaluasi portofolionya," sebutnya.
Agar iklim investasi kondusif, lanjut dia, UU perlu segera direvisi. "Kalau produk UU-nya tidak konsisten, tentu produk turunannya seperti peraturan pemerintah dan peraturan menterinya juga tidak konsisten," tegasnya.
Selama 20 tahun memegang konsesi 7 proyek pertambangan, BHP Billiton baru menggelontorkan investasi USD100 juta di PT Lahai Coal yang berlokasi di Haju, Kalimantan. Sementara di enam proyek lainnya masih belum bisa menghasilkan.
“Hingga saat ini kami telah mengembangkan proyek tambang batu bara di Haju dalam skala kecil dengan nilai investasi sekitar USD100 juta, sementara seluruh proyek lainnya baru eksplorasi,” ungkap Presiden Direktur PT IMC, Imelda Adhisaputra.
Imelda enggan mengomentari lebih lanjut tentang kabar rencana BHP Billiton akan melepas saham di PT IMC. Pada 2010, BHP telah melepas 25% saham IMC ke PT Adaro Energy senilai USD 335 juta. Artinya, dari hasil transaksi tersebut BHP telah berpotensi untung hingga USD 200 juta, dengan mempertimbangkan investasi yang telah mereka keluarkan hanya sebesar USD100 juta.
Kendati BHP Billiton telah mengumumkan tengah mempertimbangkan untuk menjual sahamnya di IMC, namun hingga kini BHP belum melaporkan resmi kepada pemerintah Indonesia rencana divestasi 75% sahamnya di PT IMC.
Dalam pernyataan resminya, BHP mengatakan, tengah meninjau ulang seluruh proyek batu bara di Indonesia terkait dengan ketidakpastian regulasi di Indonesia dan melemahnya harga batu bara.
"BHP Billiton sedang melakukan tinjauan strategis jangka panjang terhadap bisnis batu bara perusahaan di Indonesia, IndoMet Coal (IMC), yang terdiri dari tujuh kontrak pengusahaan batu bara di Kalimantan Tengah dan Timur," ujar pihak BHP Billiton.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto menyatakan, pemerintah harus meminta penjelasan kepada BHP Biliiton terkait dengan persoalan tersebut. "Jangan sampai perusahaan asing lainnya ikut hengkang. Jika persoalannya terkait iklim investasi dan regulasi, pemerintah harus benahi," tegasnya di Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Dito memaparkan, pemerintah juga diminta untuk berkomunikasi dengan para investor-investor asing. "Harus ada kesepahaman. Iklim investasi harus dijaga," katanya.
Saat ini, BHP Billiton menguasai 75% saham PT IMC, sisanya dimiliki PT Adaro Energy Tbk. PT IMC memegang tujuh konsesi PKP2B proyek batu bara di Kalimantan, yakni PT Lahai Coal, PT Ratah Coal, PT Juloi Coal, PT Pari Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Kalteng Coal dan PT Maruwai Coal. Sebagian besar mereka menambang batu bara jenis metallurgical coal. Melakukan eksplorasi sejak 1997, IMC baru melakukan penjualan komersial batu bara perdana pada September 2015 lalu.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Pertambangan Indonesia (APBI) Priatna Sahala mengatakan, pemerintah harus segera merevisi UU yang dinilai kurang mendukung iklim investasi tambang. "Jika produk regulasinya tidak mendukung, wajar saja investor mengevaluasi portofolionya," sebutnya.
Agar iklim investasi kondusif, lanjut dia, UU perlu segera direvisi. "Kalau produk UU-nya tidak konsisten, tentu produk turunannya seperti peraturan pemerintah dan peraturan menterinya juga tidak konsisten," tegasnya.
Selama 20 tahun memegang konsesi 7 proyek pertambangan, BHP Billiton baru menggelontorkan investasi USD100 juta di PT Lahai Coal yang berlokasi di Haju, Kalimantan. Sementara di enam proyek lainnya masih belum bisa menghasilkan.
“Hingga saat ini kami telah mengembangkan proyek tambang batu bara di Haju dalam skala kecil dengan nilai investasi sekitar USD100 juta, sementara seluruh proyek lainnya baru eksplorasi,” ungkap Presiden Direktur PT IMC, Imelda Adhisaputra.
Imelda enggan mengomentari lebih lanjut tentang kabar rencana BHP Billiton akan melepas saham di PT IMC. Pada 2010, BHP telah melepas 25% saham IMC ke PT Adaro Energy senilai USD 335 juta. Artinya, dari hasil transaksi tersebut BHP telah berpotensi untung hingga USD 200 juta, dengan mempertimbangkan investasi yang telah mereka keluarkan hanya sebesar USD100 juta.
Kendati BHP Billiton telah mengumumkan tengah mempertimbangkan untuk menjual sahamnya di IMC, namun hingga kini BHP belum melaporkan resmi kepada pemerintah Indonesia rencana divestasi 75% sahamnya di PT IMC.
(dmd)