Jangan Menunggu Godot
A
A
A
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
EN Attendant Godot (Menunggu Godot) adalah naskah karya Samuel Beckett (1906-1989), pengarang Irlandia dan pemenang hadiah Nobel Sastra. Karya ini bercerita tentang dua sahabat karib, Vladimir dan Estragon, yang menunggu Godot.
Sejatinya, keduanya tidak mengenal Godot dan tidak tahu apakah Godot akan datang. Sehari, seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan puluhan tahun menunggu, Godot belum kunjung tiba. Seorang pemuda bertanya kepada dirinya sendiri, mana yang lebih berat: berpisah dengan kekasih atau uang? Berpisah dengan kekasih sungguh berat.
Namun, setidaknya ada harapan besar untuk kembali bersua karena sang kekasih telah berjanji untuk setia menunggu. Bagi mereka, perpisahan hanya pertemuan yang tertunda. Berpisah dengan uang? Uang tidak bisa berjanji. Saat kita berinvestasi, kita harus berpisah sementara dengan uang yang dikumpulkan bertahap.
Apakah suatu saat bisa bertemu lagi dengan uang yang jumlahnya lebih banyak? Ketika kita berinvestasi, ketidakpastian langsung menyergap. Mau buka kafe, takut tidak laku. Mau beli saham, takut harganya jatuh. Banyak kasus di mana setelah berpisah dengan uangnya, sang investor bernasib sama dengan Vladimir dan Estragon saat menunggu Godot.
Itulah sebabnya jumlah pengusaha jauh lebih sedikit daripada jumlah karyawan. Bukan hanya masalah kendala modal, melainkan juga masalah keberanian mengambil risiko. Mayoritas masyarakat kita masih lebih suka menaruh uang kita di tabungan dan deposito bank yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga Rp2 miliar.
Maka itu, untuk lebih berani mengambil risiko, kita harus belajar, selangkah demi selangkah. Mulai dari investasi skala kecil, kemudian bertumbuh seiring peningkatan. Agar sukses berinvestasi, kita membutuhkan lima hal: keberanian mengambil risiko, modal, pengetahuan, keterampilan, dan kebijakan (wisdom atau ”jam terbang”).
Banyak kasus di mana investor tidak pernah berjumpa lagi dengan uangnya karena tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Padahal, kasus penipuan investasi melalui investasi bodong terus terjadi. Investor tidak sadar bahwa uangnya sedang diincar menggunakan skema piramida alias Ponzi Scheme. Mata mereka tertutup oleh janji keuntungan fantastis.
Korbannya dari berbagai kalangan, dari artis hingga pejabat. Mereka rela berpisah dengan uang tercinta demi keuntungan besar yang seperti Godot, tak akan pernah tiba. Maka itu, sebelum berinvestasi, sebaiknya investor meningkatkan kehatian-hatian. Ingat peringatan di televisi pemerintah zaman dulu sebelum iklan ditayangkan, ”Teliti Sebelum Membeli”. Ada tiga W yang mesti diingat oleh investor.
Pertama, WHAT. Apa yang ditawarkan? Berapa imbal hasilnya? Apakah imbal hasil ini wajar? Bagaimana imbal hasil tersebut dihasilkan? Singkat kata, seperti kata fund manager legendaris Peter Lycnh, kita harus ”Know what you buy and buy what you know”. Jangan segan bertanya kepada teman yang lebih tahu atau mencari informasi dari sumber yang bisa dipercaya.
Kedua, WHO. Siapa yang menjual produk investasi tersebut? Bagaimana rekam jejaknya? Apakah bisa dipercaya? Saat ini sedang heboh kasus penipuan di Indonesia dengan modus seorang mantan karyawan perusahaan sekuritas yang menawarkan produk investasi kepada investor. Mantan karyawan tersebut mencatut nama perusahaan tersebut, seolah-olah masih menjadi karyawan.
Investor yang tertarik diminta mentransfer dana ke sebuah rekening lain. Belakangan investor tidak bisa menarik dana investasi mereka dan sang mantan karyawan raib bak ditelan bumi.
Ketiga, WHY. Mengapa kita harus membeli produk ini? Apa tujuan investasi kita? Apakah kita berinvestasi untuk pendidikan anak atau ingin memperoleh imbal hasil besar dalam waktu setahun?
Apakah risiko yang melekat pada investasi ini cocok dengan profil kita? Apakah kita siap menanggung risiko yang besar? Perlu diingat bahwa menjadi korban penipuan investasi bukan termasuk risiko investasi, melainkan sebuah tragedi atau musibah. Dalam sebuah risiko investasi masih ada sisi terang dan gelap. Ketidakpastian investasi masih menawarkan harapan sukses atau gagal. Maka itu, janganlah petualangan investasi kita berakhir tragis seperti Vladimir dan Estragon.
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
EN Attendant Godot (Menunggu Godot) adalah naskah karya Samuel Beckett (1906-1989), pengarang Irlandia dan pemenang hadiah Nobel Sastra. Karya ini bercerita tentang dua sahabat karib, Vladimir dan Estragon, yang menunggu Godot.
Sejatinya, keduanya tidak mengenal Godot dan tidak tahu apakah Godot akan datang. Sehari, seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan puluhan tahun menunggu, Godot belum kunjung tiba. Seorang pemuda bertanya kepada dirinya sendiri, mana yang lebih berat: berpisah dengan kekasih atau uang? Berpisah dengan kekasih sungguh berat.
Namun, setidaknya ada harapan besar untuk kembali bersua karena sang kekasih telah berjanji untuk setia menunggu. Bagi mereka, perpisahan hanya pertemuan yang tertunda. Berpisah dengan uang? Uang tidak bisa berjanji. Saat kita berinvestasi, kita harus berpisah sementara dengan uang yang dikumpulkan bertahap.
Apakah suatu saat bisa bertemu lagi dengan uang yang jumlahnya lebih banyak? Ketika kita berinvestasi, ketidakpastian langsung menyergap. Mau buka kafe, takut tidak laku. Mau beli saham, takut harganya jatuh. Banyak kasus di mana setelah berpisah dengan uangnya, sang investor bernasib sama dengan Vladimir dan Estragon saat menunggu Godot.
Itulah sebabnya jumlah pengusaha jauh lebih sedikit daripada jumlah karyawan. Bukan hanya masalah kendala modal, melainkan juga masalah keberanian mengambil risiko. Mayoritas masyarakat kita masih lebih suka menaruh uang kita di tabungan dan deposito bank yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga Rp2 miliar.
Maka itu, untuk lebih berani mengambil risiko, kita harus belajar, selangkah demi selangkah. Mulai dari investasi skala kecil, kemudian bertumbuh seiring peningkatan. Agar sukses berinvestasi, kita membutuhkan lima hal: keberanian mengambil risiko, modal, pengetahuan, keterampilan, dan kebijakan (wisdom atau ”jam terbang”).
Banyak kasus di mana investor tidak pernah berjumpa lagi dengan uangnya karena tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Padahal, kasus penipuan investasi melalui investasi bodong terus terjadi. Investor tidak sadar bahwa uangnya sedang diincar menggunakan skema piramida alias Ponzi Scheme. Mata mereka tertutup oleh janji keuntungan fantastis.
Korbannya dari berbagai kalangan, dari artis hingga pejabat. Mereka rela berpisah dengan uang tercinta demi keuntungan besar yang seperti Godot, tak akan pernah tiba. Maka itu, sebelum berinvestasi, sebaiknya investor meningkatkan kehatian-hatian. Ingat peringatan di televisi pemerintah zaman dulu sebelum iklan ditayangkan, ”Teliti Sebelum Membeli”. Ada tiga W yang mesti diingat oleh investor.
Pertama, WHAT. Apa yang ditawarkan? Berapa imbal hasilnya? Apakah imbal hasil ini wajar? Bagaimana imbal hasil tersebut dihasilkan? Singkat kata, seperti kata fund manager legendaris Peter Lycnh, kita harus ”Know what you buy and buy what you know”. Jangan segan bertanya kepada teman yang lebih tahu atau mencari informasi dari sumber yang bisa dipercaya.
Kedua, WHO. Siapa yang menjual produk investasi tersebut? Bagaimana rekam jejaknya? Apakah bisa dipercaya? Saat ini sedang heboh kasus penipuan di Indonesia dengan modus seorang mantan karyawan perusahaan sekuritas yang menawarkan produk investasi kepada investor. Mantan karyawan tersebut mencatut nama perusahaan tersebut, seolah-olah masih menjadi karyawan.
Investor yang tertarik diminta mentransfer dana ke sebuah rekening lain. Belakangan investor tidak bisa menarik dana investasi mereka dan sang mantan karyawan raib bak ditelan bumi.
Ketiga, WHY. Mengapa kita harus membeli produk ini? Apa tujuan investasi kita? Apakah kita berinvestasi untuk pendidikan anak atau ingin memperoleh imbal hasil besar dalam waktu setahun?
Apakah risiko yang melekat pada investasi ini cocok dengan profil kita? Apakah kita siap menanggung risiko yang besar? Perlu diingat bahwa menjadi korban penipuan investasi bukan termasuk risiko investasi, melainkan sebuah tragedi atau musibah. Dalam sebuah risiko investasi masih ada sisi terang dan gelap. Ketidakpastian investasi masih menawarkan harapan sukses atau gagal. Maka itu, janganlah petualangan investasi kita berakhir tragis seperti Vladimir dan Estragon.
(dmd)