Tanggapan Indef Terkait Neraca Perdagangan RI
A
A
A
JAKARTA - Menanggapi surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2016, ekonom Indef Dzulfian Syafrian memandang, secara kumulatif selama Januari-April 2016 telah terjadi penurunan baik impor dan ekspor dibanding periode yang sama tahun lalu. Penyebab utama penurunan neraca perdagangan Indonesia masih disebabkan lemahnya permintaan dunia dan juga rendahnya harga minyak dunia yang masih bertahan di level USD45-50 per barel, bahkan sempat menyentuh level kurang dari USD30 per barel.
Sebab itu, pemerintah jangan terlampau gembira dengan kabar suplus neraca perdagangan ini karena lebih disebabkan oleh faktor eksternal. "Impor migas pasti turun secara nilai akibat anjloknya harga minyak dunia ini, hanya saja jika dilihat lebih dalam dan detil, volume impor biasanya tidak berubah sesignifikan nilai ekspor/impor," ujar Dzulfian, Senin (16/5/2016).
(Baca: Lanjutkan Tren, Neraca Perdagangan April 2016 Surplus USD667,2 Juta)
Menurutnya, data tersebut mengkhawatirkan karena mengkonfirmasi bahwa kondisi (surplus/defisit) neraca perdagangan Indonesia masih sangat bergantung pada impor migas, serta konsumsi masyarakat terhadap migas masih tinggi dan terus tumbuh. "Sehingga ketika harga minyak nanti merangkak naik maka neraca perdagangan kita akan terancam defisit kembali," paparnya.
Terlebih dalam beberapa bulan terakhir, khususnya selama Maret 2016, harga minyak dunia naik cukup tajam. Harga minyak terus merangkak dari level USD30 per barel dan kini hampir menyentuh USD50 per barel.
Dia menuturkan, jika tren kenaikan ini terus berlanjut, Indonesia lambat laun akan mengalami defisit perdagangan kembali.
Penurunan harga minyak seperti saat ini sebenarnya adalah peluang besar bagi indonesia. Negara-negara net pengimpor minyak (net importer countries) seperti Indonesia sangat diuntungkan dengan anjloknya harga minyak dunia.
Selain membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi surplus yang bisa membantu stabilisasi rupiah, penurunan harga minyak juga merupakan insentif bagi dunia usaha karena ongkos produksi mereka menjadi lebih rendah, bonus dari turunnya harga minyak dan enegi secara keseluruhan.
"Hanya tanpa adanya perubahan struktural dalam proses kemudahan melakukan bisnis di Indonesia, insentif rendahnya harga minyak tidak akan berpengaruh signifikan terhadap perekonomian secara nasional," paparnya.
Sebab itu, pemerintah jangan terlampau gembira dengan kabar suplus neraca perdagangan ini karena lebih disebabkan oleh faktor eksternal. "Impor migas pasti turun secara nilai akibat anjloknya harga minyak dunia ini, hanya saja jika dilihat lebih dalam dan detil, volume impor biasanya tidak berubah sesignifikan nilai ekspor/impor," ujar Dzulfian, Senin (16/5/2016).
(Baca: Lanjutkan Tren, Neraca Perdagangan April 2016 Surplus USD667,2 Juta)
Menurutnya, data tersebut mengkhawatirkan karena mengkonfirmasi bahwa kondisi (surplus/defisit) neraca perdagangan Indonesia masih sangat bergantung pada impor migas, serta konsumsi masyarakat terhadap migas masih tinggi dan terus tumbuh. "Sehingga ketika harga minyak nanti merangkak naik maka neraca perdagangan kita akan terancam defisit kembali," paparnya.
Terlebih dalam beberapa bulan terakhir, khususnya selama Maret 2016, harga minyak dunia naik cukup tajam. Harga minyak terus merangkak dari level USD30 per barel dan kini hampir menyentuh USD50 per barel.
Dia menuturkan, jika tren kenaikan ini terus berlanjut, Indonesia lambat laun akan mengalami defisit perdagangan kembali.
Penurunan harga minyak seperti saat ini sebenarnya adalah peluang besar bagi indonesia. Negara-negara net pengimpor minyak (net importer countries) seperti Indonesia sangat diuntungkan dengan anjloknya harga minyak dunia.
Selain membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi surplus yang bisa membantu stabilisasi rupiah, penurunan harga minyak juga merupakan insentif bagi dunia usaha karena ongkos produksi mereka menjadi lebih rendah, bonus dari turunnya harga minyak dan enegi secara keseluruhan.
"Hanya tanpa adanya perubahan struktural dalam proses kemudahan melakukan bisnis di Indonesia, insentif rendahnya harga minyak tidak akan berpengaruh signifikan terhadap perekonomian secara nasional," paparnya.
(dmd)