Sudirman: PLN Lamban Bikin Proyek Listrik 35.000 MW Mandek
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said gerah dengan cara kerja PT PLN (Persero) yang dinilainya sangat lamban. Bahkan, revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2015-2024 yang seharusnya telah selesai Januari 2016, hingga kini tak kunjung diserahkan ke Kementerian ESDM.
Menurutnya, buntut dari kinerja PLN yang lamban dan tak kunjung menyerahkan RUPTL tersebut adalah proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi tersendat. Sebab, proses lelang pembangkit tidak akan bisa dilaksanakan karena RUPTL merupakan acuan untuk pelelangan pembangkit.
"Saya enggak bisa jelasin (soal RUPTL). Wong yang enggak ngasih-ngasih (RUPTL) PLN kok. Kita kan regulator, jadi kita kasih tahu konsekuensi. Dan saya kira ini sudah kelamaan sih (revisi RUPTL)," ujarnya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Mantan bos PT Pindad (Persero) itu menyebutkan, konsekuensi dari lambannya PLN menyerahkan RUPTL akan berbuntut panjang pada keberlangsungan pembangunan pembangkit untuk 35.000 MW. "Jadi ini bukan sekadar compply nyerahkan dokumen tapi ikutan dari perlambatan ini jadi kemana-mana," ungkapnya.
Sudirman mengaku, sejak dulu telah sering mengingatkan bahwa PLN tidak semata-mata korporasi. PLN juga instrumen negara yang memiliki sisi kegunaan publik (public utilities).
"Oleh karena itu sudah jelas bahwa margin dijamin, tidak perlu takut dan segala macam. Tinggal fokus pada tugas sebagai instrumen negara untuk memberi masyarakat terang, akses listrik dan sebenarnya ini bukan hal baru. Ini reminder aja," tegasnya.
Selain persoalan RUPTL, dia juga mempertanyakan alasan PLN membatalkan proses lelang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa V. Padahal, pembangkit tersebut memiliki kapasitas setara dengan PLTU Batang dan termasuk pembangkit terbesar dalam proyek 35.000 MW. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun beberapa waktu lalu mempertanyakan hal sama kepada dirinya.
"Ya, beliau (Presiden Jokowi) nanya kenapa dibatalkan. Saya waktu itu belum ada penjelasan. Saya bilang nanti saya tanya. Jadi setiap pembatalan yang tiba-tiba selalu memancing pertanyaan. Jadi bagaimana caranya PLN inline dengan kebijakan pemerintah," pungkas Sudirman.
Menurutnya, buntut dari kinerja PLN yang lamban dan tak kunjung menyerahkan RUPTL tersebut adalah proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi tersendat. Sebab, proses lelang pembangkit tidak akan bisa dilaksanakan karena RUPTL merupakan acuan untuk pelelangan pembangkit.
"Saya enggak bisa jelasin (soal RUPTL). Wong yang enggak ngasih-ngasih (RUPTL) PLN kok. Kita kan regulator, jadi kita kasih tahu konsekuensi. Dan saya kira ini sudah kelamaan sih (revisi RUPTL)," ujarnya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Mantan bos PT Pindad (Persero) itu menyebutkan, konsekuensi dari lambannya PLN menyerahkan RUPTL akan berbuntut panjang pada keberlangsungan pembangunan pembangkit untuk 35.000 MW. "Jadi ini bukan sekadar compply nyerahkan dokumen tapi ikutan dari perlambatan ini jadi kemana-mana," ungkapnya.
Sudirman mengaku, sejak dulu telah sering mengingatkan bahwa PLN tidak semata-mata korporasi. PLN juga instrumen negara yang memiliki sisi kegunaan publik (public utilities).
"Oleh karena itu sudah jelas bahwa margin dijamin, tidak perlu takut dan segala macam. Tinggal fokus pada tugas sebagai instrumen negara untuk memberi masyarakat terang, akses listrik dan sebenarnya ini bukan hal baru. Ini reminder aja," tegasnya.
Selain persoalan RUPTL, dia juga mempertanyakan alasan PLN membatalkan proses lelang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa V. Padahal, pembangkit tersebut memiliki kapasitas setara dengan PLTU Batang dan termasuk pembangkit terbesar dalam proyek 35.000 MW. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun beberapa waktu lalu mempertanyakan hal sama kepada dirinya.
"Ya, beliau (Presiden Jokowi) nanya kenapa dibatalkan. Saya waktu itu belum ada penjelasan. Saya bilang nanti saya tanya. Jadi setiap pembatalan yang tiba-tiba selalu memancing pertanyaan. Jadi bagaimana caranya PLN inline dengan kebijakan pemerintah," pungkas Sudirman.
(dmd)