Bentuk Holding, Rumah Sakit BUMN Pede Jadi Terbesar se-Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Rumah sakit milik Badan Usaha Milik negara (BUMN) yakin dengan pembentukan induk usaha (holding) akan membuat rumah sakit pelat merah menjadi yang terbesar se-Indonesia. Penyatuan tersebut diyakini membuat kepemilikan provider dan aset rumah sakit BUMN menjadi yang paling besar dibanding rumah sakit swasta lainnya.
"Hampir di semua daerah beberapa rumah sakit BUMN itu letaknya di main route, di segitiga emasnya tiap kota. Sebagian lagi ada di daerah remote, pada wilayah pertambangan misalnya," kata Ketua Sinergi Badan Usaha Milik negara (BUMN) Dany Amrul Ichdan di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (19/5/2016).
(Baca Juga: Rumah Sakit BUMN Ngebet Bentuk Holding Sebelum Lebaran)
Lanjut dia dengan pembentukan holding ini maka rumah sakit akan mendapat sentuhan manajemen dengan key performance indicator (KPI) seperti rumah sakit pada umumnya. Pasalnya selama ini KPI rumah sakit BUMN mengikuti KPI dari induk usaha, sementara rumah sakit bukan menjadi core business dari induk usaha BUMN tersebut.
"Perlu ada passion dalam pengelolaan rumah sakit sesuai corenya. Akhirnya rumah sakit kembali ke khitohnya. Supaya bisa memberikan business value dan social value. Oleh karena itu perlu sentuhan atau hospital management touch yang selama ini masih mengikuti KPI induk. Padahal rumah sakit ini kan non core, tapi KPI nya masih mengikuti induknya," imbuh dia.
Selain itu, sambung Dirut Rumah Sakit Pertamedika ini, pendapatan dari rumah sakit tersebut akan masuk ke induk holding sebagai dividen. "Jadi kalau selama ini induk mendapatkan dividen dari rumah sakit katakanlah 20% dari laba bersih. Katakanlah laba bersihnya Rp30 miliar dan dapat 20%, dengan adanya operating company, dia harus memberikan benefit kepada induknya," terang Dany.
Dia menambahkan, pembentukan holding rumah sakit BUMN ini juga harus memberikan efisiensi kepada induk dalam hal biaya pengelolaan kesehatan pekerja. Minimal, biaya pengelolaan kesehatan pekerja akan berkurang sekitar 10%.
"Katakanlah biaya kesehatan pekerja PT Perkebunan Rp50 miliar satu tahun, dengan adanya induk ini dengan penyatuan supply chain obat, medical, alat kesehatan semua disatukan otomatis efisiensi lagi. Jadi bisa 10% sampai 15% lagi. Kita bisa support BUMN dalam efisiensi biaya kesehatan pekerja. Kan selama ini tidak terkontrol. Biayanya besar," pungkasnya.
"Hampir di semua daerah beberapa rumah sakit BUMN itu letaknya di main route, di segitiga emasnya tiap kota. Sebagian lagi ada di daerah remote, pada wilayah pertambangan misalnya," kata Ketua Sinergi Badan Usaha Milik negara (BUMN) Dany Amrul Ichdan di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (19/5/2016).
(Baca Juga: Rumah Sakit BUMN Ngebet Bentuk Holding Sebelum Lebaran)
Lanjut dia dengan pembentukan holding ini maka rumah sakit akan mendapat sentuhan manajemen dengan key performance indicator (KPI) seperti rumah sakit pada umumnya. Pasalnya selama ini KPI rumah sakit BUMN mengikuti KPI dari induk usaha, sementara rumah sakit bukan menjadi core business dari induk usaha BUMN tersebut.
"Perlu ada passion dalam pengelolaan rumah sakit sesuai corenya. Akhirnya rumah sakit kembali ke khitohnya. Supaya bisa memberikan business value dan social value. Oleh karena itu perlu sentuhan atau hospital management touch yang selama ini masih mengikuti KPI induk. Padahal rumah sakit ini kan non core, tapi KPI nya masih mengikuti induknya," imbuh dia.
Selain itu, sambung Dirut Rumah Sakit Pertamedika ini, pendapatan dari rumah sakit tersebut akan masuk ke induk holding sebagai dividen. "Jadi kalau selama ini induk mendapatkan dividen dari rumah sakit katakanlah 20% dari laba bersih. Katakanlah laba bersihnya Rp30 miliar dan dapat 20%, dengan adanya operating company, dia harus memberikan benefit kepada induknya," terang Dany.
Dia menambahkan, pembentukan holding rumah sakit BUMN ini juga harus memberikan efisiensi kepada induk dalam hal biaya pengelolaan kesehatan pekerja. Minimal, biaya pengelolaan kesehatan pekerja akan berkurang sekitar 10%.
"Katakanlah biaya kesehatan pekerja PT Perkebunan Rp50 miliar satu tahun, dengan adanya induk ini dengan penyatuan supply chain obat, medical, alat kesehatan semua disatukan otomatis efisiensi lagi. Jadi bisa 10% sampai 15% lagi. Kita bisa support BUMN dalam efisiensi biaya kesehatan pekerja. Kan selama ini tidak terkontrol. Biayanya besar," pungkasnya.
(akr)