Ada Apa dengan Rights Issue

Sabtu, 04 Juni 2016 - 06:30 WIB
Ada Apa dengan Rights Issue
Ada Apa dengan Rights Issue
A A A
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School

INVESTOR atau pemegang saham adalah pemilik perusahaan. Ia memiliki banyak hak, seperti hak untuk memperoleh dividen, hak suara (voting right) dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) serta hak untuk membeli saham baru perusahaan.

Hak yang terakhir ini sering diberikan saat perusahaan punya hajatan menambal modal perusahaan. Maka, perusahaan yang masih dalam tahap pertumbuhan tinggi serta punya keterbatasan berutang ke bank akan sering melakukan rights issue. Sebagai investor jangka panjang, sebaiknya kita memahami apa dan mengapa perusahaan melakukan rights issue?

Apa dampaknya terhadap kekayaan pemegang saham? Ada tiga sumber pendanaan: dari laba bersih perusahaan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham (laba ditahan), berutang serta menambah modal ekuitas. Bagi perusahaan publik, cara menambah modal ekuitas bisa melalui sistematika dengan atau tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMEDT).

Jika menambah modal dengan HMETD, perusahaan memberikan hak kepada seluruh pemegang saham saat ini untuk membeli saham baru secara proporsional. Misalnya, A adalah pemegang 50% saham, maka ia berhak membeli 50% dari saham baru yang ditawarkan. Proses ini sering disebut rights issue atau rights offering. Bagi pemegang saham, hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) ini sangat penting karena memproteksi pemegang saham dari dilusi (pengenceran) kontrol perusahaan (voting rights) maupun kekayaan sang pemegang saham.

Ketika perusahaan melakukan rights issue, jumlah saham akan bertambah. Jika jumlah saham bertambah satu lembar dan dana yang masuk ke perusahaan sama dengan harga pasar saham. Maka rights issue tidak akan merugikan pemegang saham karena tidak terjadi dilusi nilai/kemakmuran. Kondisi jadi beda jika bertambahnya satu saham tapi dana yang masuk lebih rendah dari harga pasar saham.

Pada kondisi ini nilai per saham perusahaan akan turun dan harga pasar saham otomatis juga turun. Masalahnya, mayoritas proses rights issue menggunakan skema menjual saham baru di bawah harga pasarnya. Misalnya, harga pelaksanaan rights issue Rp2.500, padahal harga pasar saham Rp3.000. Jika ada tambahan saham baru tetapi uang yang masuk ke perusahaan di bawah harga pasar, maka nilai dan harga pasar per saham otomatis akan turun.

Selain itu, persentase kepemilikan seorang pemegang saham akan berkurang jika ia diam saja. Mengapa? rights issue akan menambah jumlah saham beredar perusahaan. Jika investor tidak menjalankan (exercise) haknya untuk membeli saham baru perusahaan maka persentase kepemilikannya akan berkurang (dilusi kontrol perusahaan).

Maka, agar tidak rugi akibat dilusi, pemegang saham harus melaksanakan HMETD- nya yakni membeli saham baru yang ditawarkan saat proses rights issue. Bagaimana jika pemegang saham tidak memiliki dana untuk membeli saham baru? Atau bagaimana jika ia tidak bersedia menambah persentase kepemilikannya di perusahaan tersebut? Ada mekanisme pengalihan hak, atau dengan kata lain HMETD bisa dijual kepada investor lain yang berminat menjadi pemegang saham.

Hasil penjualan HMETD bisa dipakai untuk menutupi kerugian akibat dilusi harga saham. Hal ini, misalnya, pernah dilakukan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas saat rights issue Bank Mandiri pada awal 2011. Dalam hal ini uang dari penjualan HMETD diharapkan bisa menutupi efek dilusi nilai saham, namun pemegang saham harus siap menghadapi konsekuensi penurunan persentase kepemilikan.

Pada rights issue Bank Mandiri, pemerintah sengaja menurunkan kepemilikan dari 67% menjadi 60%. Sebelum melaksanakan HMETD, pemegang saham sebaiknya mencermati tujuan dari penambahan modal ekuitas. Pada umumnya, perusahaan menggunakan dana dari rights issue untuk membiayai investasi atau akuisisi, memperkuat permodalan (khususnya untuk bank) dan memperbaiki struktur modal (mengurangi utang).

Selain itu, rights issue bisa dipakai untuk menambah kepemilikan saham pada anak perusahaan. Tujuan untuk menambah investasi adalah yang terbaik karena mendukung strategi pertumbuhan perusahaan. Tentunya dengan mencermati jenis investasi baru yang diambil perusahaan. Jika investor tidak suka strategi perusahaan, ia bisa menjual HMETD miliknya.

Ambil contoh, rights issue PT Waskita Karya, Tbk (WSKT) yang dilakukan tahun lalu. Target dana yang bisa dikumpulkan dalam aksi dalam aksi korporasi tersebut kurang lebih Rp5,3 triliun. Tujuannya untuk modal proyek pembangunan jalan tol di Jawa dan Sumatera. Setiap pemegang 100.000 saham lama yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham WSKT pada 22 Juni 2015 pukul 16.00 WIB berhak atas 36.852 HMETD.

Setiap satu HMETD memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli 1 saham baru dengan harga pelaksanaan Rp1.450. Harga pasar saham WSKT saat itu sekitar Rp1.600. Bagi pemegang saham yang melaksanakan haknya, akan tersenyum lebar karena kini harga saham WSKT telah menyentuh Rp2.600. Pemerintah yang memiliki 66% saham WSKT melaksanakan HMETD-nya untuk mempertahankan proporsi kepemilikan saham.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9246 seconds (0.1#10.140)