Benahi Armada Mudik, Pemerintah Diminta Gandeng Pengusaha Otobus
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha otobus menilai penyelenggaraan angkutan mudik dan balik Lebaran tahun ini adalah yang terburuk dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan kemacetan parah yang terjadi di Brebes Timur akibat pengoperasian jalan bebas hambatan hingga kawasan tersebut.
Karena itu, pengusaha otobus meminta pemerintah mengajak mereka berdiskusi untuk menyelenggarakan angkutan Lebaran yang lebih lagi pada 2017.
“Ini buruk. Karena kemacetan panjang tersebut biaya operasional perusahaan membengkak hingga 30%. Kami juga disemprot oleh calon penumpang karena keterlambatan armada,” ungkap Direktur Perusahaan Otobus Eka Sari Lorena, Eka Sari Lorena Soerbakti saat halal bihalal dengan awak media di Jakarta.
Kemacetan hingga berhari-hari ini juga membuktikan bahwa pengoperasian jalan tol bukan solusi utama dalam mengurai kemacetan atau kepadatan lalu lintas, khususnya dalam penyelenggaraan arus mudik dan balik Lebaran. "Tol hingga Brexit ternyata membuat kemacetan bertambah panjang, bukan menguranginya (macet)," sesal Eka.
Disinggung percepatan pembangunan tol Trans Jawa, dia pun mengaku khawatir kemacetan bakal tetap terjadi. Sebab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah membangun tol Trans Jawa yang membentang dari Jakarta–Surabaya sejauh 661 kilometer. Proyek ini ditargetkan tuntas 2018.
"Membangun jalan tol itu baik di satu sisi, namun di sisi lain harus mengubah pelintas. Dari sekadar menggunakan kendaraan pribadi dengan kapasitas empat sampai tujuh orang menjadi naik bus dengan kapasitas puluhan orang," katanya.
Dia berpendapat cara terbaik untuk menyiapkan arus mudik Lebaran 2017 yang lebih baik adalah terjadi dialog antara pengusaha angkutan dengan pemerintah, sebagai regulator sedini mungkin. Dengan dialog, dapat diketahui apa harapan pemerintah. Di sisi lain pengusaha berharap pemerintah juga memahami apa hambatan dan tantangan yang mereka hadapi.
“Pemerintah tidak lagi sekadar memerintah saja. Bila pemerintah tidak menghendaki ban vulkanisir, misalnya, ya mari kita bahas bersama. Mari bahas mulai dari regulasinya hingga praktiknya selama ini. Ban pesawat saja ada yang vulkanisir. Kok ban bus tidak boleh?” tanya Eka.
Eka pun siap membuka data investasi yang selama ini dikucurkan oleh perusahaan bus. Pemerintah juga bisa mengecek ke karoseri terkait belanja modal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan otobus. “Coba saja pemerintah melihat bus-bus baru yang berseliweran di jalan raya,” katanya.
Tinjau Ulang Tarif
Pada kesempatan itu, Eka juga berharap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mau meninjau ulang ketentuan tarif batas bawah dan batas atas untuk bus. Sebab sudah dua tahun peraturan tersebut tidak diubah. “Padahal sesuai ketentuan di peraturan itu, besaran batas tarif ditinjau setiap enam bulan sekali. Kan inflasi terus bergerak,” pintanya.
Karena itu, pengusaha otobus meminta pemerintah mengajak mereka berdiskusi untuk menyelenggarakan angkutan Lebaran yang lebih lagi pada 2017.
“Ini buruk. Karena kemacetan panjang tersebut biaya operasional perusahaan membengkak hingga 30%. Kami juga disemprot oleh calon penumpang karena keterlambatan armada,” ungkap Direktur Perusahaan Otobus Eka Sari Lorena, Eka Sari Lorena Soerbakti saat halal bihalal dengan awak media di Jakarta.
Kemacetan hingga berhari-hari ini juga membuktikan bahwa pengoperasian jalan tol bukan solusi utama dalam mengurai kemacetan atau kepadatan lalu lintas, khususnya dalam penyelenggaraan arus mudik dan balik Lebaran. "Tol hingga Brexit ternyata membuat kemacetan bertambah panjang, bukan menguranginya (macet)," sesal Eka.
Disinggung percepatan pembangunan tol Trans Jawa, dia pun mengaku khawatir kemacetan bakal tetap terjadi. Sebab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah membangun tol Trans Jawa yang membentang dari Jakarta–Surabaya sejauh 661 kilometer. Proyek ini ditargetkan tuntas 2018.
"Membangun jalan tol itu baik di satu sisi, namun di sisi lain harus mengubah pelintas. Dari sekadar menggunakan kendaraan pribadi dengan kapasitas empat sampai tujuh orang menjadi naik bus dengan kapasitas puluhan orang," katanya.
Dia berpendapat cara terbaik untuk menyiapkan arus mudik Lebaran 2017 yang lebih baik adalah terjadi dialog antara pengusaha angkutan dengan pemerintah, sebagai regulator sedini mungkin. Dengan dialog, dapat diketahui apa harapan pemerintah. Di sisi lain pengusaha berharap pemerintah juga memahami apa hambatan dan tantangan yang mereka hadapi.
“Pemerintah tidak lagi sekadar memerintah saja. Bila pemerintah tidak menghendaki ban vulkanisir, misalnya, ya mari kita bahas bersama. Mari bahas mulai dari regulasinya hingga praktiknya selama ini. Ban pesawat saja ada yang vulkanisir. Kok ban bus tidak boleh?” tanya Eka.
Eka pun siap membuka data investasi yang selama ini dikucurkan oleh perusahaan bus. Pemerintah juga bisa mengecek ke karoseri terkait belanja modal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan otobus. “Coba saja pemerintah melihat bus-bus baru yang berseliweran di jalan raya,” katanya.
Tinjau Ulang Tarif
Pada kesempatan itu, Eka juga berharap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mau meninjau ulang ketentuan tarif batas bawah dan batas atas untuk bus. Sebab sudah dua tahun peraturan tersebut tidak diubah. “Padahal sesuai ketentuan di peraturan itu, besaran batas tarif ditinjau setiap enam bulan sekali. Kan inflasi terus bergerak,” pintanya.
(akr)