Stiglitz Sebut Apple Melakukan Kecurangan Pajak
A
A
A
NEW YORK - Masih ingat Joseph Eugene Stiglitz? Itu lho peraih hadiah Nobel Ekonomi pada 2001. Stiglitz kerap melontarkan kritikan terhadap kapitalisme dan pasar bebas. Dalam bukunya The Roaring Nineties yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia bertajuk Dekade Keserakahan (2006), Stiglitz menelanjangi habis praktik pasar bebas dan mengguritanya korupsi.
Bahkan ia pernah mengejek Dana Moneter Internasional alias IMF. “Ketika sebuah negara sedang terpuruk, IMF mengambil kesempatan dan memeras titik darah terakhirnya. IMF mengipasi api sehingga akhirnya seluruh kualinya meledak. Ia menyebabkan kematian banyak orang. Ia tidak peduli orang hidup atau mati. Kebijakannya mengecilkan demokrasi, agak mirip dengan Zaman Pertengahan atau Perang Opium,” ketusnya pada April 2001 lampau.
Kali ini, Stiglitz mengkritik raksasa teknologi AS, Apple Inc., yang dinilai melakukan “penipuan” atau tepatnya kecurangan pajak. Melansir Bloomberg, Sabtu (30/7/2016), alumnus Cambridge University, Inggris, tersebut menyebut longgarnya hukum pajak di AS membuat Apple mengadakan kecurangan dengan menaruh uangnya di negara berpajak rendah, yaitu Republik Irlandia.
Kritikan terhadap masalah pajak ini mirip dengan masalah tax amnesty yang juga digencarkan oleh Pemerintah Indonesia.
“Sistem pajak (di AS) saat ini, mendorong perusahaan untuk menyimpan uang mereka di luar negeri. Membuka celah yang luas melalui apa yang disebut sistem transfer-pricing yang memungkinkan mereka tidak hanya menyimpan uang mereka di luar negeri tapi secara efektif melarikan diri dari perpajakan,” ujarnya dalam sebuah wawancara televisi kepada Bloomberg.
Lelaki berusia 73 tahun ini menyarankan Pemerintah AS untuk mengembangkan rencana yang mendorong perusahaan seperti Apple membawa uangnya yang berada di luar negeri untuk kembali ke AS di bawah hukum mereka.
Menurut dia, uang Apple di luar negeri mencapai USD232 miliar, bila dirupiahkan mencapai Rp3.035 triliun (estimasi kurs Rp13.083/USD). Stiglitz menyatakan Apple memanfaatkan celah yang ada di sistem pajak AS untuk menggeser laba kena pajak AS ke luar negeri yaitu negara yang pajaknya rendah, yaitu Republik Irlandia.
“Di sini kita memiliki perusahaan terbesar di kapitalisasi, tidak hanya di Amerika tetapi di dunia, lebih besar dari General Motors. Dan mengklaim bahwa sebagian dari keuntungan berasal dari beberapa ratus orang yang bekerja di Irlandia, itu penipuan,” ujar Stiglitz keras.
Apple, kata dia, memiliki struktur perusahaan yang memungkinkan untuk mentransfer uang ke yurisdiksi pajak rendah, dan salah satu dari mereka adalah Irlandia, di mana tarif pajak korporasi adalah 12,5%, jauh di bawah tingkat hukum AS yaitu di atas 35%.
Badan Eksekutif Uni Eropa sendiri dikabarkan tengah menyelidiki apakah Irlandia melanggar aturan negara-negara UE dengan membantu Apple menurunkan kewajiban pajaknya di Irlandia.
Sementara itu, Apple menolak mengomentari pernyataan Stiglitz. Perusahaan yang didirikan mendiang Steve Jobs itu, dengan tegas membantah menggunakan gimmick pajak dan mengatakan kepada Panel Pajak Uni Eropa bahwa mereka telah membayar semua pajak yang ada di Irlandia. Dalam website-nya, Apple menyatakan mempekerjakan 5.500 tenaga kerja di Irlandia.
Bahkan ia pernah mengejek Dana Moneter Internasional alias IMF. “Ketika sebuah negara sedang terpuruk, IMF mengambil kesempatan dan memeras titik darah terakhirnya. IMF mengipasi api sehingga akhirnya seluruh kualinya meledak. Ia menyebabkan kematian banyak orang. Ia tidak peduli orang hidup atau mati. Kebijakannya mengecilkan demokrasi, agak mirip dengan Zaman Pertengahan atau Perang Opium,” ketusnya pada April 2001 lampau.
Kali ini, Stiglitz mengkritik raksasa teknologi AS, Apple Inc., yang dinilai melakukan “penipuan” atau tepatnya kecurangan pajak. Melansir Bloomberg, Sabtu (30/7/2016), alumnus Cambridge University, Inggris, tersebut menyebut longgarnya hukum pajak di AS membuat Apple mengadakan kecurangan dengan menaruh uangnya di negara berpajak rendah, yaitu Republik Irlandia.
Kritikan terhadap masalah pajak ini mirip dengan masalah tax amnesty yang juga digencarkan oleh Pemerintah Indonesia.
“Sistem pajak (di AS) saat ini, mendorong perusahaan untuk menyimpan uang mereka di luar negeri. Membuka celah yang luas melalui apa yang disebut sistem transfer-pricing yang memungkinkan mereka tidak hanya menyimpan uang mereka di luar negeri tapi secara efektif melarikan diri dari perpajakan,” ujarnya dalam sebuah wawancara televisi kepada Bloomberg.
Lelaki berusia 73 tahun ini menyarankan Pemerintah AS untuk mengembangkan rencana yang mendorong perusahaan seperti Apple membawa uangnya yang berada di luar negeri untuk kembali ke AS di bawah hukum mereka.
Menurut dia, uang Apple di luar negeri mencapai USD232 miliar, bila dirupiahkan mencapai Rp3.035 triliun (estimasi kurs Rp13.083/USD). Stiglitz menyatakan Apple memanfaatkan celah yang ada di sistem pajak AS untuk menggeser laba kena pajak AS ke luar negeri yaitu negara yang pajaknya rendah, yaitu Republik Irlandia.
“Di sini kita memiliki perusahaan terbesar di kapitalisasi, tidak hanya di Amerika tetapi di dunia, lebih besar dari General Motors. Dan mengklaim bahwa sebagian dari keuntungan berasal dari beberapa ratus orang yang bekerja di Irlandia, itu penipuan,” ujar Stiglitz keras.
Apple, kata dia, memiliki struktur perusahaan yang memungkinkan untuk mentransfer uang ke yurisdiksi pajak rendah, dan salah satu dari mereka adalah Irlandia, di mana tarif pajak korporasi adalah 12,5%, jauh di bawah tingkat hukum AS yaitu di atas 35%.
Badan Eksekutif Uni Eropa sendiri dikabarkan tengah menyelidiki apakah Irlandia melanggar aturan negara-negara UE dengan membantu Apple menurunkan kewajiban pajaknya di Irlandia.
Sementara itu, Apple menolak mengomentari pernyataan Stiglitz. Perusahaan yang didirikan mendiang Steve Jobs itu, dengan tegas membantah menggunakan gimmick pajak dan mengatakan kepada Panel Pajak Uni Eropa bahwa mereka telah membayar semua pajak yang ada di Irlandia. Dalam website-nya, Apple menyatakan mempekerjakan 5.500 tenaga kerja di Irlandia.
(ven)