Apple Diminta Repatriasi Pajak, Ini Kata CEO Tim Cook
A
A
A
WASHINGTON - Minimnya dana warga negara Indonesia di luar negeri yang melakukan repatriasi atas amnesti pajak, rupanya dialami Pemerintah Amerika Serikat. Raksasa teknologi AS, Apple Inc., menolak untuk membawa uangnya kembali dari luar negeri (repatriasi) bila tidak ada syarat yang menguntungkan. Merujuk The Washington Post, Senin (15/8/2016), CEO Apple Tim Cook angkat bicara atas persoalan Apple yang menghindar membayar pajak di AS.
Dalam sebuah wawancara dengan The Washington Post, Tim mengatakan Apple tidak akan melakukan repatriasi kecuali ada fair rate alias tarif yang adil. Pasalnya, tingkat tarif pajak perusahaan di AS mencapai 35% (pajak Federal) dan 5% untuk pajak negara bagian. Dan hal itu merupakan yang tertinggi di negara maju.
Gergasi teknologi yang dibangun mendiang Steve Jobs itu, diperkirakan telah memarkir uangnya lebih dari USD2 triliun di luar negeri, salah satunya Irlandia yang menerapkan pajak lebih rendah. Negara tersebut merupakan anggota Uni Eropa yang menerapkan pajak terendah. Banyak perusahaan multinasional berbondong-bondong untuk menyimpan uangnya di sana.
Namun Tim menyebut tindakan mereka adalah legal dan Irlandia bukan negara surga pajak. “Kami tidak mencari surga pajak atau sesuatu untuk menyimpannya di suatu tempat. Kami menjual banyak produk di mana-mana," ujarnya. (Baca: Stiglitz Sebut Apple Melakukan Kecurangan Pajak)
Tindakan Apple yang mangkir dari pajak membuat sebagian warga AS menyebut mereka tidak patriotik. “Ini bukan soal menjadi patriotik atau tidak patriotik. Dan tidak ada kaitannya jika semakin banyak Anda membayar pajak maka semakin patriotik Anda,” kecamnya balik.
Tim mengatakan pihaknya akan melakukan repatriasi bilamana Kongres dan Presiden AS memberlakukan reformasi pajak. Ia pun berharap reformasi pajak dapat dilakukan tahun depan, dimana Negeri Abang Sam sudah mempunyai presiden yang baru.
Melansir CNBC, Senin (15/8), kandidat presiden dari Partai Republik, Donald Trump baru-baru ini meluncurkan rencana reformasi pajak yang menurunkan tarif pajak tingkat perusahaan dari 35% menjadi 15%.
Sebaliknya, calon Partai Demokrat, Hillary Clinton yang mendapat dukungan dari Cook dan miliarder Warren Buffet, justru ingin menerapkan pajak yang lebih tinggi bagi orang kaya dan peraturan yang mencegah perusahaan menaruh uangnya di luar negeri atau menghindari pajak AS.
Dan menurut Tim, mereka tidak akan mau melakukan repatriasi sebelum adanya perubahan. “Bila kami melakukan repatriasi, maka kami menghadapi pajak Federal 35 persen ditambah pajak negara bagian lima persen. Jadi kami menghadapi pajak 40 persen. Kami tidak akan membawanya (repatriasi) sampai ada tarif yang adil, jadi tidak ada perdebatan soal itu,” tandasnya.
Tarif pajak penghasilan badan kini menjadi subjek perdebatan sengit dalam debat Capres AS. Kubu Republik ingin menurunkan tarif pajak agar perusahaan-perusahaan AS yang menaruh uangnya di luar negeri mau kembali. Hasil pajak dari reformasi pajak perusahaan dapat dimanfaatkan AS untuk investasi dalam infrastruktur, jalan, jembatan dan bandara.
Dalam sebuah wawancara dengan The Washington Post, Tim mengatakan Apple tidak akan melakukan repatriasi kecuali ada fair rate alias tarif yang adil. Pasalnya, tingkat tarif pajak perusahaan di AS mencapai 35% (pajak Federal) dan 5% untuk pajak negara bagian. Dan hal itu merupakan yang tertinggi di negara maju.
Gergasi teknologi yang dibangun mendiang Steve Jobs itu, diperkirakan telah memarkir uangnya lebih dari USD2 triliun di luar negeri, salah satunya Irlandia yang menerapkan pajak lebih rendah. Negara tersebut merupakan anggota Uni Eropa yang menerapkan pajak terendah. Banyak perusahaan multinasional berbondong-bondong untuk menyimpan uangnya di sana.
Namun Tim menyebut tindakan mereka adalah legal dan Irlandia bukan negara surga pajak. “Kami tidak mencari surga pajak atau sesuatu untuk menyimpannya di suatu tempat. Kami menjual banyak produk di mana-mana," ujarnya. (Baca: Stiglitz Sebut Apple Melakukan Kecurangan Pajak)
Tindakan Apple yang mangkir dari pajak membuat sebagian warga AS menyebut mereka tidak patriotik. “Ini bukan soal menjadi patriotik atau tidak patriotik. Dan tidak ada kaitannya jika semakin banyak Anda membayar pajak maka semakin patriotik Anda,” kecamnya balik.
Tim mengatakan pihaknya akan melakukan repatriasi bilamana Kongres dan Presiden AS memberlakukan reformasi pajak. Ia pun berharap reformasi pajak dapat dilakukan tahun depan, dimana Negeri Abang Sam sudah mempunyai presiden yang baru.
Melansir CNBC, Senin (15/8), kandidat presiden dari Partai Republik, Donald Trump baru-baru ini meluncurkan rencana reformasi pajak yang menurunkan tarif pajak tingkat perusahaan dari 35% menjadi 15%.
Sebaliknya, calon Partai Demokrat, Hillary Clinton yang mendapat dukungan dari Cook dan miliarder Warren Buffet, justru ingin menerapkan pajak yang lebih tinggi bagi orang kaya dan peraturan yang mencegah perusahaan menaruh uangnya di luar negeri atau menghindari pajak AS.
Dan menurut Tim, mereka tidak akan mau melakukan repatriasi sebelum adanya perubahan. “Bila kami melakukan repatriasi, maka kami menghadapi pajak Federal 35 persen ditambah pajak negara bagian lima persen. Jadi kami menghadapi pajak 40 persen. Kami tidak akan membawanya (repatriasi) sampai ada tarif yang adil, jadi tidak ada perdebatan soal itu,” tandasnya.
Tarif pajak penghasilan badan kini menjadi subjek perdebatan sengit dalam debat Capres AS. Kubu Republik ingin menurunkan tarif pajak agar perusahaan-perusahaan AS yang menaruh uangnya di luar negeri mau kembali. Hasil pajak dari reformasi pajak perusahaan dapat dimanfaatkan AS untuk investasi dalam infrastruktur, jalan, jembatan dan bandara.
(ven)