Tips Investasi Bagi 'Generasi Pokemon'

Minggu, 04 September 2016 - 14:15 WIB
Tips Investasi Bagi Generasi Pokemon
Tips Investasi Bagi 'Generasi Pokemon'
A A A
JAKARTA - Minggu lalu saya diwawancarai seorang jurnalis KORAN SINDO mengenai tren berinvestasi pada generasi muda (berusia sekitar 18 hingga 30 tahun). Sebut saja mereka adalah ”Generasi Pokemon”. Salah satu pertanyaannya adalah apa tips bagi investor pemula. Maklumlah, investasi tidak segampang memainkan game Pokemon Go.

(Baca Juga: Menangkap Saham Pokemon)

Berinvestasi tidak hanya masalah disiplin menabung untuk hari depan tetapi juga berjuang melawan inflasi (kenaikan harga barang dan jasa). Kalau uang yang kita investasikan per-tumbuhannya kalah dari inflasi, secara jangka panjang kita justru makin miskin karena daya beli melemah.

Deposito uang di bank, meskipun aman sepanjang jumlahnya tidak lebih dari Rp2 miliar, bukan alternatif terbaik karena bunga deposito yang diperoleh kadang kalah dari inflasi. Misalnya, kenaikan harga properti bisa mencapai 15%, sedangkan bunga deposito hanya sekitar 7%.

Investasi selain deposito misalnya saham, mengandung risiko yang tidak kecil. Maka generasi muda harus berhati-hati memilih instrumen investasi, serta memiliki pengetahuan yang cukup tentang investasi.

Menyadari hal ini, tahun 2011 saya menyusun buku ”Smiling Investor ” bagi investor pemula, terutama kaum muda. Dalam buku tersebut saya membagikan lima langkah berinvestasi secara sehat. Saya singkat menjadi TITIS, yang dalam bahasa Jawa berarti tepat sasaran.

T pertama adalah singkatan dari TUJUAN.

Ini langkah pertama dan amat penting dalam berinvestasi. Apa tujuan kita berinvestasi? Cepat kaya? Sekolah MBA di Harvard lima tahun mendatang? Persiapan pensiun 30 tahun lagi? Sebaiknya kita membuat tujuan yang lebih spesifik. Misalnya, jumlah uang yang akan diinvestasikan, risiko yang berani ditanggung, dan jangka waktu investasi.

Tujuan inilah yang menentukan apakah kita akan trading saham yang memanfaatkan fluktuasi harga saham jangka pendek atau berinvestasi saham dengan jangka waktu lebih panjang (buy and hold). Trading saham memiliki risiko yang lebih tinggi daripada buy and hold .

I kedua adalah singkatan dari INSTRUMEN.

Pilihlah instrumen investasi yang sesuai dengan tujuan investasi pilihan. Untuk tujuan investasi jangka panjang, investasi pada saham menawarkan imbal hasil terbaik. Investasi saham juga tidak ribet sehingga cocok untuk kaum muda yang berinvestasi sambil bekerja.

Namun saham memiliki gradasi imbal hasil dan risiko yang amat lebar. Jangan sampai kita membeli saham gorengan atau saham yang prospeknya suram untuk investasi jangka panjang.

Huruf T kedua merujuk pada TELITI.

Dana yang diinvestasikan jumlahnya tidak sedikit. Jangan sampai salah pilih. Ibarat memilih calon pasangan hidup, harus dipertimbangkan bibit, bebet, dan bobotnya. Berinvestasi juga demikian, harus teliti sebelum berinvestasi. Ingatlah selalu nasihat ”buy what you know, know what you buy.”

Huruf I kedua merupakan singkatan dari INVESTASI.

Lho kok? Kata investasi perlu disebutkan karena investor sering lupa bahwa ia sedang berinvestasi, bukan berspekulasi. Ada tiga unsur yang membedakan sebuah investasi dari spekulasi: (1) ada analisis yang komprehensif sebelum membuat keputusan, (2) probabilitas kehilangan dana investasi relatif rendah, dan (3) menjanjikan imbal hasil yang wajar.

Terakhir adalah huruf S, singkatan dari SEBARKAN RISIKO.

Ingat bahwa investasi selalu memiliki dua sisi: imbal hasil dan risiko. Janganlah menjadi ”investor bajak laut” yang cuma punya satu mata, yaitu hanya bisa melihat sisi imbal hasil. Cara mengelola risiko adalah dengan menyebarkan dana (diversifikasi) ke berbagai instrumen investasi. Sebagai tambahan TITIS, ada tiga karakteristik yang harus dimiliki oleh investor agar sukses. Saya singkat 3P.

Pertama, PERCAYA DIRI.

Jangan takut gagal berinvestasi karena kita tidak memiliki latar belakang pendidikan bisnis yang cukup. Yang menentukan hasil akhir bukanlah kepala (head) tetapi keberanian (gut) mengambil risiko. Namun kita harus berani mengambil risiko secara cermat (calculated risk ), bukan ”bonek” alias asal nekat.

Kedua, PENGETAHUAN.

Investor yang punya pengetahuan dan mau melakukan riset sebelum membeli sebuah saham memiliki kemungkinan berhasil yang lebih tinggi. Ada kisah nyata tentang siswa SMA di Amerika Serikat yang lebih jago memilih saham daripada para profesional pengelola uang. Mereka ternyata memilih saham perusahaan yang produknya biasa mereka gunakan.

Ketiga, PENGENDALIAN DIRI.


Meskipun mumpuni di bidang matematika, keuangan, dan bisnis, jika investor tidak bisa mengendalikan emosinya, ia tidak akan menjadi investor yang sukses. Pengendalian diri berarti menjaga diri untuk tidak terlalu takut (fear ) namun juga tidak serakah (greedy ) yang bisa berakibat overdosis dalam mengambil risiko.

Kasus investasi bodong sering memakan korban orang berpendidikan karena mereka tidak bisa menahan hasrat keserakahan. Saat kaum muda mulai berinvestasi, ingatlah selalu TITIS dan PPP.

Lukas Setia Atmaja
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7092 seconds (0.1#10.140)