Gappindo: Industri Olahan Ikan Indonesia Masih Nelangsa
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Herwindo, mengungkapkan soal nasib industri olahan ikan di Tanah Air yang berjalan di tempat. Hal ini disebabkan karena produk tangkapan nelayan di Indonesia masih rendah, sehingga belum cocok untuk industri olahan ikan dalam kalengan.
"Tangkapan nelayan itu belum cocok untuk industri, standar masih rendah. Tuna main seret saja, ini kan enggak boleh," ujarnya di Jakarta, Senin (19/9/2016).
Begitu pula dengan daya saing untuk masuk ke pasar ekspor. Menurut dia, sulitnya industri ikan kalengan bersaing dengan kompetitor mancanegara karena harga bahan baku kaleng yang tinggi.
Bahkan, kata Herwindo, harga bahan baku kaleng lebih mahal ketimbang harga ikan di dalamnya. Karena kemasan kaleng tersebut diperoleh melalui impor. (Baca: 7.000 Karyawan di PHK, Luhut Dicurhati Asosiasi Perikanan)
"Kita mau bikin ikan kaleng menurut saya percuma deh. Harga kaleng lebih mahal daripada ikannya, kaleng kan impor. Sehingga kita enggak punya daya saing," katanya.
Celakanya, impor bahan baku kaleng itu lebih banyak ketimbang Indonesia mengekspor ikan kemasan. Alhasil, dia menyebut pabrik pengolahan ikan di Indonesia dalam kondisi nelangsa.
Selain, produk tangkapan masih rendah, bahan baku yang mahal, juga konsumsi dalam negeri yang rendah. Hal ini berdampak ironis, dimana industri olahan ikan domestik tergerus di negerinya sendiri.
"Kondisi saat ini enggak baik memang, menurun saja. Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti) bilang ya benar juga, masih seperti begini," pungkasnya.
"Tangkapan nelayan itu belum cocok untuk industri, standar masih rendah. Tuna main seret saja, ini kan enggak boleh," ujarnya di Jakarta, Senin (19/9/2016).
Begitu pula dengan daya saing untuk masuk ke pasar ekspor. Menurut dia, sulitnya industri ikan kalengan bersaing dengan kompetitor mancanegara karena harga bahan baku kaleng yang tinggi.
Bahkan, kata Herwindo, harga bahan baku kaleng lebih mahal ketimbang harga ikan di dalamnya. Karena kemasan kaleng tersebut diperoleh melalui impor. (Baca: 7.000 Karyawan di PHK, Luhut Dicurhati Asosiasi Perikanan)
"Kita mau bikin ikan kaleng menurut saya percuma deh. Harga kaleng lebih mahal daripada ikannya, kaleng kan impor. Sehingga kita enggak punya daya saing," katanya.
Celakanya, impor bahan baku kaleng itu lebih banyak ketimbang Indonesia mengekspor ikan kemasan. Alhasil, dia menyebut pabrik pengolahan ikan di Indonesia dalam kondisi nelangsa.
Selain, produk tangkapan masih rendah, bahan baku yang mahal, juga konsumsi dalam negeri yang rendah. Hal ini berdampak ironis, dimana industri olahan ikan domestik tergerus di negerinya sendiri.
"Kondisi saat ini enggak baik memang, menurun saja. Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti) bilang ya benar juga, masih seperti begini," pungkasnya.
(ven)