Universitas Prasetiya Mulya Asah Kemampuan Wirausaha Warga Desa
A
A
A
HERAWANDY atau biasa disapa Kang Hera pembuat keripik pisang dari Desa sukaraharja, Kecamatan Cibeber, ini kurang lancar saat menceritakan pengalaman bisnisnya dengan bahasa Indonesia. Maklum, tumbuh di tempat yang jauh dari kota, dalam kesehariannya dia berbahasa Sunda. Alhasil ketika mengungkapkan sesuatu dengan bahasa Indonesia dia kerepotan.
Kang Hera adalah salah satu mitra usaha yang dibina oleh Universitas Prasetiya Mulya (UPM) dengan program Community Development (Comdev). Dia adalah penerima bantuan dari 2014 hingga 2016.
Sejak awal, Kang Hera mengaku senang menerima bantuan dari mahasiswa UPM. ”Sejak saya diterangkan mengenai kerja sama ini, saya merasa senang. Saya pikir, ini berbeda dengan yang lain. Kalau program dengan yang lain, setelah selesai kegiatan, mereka meninggalkan begitu saja. Tetapi di Comdev ini, dibina mulai awal hingga akhir,” katanya.
Menurutnya, Comdev ini sangat mendengarkan ide dari mitra binaan. Dia mencontohkan, keripik pisang yang disukai masyarakat kota dan dan desa itu berbeda. ”Kalau orang kota mungkin suka yang renyah, tapi kalau orang desa lebih suka yang agak keras sedikit. Namun, mahasiswa Comdev tidak memaksakan kami untuk membuat yang gurih, tetapi membuat yang memang disukai oleh pelanggan, yang agak keras,” ujarnya.
Alhasil, semenjak didampingi mahasiswa Comdev, omzet Kang Hera melesat tajam. ”Omzet saya, yang awalnya hanya seratusan ribu, sekarang sudah jutaan per minggu,”ceritanya.
Sejumlah toko makanan telah menjadi langganan tetapnya. Tak heran kehidupan rumah tangganya semakin baik. ”Saya sedang menawar tanah di dekat rumah untuk perkebunan pisang,” ceritanya.
Selain Kang Hera, masih ada 50-an mitra usaha lain, yang telah berhasil dibina mahasiswa UPM. Muhammad Setiawan Kusmulyono, MM atau yang biasa disapa Mas Kelly UPM menjelaskan, melalui program Comdev UPM mengasah jiwa sosial entrepreneur mahasiswa. ”Ini adalah program pendampingan untuk desa berbasis kewirausahaan,” ungkapnya dalam paparannya di media talk "Pengabdian Inklusif dan Berkelanjutan melalui Entrepeneurship" di Jakarta, Senin 25 September 2016.
Program ini menurut Kelly berbeda dengan KKN. Dalam program Comdev, mahasiswa yang berkelompok antara 7-10 orang membina warga desa untuk berwirausaha. ”Mereka tidak memberikan uang cash tetapi berupa alat, dan ilmu untuk mengembangkan usaha. Ilmu marketing, ilmu keuangan dan lain-lain. Mereka didampingi selama 6 bulan. Namun setelah itu, mereka tetap dapat berdiskusi untuk kelangsungan usaha yang dibina,” ungkapnya.
Kelly menuturkan pada dasarnya program ini adalah pengejawantahan dari peran perguruan tinggi yang tidak menjadi menara gading, tetapi menjadi menara air. Yakni memberikan manfaat untuk sesama.
”Ilmu yang diberikan mahasiswa sangat bermanfaat untuk pengembangan usaha para mitra binaan ini. Contohnya, kalau dulu para pengrajin ini usai jualan akan membeli barang-barang konsumtif, namun sekarang mereka lebih memilih membeli barang-barang produksi. Banyak juga yang akhirnya sekarang dapat membeli lahan untuk menanam sebagai bahan produksinya,” ungkapnya.
Wakil Dekan Kemahasiswaan Sekolah Bisnis dan Ekonomi UPM, Rudy Handoko mengatakan, Comdev adalah upaya menumbuhkan kepekaan membantu lingkungan sekitar. ”Kalau CSR itu bantuan yang hanya untuk konsumtif. Tetapi kalau program ini untuk produktif,” ungkapnya.
Dia menuturkan, membina desa itu diibaratkan lari marathon yaitu pendampingan yang berkelanjutan. Tahun depan, sekitar 750 mahasiswa akan diturunkan untuk membina desa. ”Membina desa adalah kewajiban kita semua, termasuk institusi pendidikan,” ujarnya. [atik/info]
Kang Hera adalah salah satu mitra usaha yang dibina oleh Universitas Prasetiya Mulya (UPM) dengan program Community Development (Comdev). Dia adalah penerima bantuan dari 2014 hingga 2016.
Sejak awal, Kang Hera mengaku senang menerima bantuan dari mahasiswa UPM. ”Sejak saya diterangkan mengenai kerja sama ini, saya merasa senang. Saya pikir, ini berbeda dengan yang lain. Kalau program dengan yang lain, setelah selesai kegiatan, mereka meninggalkan begitu saja. Tetapi di Comdev ini, dibina mulai awal hingga akhir,” katanya.
Menurutnya, Comdev ini sangat mendengarkan ide dari mitra binaan. Dia mencontohkan, keripik pisang yang disukai masyarakat kota dan dan desa itu berbeda. ”Kalau orang kota mungkin suka yang renyah, tapi kalau orang desa lebih suka yang agak keras sedikit. Namun, mahasiswa Comdev tidak memaksakan kami untuk membuat yang gurih, tetapi membuat yang memang disukai oleh pelanggan, yang agak keras,” ujarnya.
Alhasil, semenjak didampingi mahasiswa Comdev, omzet Kang Hera melesat tajam. ”Omzet saya, yang awalnya hanya seratusan ribu, sekarang sudah jutaan per minggu,”ceritanya.
Sejumlah toko makanan telah menjadi langganan tetapnya. Tak heran kehidupan rumah tangganya semakin baik. ”Saya sedang menawar tanah di dekat rumah untuk perkebunan pisang,” ceritanya.
Selain Kang Hera, masih ada 50-an mitra usaha lain, yang telah berhasil dibina mahasiswa UPM. Muhammad Setiawan Kusmulyono, MM atau yang biasa disapa Mas Kelly UPM menjelaskan, melalui program Comdev UPM mengasah jiwa sosial entrepreneur mahasiswa. ”Ini adalah program pendampingan untuk desa berbasis kewirausahaan,” ungkapnya dalam paparannya di media talk "Pengabdian Inklusif dan Berkelanjutan melalui Entrepeneurship" di Jakarta, Senin 25 September 2016.
Program ini menurut Kelly berbeda dengan KKN. Dalam program Comdev, mahasiswa yang berkelompok antara 7-10 orang membina warga desa untuk berwirausaha. ”Mereka tidak memberikan uang cash tetapi berupa alat, dan ilmu untuk mengembangkan usaha. Ilmu marketing, ilmu keuangan dan lain-lain. Mereka didampingi selama 6 bulan. Namun setelah itu, mereka tetap dapat berdiskusi untuk kelangsungan usaha yang dibina,” ungkapnya.
Kelly menuturkan pada dasarnya program ini adalah pengejawantahan dari peran perguruan tinggi yang tidak menjadi menara gading, tetapi menjadi menara air. Yakni memberikan manfaat untuk sesama.
”Ilmu yang diberikan mahasiswa sangat bermanfaat untuk pengembangan usaha para mitra binaan ini. Contohnya, kalau dulu para pengrajin ini usai jualan akan membeli barang-barang konsumtif, namun sekarang mereka lebih memilih membeli barang-barang produksi. Banyak juga yang akhirnya sekarang dapat membeli lahan untuk menanam sebagai bahan produksinya,” ungkapnya.
Wakil Dekan Kemahasiswaan Sekolah Bisnis dan Ekonomi UPM, Rudy Handoko mengatakan, Comdev adalah upaya menumbuhkan kepekaan membantu lingkungan sekitar. ”Kalau CSR itu bantuan yang hanya untuk konsumtif. Tetapi kalau program ini untuk produktif,” ungkapnya.
Dia menuturkan, membina desa itu diibaratkan lari marathon yaitu pendampingan yang berkelanjutan. Tahun depan, sekitar 750 mahasiswa akan diturunkan untuk membina desa. ”Membina desa adalah kewajiban kita semua, termasuk institusi pendidikan,” ujarnya. [atik/info]
(poe)