Ekspor Yogyakarta Naik 50%
A
A
A
YOGYAKARTA - Nilai ekspor barang dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikirim melalui beberapa pelabuhan di Indonesia selama bulan Agustus 2016, naik dibanding dengan bulan sebelumnya. India menjadi negara tujuan ekspor dengan kenaikan terbesar selama bulan Agustus kemarin. Sementara secara kumulatif, perkembangan terbesar selama tahun 2016 dengan negara tujuan Perancis.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta, Bambang Kristiyanto mengatakan nilai ekspor Yogyakarta yang dikirim melalui beberapa pelabuhan selama bulan Agustus tercatat sebesar USD25,426 juta. Jumlah tersebut naik cukup signifikan dibanding dengan sebelumnya yang hanya sekitar USD16,92 juta atau naik sekitar 50,27% dibanding dengan sebelumnya.
"Secara kumulatif dari bulan Januari sampai Agustus justru turun dibanding periode yang sama tahun lalu. Turun sekitar 1,76%," tuturnya, Rabu (5/10/2016).
Tiga negara menjadi tujuan ekspor terbesar di Yogyakarta selama bulan Agustus adalah Amerika Serikat, Jerman dan Jepang. Total ekspor Yogyakarta ke Amerika Serikat mencapai USD9,14 juta atau komposisinya 35,96% dari seluruh ekspor mereka. Sementara ekspor ke Jerman mencapai USD2,47 juta. Jerman menduduki urutan kedua dengan kontribusi sebesar 9,72 % dari seluruh ekspor Yogyakarta dan nilai ekspor Jepang mencapai USD627.333 dengan kontribusi sekitar 2,47%.
Secara keseluruhan, kenaikan ekspor selama bulan Agustus yang lalu imbas dari kenaikan ekspor di 10 negara tujuan. Empat negara dengan peningkatan ekspor terbesar adalah India naik sebesar 277,69%, Inggris sebesar 202,84%, Kanada naik 131,94% dan Belanda naik 100,73% dibanding dengan bulan sebelumnya.
Namun jika dihitung dalam periode Januari-Agustus 2016, India juga mengalami peningkatan terbesar dibanding periode yang sama tahun 2015 lalu. Dibanding tahun 2015, secara keseluruhan nilai ekspor ke India mengalami peningkatan 74,65%. Sementara ekspor ke Australia justru mengalami penurunan paling besar, karena turun hingga 30,73%.
"Kalau ke ASEAN kita tumbuh 38,17% selama bulan Agustus. Tetapi kalau dibanding periode yang sama tahun lalu, ekspor Yogyakarta ke negara-negara ASEAN turun 16,74%," paparnya.
Bambang mengungkapkan, komoditas utama yang menjadi andalan ekspor selama bulan Agustus adalah pakaian jadi bukan rajutan. Kontribusi dari pakaian jadi bukan rajutan tersebut mencapai 36,69%. Sementara perabot, penerangan rumah memiliki andil sebesar 12,56% dan kontribusi ketiga masih seperti sebelumnya yaitu barang-barang dari kulit, yang mencapai 7,9%.
Sepuluh komoditas utama yaitu pakaian jadi bukan rajutan, perabot dan penerangan rumah, barang-barang dari kulit, barang-barang rajutan, bahan kimia organik, kertas atau karton, bulu unggas, plastik dan barang dari plastik, mesin atau peralatan listrik serta penutup kepala mengalami kenaikan selama bulan Agustus. Kenaikan ekspor terbesar adalah kertas atau karton sekitar 550,88%. "Yang turun paling banyak adalah barang-barang dari kulit. Turun sekitar 19,16%," ujarnya.
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (HIMKI) Yogyakarta, Timbul Raharjo mengatakan, selama ini Yogyakarta memang masih bergantung pada komoditas tekstil serta mebel untuk ekspor ke luar negeri. Sektor lain masih kecil memberikan kontribusinya karena sumber daya yang ada di sektor lain juga belum begitu besar. "Selalu dari dulu kontribusi terbesar yaitu tekstil terus disusul mebel dan kerajinan," ungkapnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta, Bambang Kristiyanto mengatakan nilai ekspor Yogyakarta yang dikirim melalui beberapa pelabuhan selama bulan Agustus tercatat sebesar USD25,426 juta. Jumlah tersebut naik cukup signifikan dibanding dengan sebelumnya yang hanya sekitar USD16,92 juta atau naik sekitar 50,27% dibanding dengan sebelumnya.
"Secara kumulatif dari bulan Januari sampai Agustus justru turun dibanding periode yang sama tahun lalu. Turun sekitar 1,76%," tuturnya, Rabu (5/10/2016).
Tiga negara menjadi tujuan ekspor terbesar di Yogyakarta selama bulan Agustus adalah Amerika Serikat, Jerman dan Jepang. Total ekspor Yogyakarta ke Amerika Serikat mencapai USD9,14 juta atau komposisinya 35,96% dari seluruh ekspor mereka. Sementara ekspor ke Jerman mencapai USD2,47 juta. Jerman menduduki urutan kedua dengan kontribusi sebesar 9,72 % dari seluruh ekspor Yogyakarta dan nilai ekspor Jepang mencapai USD627.333 dengan kontribusi sekitar 2,47%.
Secara keseluruhan, kenaikan ekspor selama bulan Agustus yang lalu imbas dari kenaikan ekspor di 10 negara tujuan. Empat negara dengan peningkatan ekspor terbesar adalah India naik sebesar 277,69%, Inggris sebesar 202,84%, Kanada naik 131,94% dan Belanda naik 100,73% dibanding dengan bulan sebelumnya.
Namun jika dihitung dalam periode Januari-Agustus 2016, India juga mengalami peningkatan terbesar dibanding periode yang sama tahun 2015 lalu. Dibanding tahun 2015, secara keseluruhan nilai ekspor ke India mengalami peningkatan 74,65%. Sementara ekspor ke Australia justru mengalami penurunan paling besar, karena turun hingga 30,73%.
"Kalau ke ASEAN kita tumbuh 38,17% selama bulan Agustus. Tetapi kalau dibanding periode yang sama tahun lalu, ekspor Yogyakarta ke negara-negara ASEAN turun 16,74%," paparnya.
Bambang mengungkapkan, komoditas utama yang menjadi andalan ekspor selama bulan Agustus adalah pakaian jadi bukan rajutan. Kontribusi dari pakaian jadi bukan rajutan tersebut mencapai 36,69%. Sementara perabot, penerangan rumah memiliki andil sebesar 12,56% dan kontribusi ketiga masih seperti sebelumnya yaitu barang-barang dari kulit, yang mencapai 7,9%.
Sepuluh komoditas utama yaitu pakaian jadi bukan rajutan, perabot dan penerangan rumah, barang-barang dari kulit, barang-barang rajutan, bahan kimia organik, kertas atau karton, bulu unggas, plastik dan barang dari plastik, mesin atau peralatan listrik serta penutup kepala mengalami kenaikan selama bulan Agustus. Kenaikan ekspor terbesar adalah kertas atau karton sekitar 550,88%. "Yang turun paling banyak adalah barang-barang dari kulit. Turun sekitar 19,16%," ujarnya.
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (HIMKI) Yogyakarta, Timbul Raharjo mengatakan, selama ini Yogyakarta memang masih bergantung pada komoditas tekstil serta mebel untuk ekspor ke luar negeri. Sektor lain masih kecil memberikan kontribusinya karena sumber daya yang ada di sektor lain juga belum begitu besar. "Selalu dari dulu kontribusi terbesar yaitu tekstil terus disusul mebel dan kerajinan," ungkapnya.
(ven)