Harga Gas Melon di Bantul Melonjak Jadi Rp30.000/Tabung
A
A
A
BANTUL - Kelangkaan gas LPG tiga kilogram atau sering disebut gas melon masih menjadi permasalahan di tengah masyarakat, termasuk di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saking sulitnya, masyarakat harus merogoh uang lebih banyak dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan PT Pertamina, guna memboyong gas melon.
Seperti yang terlihat di Toko Sempit, Jalan Imogiri Timur Km 7, tepatnya di Dusun Grojogan, Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan. Pantauan KORAN SINDO YOGYA menemukan pemilik toko memajang gas 3 kg di tokonya dengan banderol Rp30.000 per tabung. Kendati mahal, dalam waktu hanya lima menit, dua orang pembeli menggunakan motor datang untuk membeli gas melon di toko tersebut.
Berlagak menjadi pembeli, KORAN SINDO YOGYA mencoba mengorek keterangan dari sang penjual gas. Tanpa menyebut nama, penjual mengatakan ia menjual gas melon dengan harga tinggi karena kesulitan untuk memperolehnya dari pangkalan. Bahkan ia harus mencari ke daerah Kecamatan Srandakan, yang notabene berjarak 20 km dari tempatnya berjualan. “Susah, saya nyarinya sudah kemana-mana tidak ada yang jual. Baru dapat dari Srandakan,” tutur wanita berjilbab ini, Selasa (18/10/2016).
Harga yang ia terapkan sebesar Rp 30.000 per tabung tersebut bukan tanpa alasan. Ia mengaku untuk mendapatkan gas harus menyuruh orang menggunakan mobil. Untuk menyuruh orang berkeliling menggunakan mobil harus mengeluarkan biaya tak sedikit. Sehingga untuk menutup biaya tersebut, maka ia menetapkan nilai jual gasnya mencapai Rp30.000 per tabung.
Di samping untuk menutup ongkos bensin dan upah dari orang yang mencari gas, harga tinggi ia terapkan karena ketika mendapatkan gas dari pangkalan di kawasan Kecamatan Srandakan juga sudah berada di harga yang tinggi pula. Ia mengaku mendapatkan gas dari kecamatan lain di harga Rp27.000 hingga Rp28.000 per tabung.
Seorang warga sekitar yang berada tak jauh dari toko mengaku sudah melihat pemilik toko tersebut menjual gas 3 kilogram sejak 2-3 minggu yang lalu. Meski harganya cukup mahal, ia mengaku terpaksa membelinya karena memang benar-benar membutuhkan. “Lha mau gimana lagi, daripada tidak masak,” tuturnya.
Ia sendiri mempertanyakan kebijakan yang diterapkan pemerintah sehingga membuat harga gas 3 kg melonjak. Jika memang akan dialihkan ke gas 5,5 kg seperti isu yang santer berkembang, sebenarnya ia dan warga lain tidak mempermasalahkannya. Hanya saja, ia meminta pemerintah menjamin pasokan gas 5,5 kg tersebut tetap ada dan tidak terjadi kelangkaan.
Communication & Relations Pertamina Jawa Bagian Tengah (JBT) Area Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Didi Andrian Indra Kusuma mengatakan kendati gas tersebut lari ke luar kecamatan alias dibeli dari kecamatan lain seperti yang terjadi di Bantul, namun menurutnya hal tersebut masih sah. Karena area kecamatan tersebut masih dalam satu kabupaten alias masih dalam satu rayon. “Kalau masih satu kabupaten itu belum keluar rayon,” ujarnya.
Didi menjelaskan, secara garis besar, penyediaan LPG 3 kg bagi masyarakat dilaksanakan dengan alur pengiriman suplai gas dari Depot maupun Terminal LPG yang diangkut menggunakan skidtank menuju Stasiun Pengangkutan Bulk Elpiji (SPBE). Setelah itu, dilaksanakan pengisian ke dalam tabung untuk kemudian disalurkan melalui agen LPG yang selanjutnya mengirimkan pasokan LPG kepada pangkalan resmi.
Untuk mencirikan pangkalan resmi LPG sebagai salah satu jalur penjualan resmi LPG Pertamina adalah melalui papan nama khusus yang mencantumkan nama pemilik pangkalan, alamat lengkap pangkalan, asal agen penyedia dan keterangan Harga Ekonomi Tertinggi (HET) yang berlaku. Jumlah pangkalan resmi bervariasi di tiap-tiap daerah. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki total 45 agen resmi yang menyalurkan LPG, baik subsidi maupun non subsidi, ke berbagai lokasi, termasuk ke 4.087 pangkalan resmi.
“Apabila pelanggan ingin mendapatkan Harga Eceren Tertinggi (HET) yang sesuai dengan SK Gubernur, dianjurkan untuk melakukan pembelian melalui pangakalan,” tandasnya.
General Manager PT Pertamina Marketing Operational Region (MOR) IV, Kusnendar menandaskan jika pihaknya sudah menambah pasokan sebanyak 5% setelah sebelumnya menambah sebanyak 6% di bulan Oktober ini. Ia membantah jika meluasnya masyarakat kesulitan mendapatkan gas 3 kg karena kesengajaan, dimana masyarakat perlahan-lahan akan diarahkan untuk menggunakan gas ukuran 5,5 kg.
“Ini tidak ada kaitannya dengan gas 5,5 kg. Kami memang sedang berusaha meningkatkan penjualan tetapi gas 3 kg pasokannya tetap akan kami tambah berapapun yang dibutuhkan. Saat ini memang terjadi kenaikan permintaan karena musim hujan, banyak pengguna kayu bakar yang beralih ke gas,” paparnya.
Seperti yang terlihat di Toko Sempit, Jalan Imogiri Timur Km 7, tepatnya di Dusun Grojogan, Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan. Pantauan KORAN SINDO YOGYA menemukan pemilik toko memajang gas 3 kg di tokonya dengan banderol Rp30.000 per tabung. Kendati mahal, dalam waktu hanya lima menit, dua orang pembeli menggunakan motor datang untuk membeli gas melon di toko tersebut.
Berlagak menjadi pembeli, KORAN SINDO YOGYA mencoba mengorek keterangan dari sang penjual gas. Tanpa menyebut nama, penjual mengatakan ia menjual gas melon dengan harga tinggi karena kesulitan untuk memperolehnya dari pangkalan. Bahkan ia harus mencari ke daerah Kecamatan Srandakan, yang notabene berjarak 20 km dari tempatnya berjualan. “Susah, saya nyarinya sudah kemana-mana tidak ada yang jual. Baru dapat dari Srandakan,” tutur wanita berjilbab ini, Selasa (18/10/2016).
Harga yang ia terapkan sebesar Rp 30.000 per tabung tersebut bukan tanpa alasan. Ia mengaku untuk mendapatkan gas harus menyuruh orang menggunakan mobil. Untuk menyuruh orang berkeliling menggunakan mobil harus mengeluarkan biaya tak sedikit. Sehingga untuk menutup biaya tersebut, maka ia menetapkan nilai jual gasnya mencapai Rp30.000 per tabung.
Di samping untuk menutup ongkos bensin dan upah dari orang yang mencari gas, harga tinggi ia terapkan karena ketika mendapatkan gas dari pangkalan di kawasan Kecamatan Srandakan juga sudah berada di harga yang tinggi pula. Ia mengaku mendapatkan gas dari kecamatan lain di harga Rp27.000 hingga Rp28.000 per tabung.
Seorang warga sekitar yang berada tak jauh dari toko mengaku sudah melihat pemilik toko tersebut menjual gas 3 kilogram sejak 2-3 minggu yang lalu. Meski harganya cukup mahal, ia mengaku terpaksa membelinya karena memang benar-benar membutuhkan. “Lha mau gimana lagi, daripada tidak masak,” tuturnya.
Ia sendiri mempertanyakan kebijakan yang diterapkan pemerintah sehingga membuat harga gas 3 kg melonjak. Jika memang akan dialihkan ke gas 5,5 kg seperti isu yang santer berkembang, sebenarnya ia dan warga lain tidak mempermasalahkannya. Hanya saja, ia meminta pemerintah menjamin pasokan gas 5,5 kg tersebut tetap ada dan tidak terjadi kelangkaan.
Communication & Relations Pertamina Jawa Bagian Tengah (JBT) Area Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Didi Andrian Indra Kusuma mengatakan kendati gas tersebut lari ke luar kecamatan alias dibeli dari kecamatan lain seperti yang terjadi di Bantul, namun menurutnya hal tersebut masih sah. Karena area kecamatan tersebut masih dalam satu kabupaten alias masih dalam satu rayon. “Kalau masih satu kabupaten itu belum keluar rayon,” ujarnya.
Didi menjelaskan, secara garis besar, penyediaan LPG 3 kg bagi masyarakat dilaksanakan dengan alur pengiriman suplai gas dari Depot maupun Terminal LPG yang diangkut menggunakan skidtank menuju Stasiun Pengangkutan Bulk Elpiji (SPBE). Setelah itu, dilaksanakan pengisian ke dalam tabung untuk kemudian disalurkan melalui agen LPG yang selanjutnya mengirimkan pasokan LPG kepada pangkalan resmi.
Untuk mencirikan pangkalan resmi LPG sebagai salah satu jalur penjualan resmi LPG Pertamina adalah melalui papan nama khusus yang mencantumkan nama pemilik pangkalan, alamat lengkap pangkalan, asal agen penyedia dan keterangan Harga Ekonomi Tertinggi (HET) yang berlaku. Jumlah pangkalan resmi bervariasi di tiap-tiap daerah. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki total 45 agen resmi yang menyalurkan LPG, baik subsidi maupun non subsidi, ke berbagai lokasi, termasuk ke 4.087 pangkalan resmi.
“Apabila pelanggan ingin mendapatkan Harga Eceren Tertinggi (HET) yang sesuai dengan SK Gubernur, dianjurkan untuk melakukan pembelian melalui pangakalan,” tandasnya.
General Manager PT Pertamina Marketing Operational Region (MOR) IV, Kusnendar menandaskan jika pihaknya sudah menambah pasokan sebanyak 5% setelah sebelumnya menambah sebanyak 6% di bulan Oktober ini. Ia membantah jika meluasnya masyarakat kesulitan mendapatkan gas 3 kg karena kesengajaan, dimana masyarakat perlahan-lahan akan diarahkan untuk menggunakan gas ukuran 5,5 kg.
“Ini tidak ada kaitannya dengan gas 5,5 kg. Kami memang sedang berusaha meningkatkan penjualan tetapi gas 3 kg pasokannya tetap akan kami tambah berapapun yang dibutuhkan. Saat ini memang terjadi kenaikan permintaan karena musim hujan, banyak pengguna kayu bakar yang beralih ke gas,” paparnya.
(ven)