Rugi Jual BBM Satu Harga, Ini Permintaan Pertamina ke Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mengakui, keputusan Presiden Joko Widodo menetapkan bahan bakar minyak (BBM) satu harga di wilayah Papua membuat perseroan merugi hampir Rp800 miliar per tahun. Namun, Pertamina tetap akan menjalankan hal tersebut asalkan pemerintah dapat memenuhi permintaan perseroan.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, untuk dapat mendistribusikan BBM ke daerah pegunungan di Papua dengan baik, maka kinerja Pertamina pun harus terus positif. Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah dapat terus mendukung segala bentuk ekspansi bisnis yang dilakukan perseroan, demi membuat kinerja Pertamina kinclong.
"Bagaimana caranya supaya ke depan Pertamina dapat melakukan ini dengan baik, misalnya kinerjanya harus positif. Maka Pertamina membutuhkan dukungan dari masyarakat termasuk dukungan dari pemerintah untuk rencana ekspansi bisnis ke depan, pengembangan usaha. Itu yang kami butuhkan dari pemerintah," katanya kepada SINDOnews di Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Wianda mengungkapkan, tingginya harga BBM di Papua dan sekitarnya disebabkan selama ini di wilayah tersebut belum ada lembaga penyalur resmi BBM Pertamina. BBM yang dinikmati masyarakat selama ini berasal dari pengecer yang membeli BBM secara tidak berkesinambungan. (Baca: ESDM Pesimistis BBM Satu Harga Bakal Berjalan Lancar)
Akibatnya, karena belum ada lembaga penyalur resmi akhirnya pengecer bisa menjual dengan harga setingginya kepada masyarakat. "Jadi dibawa berapa liter ke sana terus dijual dengan harga yang bebas. Karena butuh akhirnya masyarakat membeli dengan harga berapapun," imbuh dia.
Oleh karena itu, sambung mantan presenter berita ini, Pertamina memutuskan untuk mendirikan lembaga penyalur BBM di beberapa kabupaten di wilayah Papua. Dengan begitu, maka pengecer tidak bisa memainkan harga dengan seenaknya.
Presiden Jokowi pun telah meminta Kapolda di wilayah Papua untuk mengawasi langsung agar para pengecer tidak mengambil untung seenaknya dari penjualan BBM kepada masyarakat. "Sekarang dengan adanya lembaga penyalur Pertamina, kita tetapkan harga premiumnya seperti di non Jamali Rp6.450 per liter dan solar Rp5.150 per liter," tandasnya.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, untuk dapat mendistribusikan BBM ke daerah pegunungan di Papua dengan baik, maka kinerja Pertamina pun harus terus positif. Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah dapat terus mendukung segala bentuk ekspansi bisnis yang dilakukan perseroan, demi membuat kinerja Pertamina kinclong.
"Bagaimana caranya supaya ke depan Pertamina dapat melakukan ini dengan baik, misalnya kinerjanya harus positif. Maka Pertamina membutuhkan dukungan dari masyarakat termasuk dukungan dari pemerintah untuk rencana ekspansi bisnis ke depan, pengembangan usaha. Itu yang kami butuhkan dari pemerintah," katanya kepada SINDOnews di Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Wianda mengungkapkan, tingginya harga BBM di Papua dan sekitarnya disebabkan selama ini di wilayah tersebut belum ada lembaga penyalur resmi BBM Pertamina. BBM yang dinikmati masyarakat selama ini berasal dari pengecer yang membeli BBM secara tidak berkesinambungan. (Baca: ESDM Pesimistis BBM Satu Harga Bakal Berjalan Lancar)
Akibatnya, karena belum ada lembaga penyalur resmi akhirnya pengecer bisa menjual dengan harga setingginya kepada masyarakat. "Jadi dibawa berapa liter ke sana terus dijual dengan harga yang bebas. Karena butuh akhirnya masyarakat membeli dengan harga berapapun," imbuh dia.
Oleh karena itu, sambung mantan presenter berita ini, Pertamina memutuskan untuk mendirikan lembaga penyalur BBM di beberapa kabupaten di wilayah Papua. Dengan begitu, maka pengecer tidak bisa memainkan harga dengan seenaknya.
Presiden Jokowi pun telah meminta Kapolda di wilayah Papua untuk mengawasi langsung agar para pengecer tidak mengambil untung seenaknya dari penjualan BBM kepada masyarakat. "Sekarang dengan adanya lembaga penyalur Pertamina, kita tetapkan harga premiumnya seperti di non Jamali Rp6.450 per liter dan solar Rp5.150 per liter," tandasnya.
(ven)