Indef: Pemerintah Belum Mampu Bereskan Ketimpangan di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai sejauh ini, pemerintah belum mampu membereskan ketimpangan yang terjadi di Indonesia. Hal ini terlihat dari catatan Indef, dimana beberapa pulau yang ekonominya bergantung kepada komoditas, kini pertumbuhannya malah minus.
Hal ini disebabkan pembangunan infrastruktur dan pembenahan lainnya untuk menggerakan ekonomi, masih berkonsep Jawa sentris. Sehingga, wilayah-wilayah lain seolah hanya bermimpi saja untuk daerahnya dibangun.
Beberapa daerah yang bergantung pada komoditas mentah seperti Kalimantan Timur, kini pertumbuhan PDRB (Product Domestic Regional Bruto) minus 1,28%, Aceh minus 0,7%, Riau hanya tumbuh 0,22%. Sementara hilirisasi industri belum maksimal di daerah. "Indef melihat adanya ketimpangan antar wilayah yang angkanya masih melebar. Pemerintah tidak berusaha membereskan ini," kata Bhima di Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Di Jawa, justru dari tahun 1971, pada waktu itu pemerintahnya punya mimpi agar ketimpangan antar wilayah dicoba dikurangi. Namun data terakhir yaitu 2014, 2015, dan triwulan II 2016, pembangunan masih Jawa sentris.
"Angkanya masih 60% dari total pembangunan sumbangsih terhadap PDB. Kenapa Jawa kontribusinya masih besar, ya karena 54,5% masih di Jawa," imbuh dia.
Di Sumatera, pembangunan 20,8%, Maluku 0,8%. Dan ini membuat kesenjangan semakin melebar. The Art of Lie Statistics mengungkapkan, faktanya PDRB per kapita antar wilayah Indonesia masih ada ketimpangan luar biasa.
Lantas jika dihubungan dengan pendapatan, kata Bhima, BPS yang masih berbicara gini ratio dinilai dari pengeluaran, hal ini menurut Indef patut dicermati.
"Kalau boleh jujur kenapa kesenjangan menurun? Kalau dilihat dari pengeluaran, orang-orang kaya menahan konsumsi, namun tidak terjadi perbaikan pendapatan di ekonomi lemah. Dilihat dari segi pendapatan kan angkanya makin tinggi, 40%. Sementara pendapatan terendah tidak mengalami kenaikan. Jadi apakah betul kemiskinan menurun?" tanya dia.
Hal ini disebabkan pembangunan infrastruktur dan pembenahan lainnya untuk menggerakan ekonomi, masih berkonsep Jawa sentris. Sehingga, wilayah-wilayah lain seolah hanya bermimpi saja untuk daerahnya dibangun.
Beberapa daerah yang bergantung pada komoditas mentah seperti Kalimantan Timur, kini pertumbuhan PDRB (Product Domestic Regional Bruto) minus 1,28%, Aceh minus 0,7%, Riau hanya tumbuh 0,22%. Sementara hilirisasi industri belum maksimal di daerah. "Indef melihat adanya ketimpangan antar wilayah yang angkanya masih melebar. Pemerintah tidak berusaha membereskan ini," kata Bhima di Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Di Jawa, justru dari tahun 1971, pada waktu itu pemerintahnya punya mimpi agar ketimpangan antar wilayah dicoba dikurangi. Namun data terakhir yaitu 2014, 2015, dan triwulan II 2016, pembangunan masih Jawa sentris.
"Angkanya masih 60% dari total pembangunan sumbangsih terhadap PDB. Kenapa Jawa kontribusinya masih besar, ya karena 54,5% masih di Jawa," imbuh dia.
Di Sumatera, pembangunan 20,8%, Maluku 0,8%. Dan ini membuat kesenjangan semakin melebar. The Art of Lie Statistics mengungkapkan, faktanya PDRB per kapita antar wilayah Indonesia masih ada ketimpangan luar biasa.
Lantas jika dihubungan dengan pendapatan, kata Bhima, BPS yang masih berbicara gini ratio dinilai dari pengeluaran, hal ini menurut Indef patut dicermati.
"Kalau boleh jujur kenapa kesenjangan menurun? Kalau dilihat dari pengeluaran, orang-orang kaya menahan konsumsi, namun tidak terjadi perbaikan pendapatan di ekonomi lemah. Dilihat dari segi pendapatan kan angkanya makin tinggi, 40%. Sementara pendapatan terendah tidak mengalami kenaikan. Jadi apakah betul kemiskinan menurun?" tanya dia.
(ven)