BI 7 Day Repo Rate Diprediksi Tak Turun Lagi hingga Akhir Tahun
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7 day repo rate) bulan ini merupakan yang terakhir pada tahun ini. Sehingga, BI 7 day repo rate diperkirakan akan bertahan 4,75% hingga akhir tahun ini.
(Baca: BI 7-day Reverse Repo Rate Turun Menjadi 4,75%)
Dia menilai, penurunan BI 7 day repo rate dikarenakan ruang pelonggaran memang terbuka dengan perkembangan data ekonomi Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini. Di mana, inflasi september terkendali, surplus neraca perdagangan dan peningkatan cadangan devisa.
"Namun demikian, saya menduga bahwa ekspektasi pertumbuhan ekonomi kuartal III/2016 lebih rendah dari perkiraan mengingat terbatasnya kontribusi konsumsi pemerintah akibat penghematan anggaran," ujar Josua saat dihubungi, Jumat (21/10/2016).
Selain itu, pelonggaran kebijakan moneter yang di luar dugaan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) bulan ini menurut dia juga memanfaatkan momentum pelonggaran kebijakan moneter sebelum potensi risiko eksternal seperti pilpres AS dan kenaikan suku bunga Fed yang dapat memberikan sentimen negatif pada pasar keuangan dan nilai tukar.
Namun, yang patut dicermati adalah seberapa efektif transmisi kebijakan moneter BI ini untuk mendorong daya beli masyarakat, mengingat kondisi terkini kredit bermasalah (non performing loan/NPL) cenderung tinggi dan permintaan kredit pun juga terus menurun.
"Menurut hemat saya, pelonggaran kebijakan moneter ini belum akan efektif apabila tidak diikuti kebijakan fiskal yang ekspansif," paparnya.
(Baca: BI 7-day Reverse Repo Rate Turun Menjadi 4,75%)
Dia menilai, penurunan BI 7 day repo rate dikarenakan ruang pelonggaran memang terbuka dengan perkembangan data ekonomi Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini. Di mana, inflasi september terkendali, surplus neraca perdagangan dan peningkatan cadangan devisa.
"Namun demikian, saya menduga bahwa ekspektasi pertumbuhan ekonomi kuartal III/2016 lebih rendah dari perkiraan mengingat terbatasnya kontribusi konsumsi pemerintah akibat penghematan anggaran," ujar Josua saat dihubungi, Jumat (21/10/2016).
Selain itu, pelonggaran kebijakan moneter yang di luar dugaan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) bulan ini menurut dia juga memanfaatkan momentum pelonggaran kebijakan moneter sebelum potensi risiko eksternal seperti pilpres AS dan kenaikan suku bunga Fed yang dapat memberikan sentimen negatif pada pasar keuangan dan nilai tukar.
Namun, yang patut dicermati adalah seberapa efektif transmisi kebijakan moneter BI ini untuk mendorong daya beli masyarakat, mengingat kondisi terkini kredit bermasalah (non performing loan/NPL) cenderung tinggi dan permintaan kredit pun juga terus menurun.
"Menurut hemat saya, pelonggaran kebijakan moneter ini belum akan efektif apabila tidak diikuti kebijakan fiskal yang ekspansif," paparnya.
(izz)