Jaga Nilai Tukar Rupiah Stabil, BI Repo Rate Bakal Ditahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pada RDG bulan September, Bank Indonesia (BI) diperkirakan berpotensi mempertahankan BI 7-day repo rate (BI7DRR) di level 4,00% mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor pertama adalah perkembangan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek ini yang menunjukkan volatilitas nilai tukar rupiah secara rata-rata meningkat pada bulan September.
(Baca Juga: Tahan Suku Bunga Acuan, Jurus BI Cegah Dana Asing Kabur dari RI )
Terindikasi dari one-month implied volatility yang meningkat menjadi 11,0% sepanjang bulan September dari bulan Agustus yang tercatat di kisaran 10,7%. "Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka BI cenderung akan mempertahankan suku bunganya agar nilai tukar rupiah tetap stabil di jangka pendek," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (16/9/2020).
Faktor kedua adalah adanya pernyataan Bank Indonesia pada RDG sebelumnya, terkait prioritas BI untuk mengedepankan kebijakan QE dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian Indonesia. Dengan demikian, peluang perubahan suku bunga pada RDG bulan ini relatif rendah.
Namun ruang penurunan suku bunga masih ada namun terbatas. Beberapa alasan di antaranya ialah tingkat inflasi yang rendah, seiring dengan inflasi pada bulan Agustus yang tercatat 1,32% yoy, lebih rendah daripada batas bawah target BI di tahun ini sebesar 2%. "Rendahnya inflasi mengindikasikan masih lemahnya permintaan dan daya beli masyarakat di tengah pandemic Covid-19," beber dia.
Selain dari sisi inflasi, diperkirakan defisit transaksi berjalan (CAD) juga akan mengalami penurunan yang signifikan di kuartal III 2020 akibat neraca dagang yang membukukan surplus tinggi. Pada bulan Juli-Agustus, surplus neraca dagang mencapai USD5,56 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan neraca dagang pada kuartal I 2020 dan kuartal II-20 sebesar USD2,6 miliar dan USD2,9 miliar.
(Baca Juga: Waspada Gejolak Ekonomi Global, BI Tahan Suku Bunga Acuan Tetap 4% )
Kenaikan surplus ini dipengaruhi oleh laju penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor. Dengan demikian, untuk menopang pelemahan permintaan daya beli dan melambatnya aktivitas ekonomi, BI akan cenderung terus melanjutkan kebijakan longgarnya, baik melalui suku bunga maupun non-suku bunga.
"BI mungkin akan memberikan stimulus melalui kebijakan non-suku bunga untuk sementara waktu, seiring dengan masih adanya tekanan kepada Rupiah. Bila Rupiah cenderung mulai stabil, maka ruang untuk melakukan penurunan suku bunga menjadi semakin terbuka," beber dia.
(Baca Juga: Tahan Suku Bunga Acuan, Jurus BI Cegah Dana Asing Kabur dari RI )
Terindikasi dari one-month implied volatility yang meningkat menjadi 11,0% sepanjang bulan September dari bulan Agustus yang tercatat di kisaran 10,7%. "Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka BI cenderung akan mempertahankan suku bunganya agar nilai tukar rupiah tetap stabil di jangka pendek," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (16/9/2020).
Faktor kedua adalah adanya pernyataan Bank Indonesia pada RDG sebelumnya, terkait prioritas BI untuk mengedepankan kebijakan QE dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian Indonesia. Dengan demikian, peluang perubahan suku bunga pada RDG bulan ini relatif rendah.
Namun ruang penurunan suku bunga masih ada namun terbatas. Beberapa alasan di antaranya ialah tingkat inflasi yang rendah, seiring dengan inflasi pada bulan Agustus yang tercatat 1,32% yoy, lebih rendah daripada batas bawah target BI di tahun ini sebesar 2%. "Rendahnya inflasi mengindikasikan masih lemahnya permintaan dan daya beli masyarakat di tengah pandemic Covid-19," beber dia.
Selain dari sisi inflasi, diperkirakan defisit transaksi berjalan (CAD) juga akan mengalami penurunan yang signifikan di kuartal III 2020 akibat neraca dagang yang membukukan surplus tinggi. Pada bulan Juli-Agustus, surplus neraca dagang mencapai USD5,56 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan neraca dagang pada kuartal I 2020 dan kuartal II-20 sebesar USD2,6 miliar dan USD2,9 miliar.
(Baca Juga: Waspada Gejolak Ekonomi Global, BI Tahan Suku Bunga Acuan Tetap 4% )
Kenaikan surplus ini dipengaruhi oleh laju penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor. Dengan demikian, untuk menopang pelemahan permintaan daya beli dan melambatnya aktivitas ekonomi, BI akan cenderung terus melanjutkan kebijakan longgarnya, baik melalui suku bunga maupun non-suku bunga.
"BI mungkin akan memberikan stimulus melalui kebijakan non-suku bunga untuk sementara waktu, seiring dengan masih adanya tekanan kepada Rupiah. Bila Rupiah cenderung mulai stabil, maka ruang untuk melakukan penurunan suku bunga menjadi semakin terbuka," beber dia.
(akr)