Singapura Tergelincir dari Singgasana Negara Paling Mudah Berbisnis
A
A
A
WASHINGTON - Selama satu dekade, Singapura selalu bertakhta sebagai negara paling mudah untuk berbisnis (ease doing business). Namun bumi berputar, tidak selamanya di puncak. Studi Bank Dunia melansir bahwa Singapura tidak lagi urutan pertama sebagai tempat paling mudah untuk berbisnis pada tahun mendatang.
Melansir dari CNBC, Rabu (26/10/2016), Negeri Singa Merlion harus tergelincir dari singgasananya, direbut oleh Selandia Baru. Kata Bank Dunia, untuk memulai sebuah perusahaan, prosedur di Negeri Kiwi hanya setengah hari, sedangkan waktu rata-rata global mencapai 21 hari.
Selandia Baru kini menjadi tempat teratas soal kemudahan perizinan, seperti izin konstruksi, pendaftaran properti, mendapatkan kredit, dan melindungi investor minoritas. Wow!
Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Bank Dunia, Paul Romer mengatakan kemudahan yang diberikan Selandia Baru menghasilkan manfaat ekonomi lebih dari berkembangnya kewirausahaan, peluang pasar bagi perempuan, dan kepatuhan terhadap aturan hukum. “Aturan sederhana yang mudah diikuti merupakan tanda pemerintah memperlakukan warganya dengan hormat,” ujarnya seperti dilansir CNBC.
Setelah Singapura di peringkat kedua, selanjutnya adalah Denmark, Hong Kong, Korea Selatan, Norwegia, Inggris, Amerika Serikat, Swedia, dan Makedonia. Negara tempat kelahiran Raja Alexander yang Agung itu melompat jauh, bila satu dekade lalu berada di peringkat 92, kini mereka masuk 10 besar. Kemajuan tersebut buah dari reformasi birokrasi yang dilakukan.
Melansir dari Bloomberg, Rabu (26/10/2016), laporan kemudahan berbisnis ini mencakup 190 negara berdasarkan 11 set indikator, seperti kemudahan memulai usaha, mengurus izin mendirikan tempat usaha, mengakses listrik dan memperoleh kredit. Dan untuk pertama kalinya, memasukkan indikator kesamaan gender, memberikan kemudahan berusaha untuk kaum perempuan.
Lantas bagaimana dengan negara-negara Asia dan Afrika? Rita Ramalho, salah satu penulis utama laporan tersebut menyebut sejumlah kemajuan. Brunei Darussalam, Kazakhstan, Kenya, Belarus, dan Indonesia membuat langkah terbesar dalam reformasi kemudahan bisnis.
Brunei misalnya, meningkatkan keandalan pasokan listrik, meningkatkan akses kredit, mengesahkan undang-undang kepailitan baru yang ditawarkan untuk perlindungan bagi kreditur.
Selain nama-nama di atas, Filipina juga melakukan kemajuan, membayar pajak di sana sekarang hanya butuh 28 pembayaran terpisah. Di Rwanda, waktu mendaftarkan pengalihan properti menurun dari 370 hari pada 10 tahun lalu menjadi 12 hari pada saat ini. Untuk India, waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh sambungan listrik juga dipermudah, dari 138 hari pada tahun fiskal 2013-2014, sekarang menjadi 45 hari.
Untuk peringkat terendah alias terburuk dalam berbisnis masih dipegang oleh negara-negara Sub-Sahara di Afrika, seperti Somalia, Sudan Selatan, Eritrea dan Libya.
Melansir dari CNBC, Rabu (26/10/2016), Negeri Singa Merlion harus tergelincir dari singgasananya, direbut oleh Selandia Baru. Kata Bank Dunia, untuk memulai sebuah perusahaan, prosedur di Negeri Kiwi hanya setengah hari, sedangkan waktu rata-rata global mencapai 21 hari.
Selandia Baru kini menjadi tempat teratas soal kemudahan perizinan, seperti izin konstruksi, pendaftaran properti, mendapatkan kredit, dan melindungi investor minoritas. Wow!
Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Bank Dunia, Paul Romer mengatakan kemudahan yang diberikan Selandia Baru menghasilkan manfaat ekonomi lebih dari berkembangnya kewirausahaan, peluang pasar bagi perempuan, dan kepatuhan terhadap aturan hukum. “Aturan sederhana yang mudah diikuti merupakan tanda pemerintah memperlakukan warganya dengan hormat,” ujarnya seperti dilansir CNBC.
Setelah Singapura di peringkat kedua, selanjutnya adalah Denmark, Hong Kong, Korea Selatan, Norwegia, Inggris, Amerika Serikat, Swedia, dan Makedonia. Negara tempat kelahiran Raja Alexander yang Agung itu melompat jauh, bila satu dekade lalu berada di peringkat 92, kini mereka masuk 10 besar. Kemajuan tersebut buah dari reformasi birokrasi yang dilakukan.
Melansir dari Bloomberg, Rabu (26/10/2016), laporan kemudahan berbisnis ini mencakup 190 negara berdasarkan 11 set indikator, seperti kemudahan memulai usaha, mengurus izin mendirikan tempat usaha, mengakses listrik dan memperoleh kredit. Dan untuk pertama kalinya, memasukkan indikator kesamaan gender, memberikan kemudahan berusaha untuk kaum perempuan.
Lantas bagaimana dengan negara-negara Asia dan Afrika? Rita Ramalho, salah satu penulis utama laporan tersebut menyebut sejumlah kemajuan. Brunei Darussalam, Kazakhstan, Kenya, Belarus, dan Indonesia membuat langkah terbesar dalam reformasi kemudahan bisnis.
Brunei misalnya, meningkatkan keandalan pasokan listrik, meningkatkan akses kredit, mengesahkan undang-undang kepailitan baru yang ditawarkan untuk perlindungan bagi kreditur.
Selain nama-nama di atas, Filipina juga melakukan kemajuan, membayar pajak di sana sekarang hanya butuh 28 pembayaran terpisah. Di Rwanda, waktu mendaftarkan pengalihan properti menurun dari 370 hari pada 10 tahun lalu menjadi 12 hari pada saat ini. Untuk India, waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh sambungan listrik juga dipermudah, dari 138 hari pada tahun fiskal 2013-2014, sekarang menjadi 45 hari.
Untuk peringkat terendah alias terburuk dalam berbisnis masih dipegang oleh negara-negara Sub-Sahara di Afrika, seperti Somalia, Sudan Selatan, Eritrea dan Libya.
(ven)