Rencana Merger PGE dengan PLN Masih Membingungkan
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) masih kebingungan dan belum mengetahui secara pasti bentuk merger dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Selain itu, informasi atas rencana tersebut masih minim.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Irfan Zainuddin mengungkapkan, sampai saat ini belum ada komunikasi baik dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno maupun PLN. Padahal, ide kedua perusahaan pelat merah itu bersinergi merupakan keinginan Menteri Rini.
"Saya terus terang masih minim informasi terkait merger dengan PLN dan dengan PLN belum ada pembicaraan. Belum juga ada pembicaraan dengan Ibu Menteri Rini," ujarnya kepada SINDOnews di Jakarta, Minggu (6/11/2016).
(Baca: Rencana Gabung PGE-PLN Diminta Pakai Sistem Join Venture)
Menurut Irfan, PGE masih terus melihat perkembangan dari rencana tersebut. Sebab, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham terbesar yang berhak memutuskan aksi korporasi.
"Kita tunggu saja. Ini kan inisasi stakholder kita (Kementerian BUMN)," katanya.
Merger antar dua perusahaan ini, lanjut dia, masih butuh proses yang tidak bisa ditentukan waktunya. Sebab, model penggabungan usahanya sendiri belum jelas.
"Jadi, masih perlu proses, masih dikaji lamanya berapa tergantung. Modelnya sendiri, akuisisi atau bikin perusahaan sendiri," pungkas Irfan.
(Baca: PLN Caplok PGE, Iklim Investasi Dikhawatirkan Terganggu)
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno meminta PT PLN (Persero) untuk dapat mengakuisisi anak usaha PT Pertamina (Persero) sektor energi, yaitu PT PGE. Permintaan itu telah disampaikan kepada kedua belah pihak.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, alasan Rini meminta PLN dapat mencaplok PGE adalah untuk merealisasikan program pemerintah dalam mengembangkan energi panas bumi sebagai bauran energi nasional. Pemerintah menargetkan hingga 2025 penggunaan panas bumi bisa mencapai 7.000 megawatt (MW).
"Kan gini, diminta energi baru dan terbarukan (geothermal) 7.000 MW. Kalian lihat kan 70 tahun baru 16.000 MW. 10 tahun ke depan diminta 7.000 MW. Jadi langkah apa yang paling mungkin agar kita bisa bergerak," tandasnya.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Irfan Zainuddin mengungkapkan, sampai saat ini belum ada komunikasi baik dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno maupun PLN. Padahal, ide kedua perusahaan pelat merah itu bersinergi merupakan keinginan Menteri Rini.
"Saya terus terang masih minim informasi terkait merger dengan PLN dan dengan PLN belum ada pembicaraan. Belum juga ada pembicaraan dengan Ibu Menteri Rini," ujarnya kepada SINDOnews di Jakarta, Minggu (6/11/2016).
(Baca: Rencana Gabung PGE-PLN Diminta Pakai Sistem Join Venture)
Menurut Irfan, PGE masih terus melihat perkembangan dari rencana tersebut. Sebab, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham terbesar yang berhak memutuskan aksi korporasi.
"Kita tunggu saja. Ini kan inisasi stakholder kita (Kementerian BUMN)," katanya.
Merger antar dua perusahaan ini, lanjut dia, masih butuh proses yang tidak bisa ditentukan waktunya. Sebab, model penggabungan usahanya sendiri belum jelas.
"Jadi, masih perlu proses, masih dikaji lamanya berapa tergantung. Modelnya sendiri, akuisisi atau bikin perusahaan sendiri," pungkas Irfan.
(Baca: PLN Caplok PGE, Iklim Investasi Dikhawatirkan Terganggu)
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno meminta PT PLN (Persero) untuk dapat mengakuisisi anak usaha PT Pertamina (Persero) sektor energi, yaitu PT PGE. Permintaan itu telah disampaikan kepada kedua belah pihak.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, alasan Rini meminta PLN dapat mencaplok PGE adalah untuk merealisasikan program pemerintah dalam mengembangkan energi panas bumi sebagai bauran energi nasional. Pemerintah menargetkan hingga 2025 penggunaan panas bumi bisa mencapai 7.000 megawatt (MW).
"Kan gini, diminta energi baru dan terbarukan (geothermal) 7.000 MW. Kalian lihat kan 70 tahun baru 16.000 MW. 10 tahun ke depan diminta 7.000 MW. Jadi langkah apa yang paling mungkin agar kita bisa bergerak," tandasnya.
(dmd)