Nasib Kebijakan Ekonomi Donald Trump Tergantung USD
A
A
A
JAKARTA - VP Corporate Development & Market Research ForexTime Ltd (FXTM) Jameel Ahmad mengungkapkan, nasib kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tergantung pada pergerakan USD. Jika USD terlalu menguat, diyakini akan mempersulit langkah Trump.
Jameel mengatakan, menguatnya nilai tukar USD akan membuat para investor enggan melakukan ekspansi ke Negari Paman Sam karena biayanya mahal. Sehingga, harapan untuk membuka lebih banyak lapangan kerja enggak akan terwujud.
"Kalau barang diproduksi domestik mahal sekali, mereka enggak mampu beli. Jadi, meski Trump janji kasih orang kerjaan tapi kalau USD menguat ini enggak akan terjadi. Kalau terlalu menguat, semua janji dia tak akan terlaksana, ini yang jadi masalah kenapa dolar menguat dan ini bukan masalah bagi Indonesia," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Sementara, kata dia, percuma jika Trump memaksakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan suku bunga karena akan menguatkan USD. Bagi investor, ini akan membuat mereka banyak membeli barang impor ketimbang produk dalam negeri.
"Trump akan beri tekanan The Fed suku bunga dinaikkan, kalau naik dolar menguat lagi. Jadi, karena dolar kuat ini investor AS cenderung menbeli dari luar, impor murah dari luar daripada beli sendiri di dalam," kata Jameel.
Sementara, lanjut dia, jika Trump ingin mewujudkan semua kebijakan ekonominya, disarankan terlebih dahulu melemahkan USD. Hal tersebut menjadi syarat utama guna membuka lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan angka konsumsi.
"Untuk jadikan ini semua butuh dolar lemah, dolar yang enggak kuat. Jadi, apabila dolar menguat terus siapa mau bikin industri di AS, kan biayanya tinggi? Jadi, jalankan kebijakan ekonomi Trump itu persyaratannya kondisi dolar melemah," tuturnya.
Jameel mengatakan, menguatnya nilai tukar USD akan membuat para investor enggan melakukan ekspansi ke Negari Paman Sam karena biayanya mahal. Sehingga, harapan untuk membuka lebih banyak lapangan kerja enggak akan terwujud.
"Kalau barang diproduksi domestik mahal sekali, mereka enggak mampu beli. Jadi, meski Trump janji kasih orang kerjaan tapi kalau USD menguat ini enggak akan terjadi. Kalau terlalu menguat, semua janji dia tak akan terlaksana, ini yang jadi masalah kenapa dolar menguat dan ini bukan masalah bagi Indonesia," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Sementara, kata dia, percuma jika Trump memaksakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan suku bunga karena akan menguatkan USD. Bagi investor, ini akan membuat mereka banyak membeli barang impor ketimbang produk dalam negeri.
"Trump akan beri tekanan The Fed suku bunga dinaikkan, kalau naik dolar menguat lagi. Jadi, karena dolar kuat ini investor AS cenderung menbeli dari luar, impor murah dari luar daripada beli sendiri di dalam," kata Jameel.
Sementara, lanjut dia, jika Trump ingin mewujudkan semua kebijakan ekonominya, disarankan terlebih dahulu melemahkan USD. Hal tersebut menjadi syarat utama guna membuka lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan angka konsumsi.
"Untuk jadikan ini semua butuh dolar lemah, dolar yang enggak kuat. Jadi, apabila dolar menguat terus siapa mau bikin industri di AS, kan biayanya tinggi? Jadi, jalankan kebijakan ekonomi Trump itu persyaratannya kondisi dolar melemah," tuturnya.
(izz)