Good to Bad
A
A
A
Rudolf Tjandra
C Level Executive with Indonesia's Leading FMCG Company
BERBALIK dengan tema buku laris Jim Collins yakni Good to Great, kita kini melihat banyak perusahaan perusahan nasional mengalami kesulitan dalam bersaing. Bukan hanya dalam menembus pasar global, tapi lebih parah lagi yakni kewalahan berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Tanah Air.
Kita cukup mampir ke pasar modern terdekat untuk menyadari seberapa dominannya merek asing dalam pasar produk konsumen di Indonesia. Memproduksi produk konsumen tidaklah membutuhkan teknologi canggih.
Teknologi ini pada umumnya sudah banyak tersedia dengan harga relatif murah di banyak negara termasuk Indonesia, dengan tahap pengembangan yang pada umumnya sudah mencapai puncaknya.
Lalu apa yang membuat perusahaan perusahaan kita menjadi kewalahan dalam bersaing? Mengapa masih sangat sulit bagi perusahaan produk konsumen Indonesia menjadi raja di negeri sendiri apalagi di negeri orang lain?
Menurut pandangan saya, ada dua hal yang membuat perusahaan perusahaan kita yang sempat good pun menjadi bad ketika berhadapan dengan perusahaan asing. Pertama karena kesalahan para pemimpin perusahaan dalam mengartikan kompetisi.
Banyak yang berpikir berkompetisi sama dengan berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam segala bidang. Terbaik dalam customer service, terbaik dalam marketing, tercepat dalam pengambilan keputusan, paling analitis dalam pengambilan keputusan, terbaik dalam distribusi, terbaik dalam supply chain management, terbaik dalam pengembangan produk, terbaik dalam harga dan banyak lagi.
Ini ada pemikiran yang salah. Tidak ada perusahaan terbaik dalam sebuah industri. Perusahaan-perusahaan yang sukses, adalah mereka yang fokus untuk menjadi yang terbaik dalam satu bidang dan terus memperkuat keunggulan komparatif.
Pilihan mereka tersebut untuk memenangkan persaingan di celah-celah pasar yang ada. Berusaha menjadi yang terbaik dalam segala bidang adalah kesalahan fatal yang umumnya akan berakhir dengan eskalasi perang harga, biaya tinggi hingga akhirnya perusahaan tidak dapat lagi bersaing dengan baik. Untuk berhasil setiap perusahaan harus mencari tahu apa yang dapat membuat mereka dan apa yang mereka tawarkan menjadi unik serta berharga di mata konsumen.
Tidak ada gunanya misalnya menanyakan mobil apa yang terbaik, telepon selular apa yang terbaik, popok bayi yang terbaik. Semuanya tergantung siapa, kapan, dan bagaimana hal tersebut ditanyakan.
Strategi
Kesalahan terletak saat mendefinisikan arti strategi. Kata strategi begitu sering digunakan hingga kita kadang bingung apa yang dimaksud dengan strategi. Visi dan misi perusahaan bukanlah strategi.
Outsourcing, penghematan biaya, dan program promosi sales atau marketing bukanlah strategi. Operational effectiveness dan best practices juga tidak sama dengan strategi.
Strategi juga jelas sangat berbeda dengan aspirasi. Kita boleh saja beraspirasi untuk menjadi yang terbaik dalam segala bidang. Tetapi apakah mencoba menjadi perusahaan dengan biaya terendah dan merek teraspiratif tidak membuat kita sendiri menjadi bingung, apalagi konsumen awam?
Perusahaan yang menyatakan ingin menjadi perusahaan paling efisien di industrinya, belumlah mengungkapkan strategi mereka. Strategi adalah apa yang Anda akan lakukan secara konsisten, relatif lebih baik dari apa yang kompetitor Anda mampu lakukan.
Menurut Director of HarvardĂs Institute for Strategy and Competitiveness, Michael Porter, semua perusahaan yang ingin membentuk strategi yang efektif harus mampu mencocokkan antara kompetensi yang dimiliki dan dapat terus dibangun dengan industri yang tepat, konsumen yang tepat, produk/servis yang tepat pula. Hanya strategi yang tepat yang dapat membuat perusahaan mampu bersaing dengan efektif dan siap menghadapi makin kompleksnya tantangan bisnis yang ada.
Pada akhirnya, kesuksesan strategi kembali kepada kepercayaan diri para pemimpin perusahaan untuk berani yakin dan dapat meyakinkan orang di sekililingnya untuk mempertahankan serta mengembangkan strategi yang tepat guna dan efektif.
C Level Executive with Indonesia's Leading FMCG Company
BERBALIK dengan tema buku laris Jim Collins yakni Good to Great, kita kini melihat banyak perusahaan perusahan nasional mengalami kesulitan dalam bersaing. Bukan hanya dalam menembus pasar global, tapi lebih parah lagi yakni kewalahan berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Tanah Air.
Kita cukup mampir ke pasar modern terdekat untuk menyadari seberapa dominannya merek asing dalam pasar produk konsumen di Indonesia. Memproduksi produk konsumen tidaklah membutuhkan teknologi canggih.
Teknologi ini pada umumnya sudah banyak tersedia dengan harga relatif murah di banyak negara termasuk Indonesia, dengan tahap pengembangan yang pada umumnya sudah mencapai puncaknya.
Lalu apa yang membuat perusahaan perusahaan kita menjadi kewalahan dalam bersaing? Mengapa masih sangat sulit bagi perusahaan produk konsumen Indonesia menjadi raja di negeri sendiri apalagi di negeri orang lain?
Menurut pandangan saya, ada dua hal yang membuat perusahaan perusahaan kita yang sempat good pun menjadi bad ketika berhadapan dengan perusahaan asing. Pertama karena kesalahan para pemimpin perusahaan dalam mengartikan kompetisi.
Banyak yang berpikir berkompetisi sama dengan berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam segala bidang. Terbaik dalam customer service, terbaik dalam marketing, tercepat dalam pengambilan keputusan, paling analitis dalam pengambilan keputusan, terbaik dalam distribusi, terbaik dalam supply chain management, terbaik dalam pengembangan produk, terbaik dalam harga dan banyak lagi.
Ini ada pemikiran yang salah. Tidak ada perusahaan terbaik dalam sebuah industri. Perusahaan-perusahaan yang sukses, adalah mereka yang fokus untuk menjadi yang terbaik dalam satu bidang dan terus memperkuat keunggulan komparatif.
Pilihan mereka tersebut untuk memenangkan persaingan di celah-celah pasar yang ada. Berusaha menjadi yang terbaik dalam segala bidang adalah kesalahan fatal yang umumnya akan berakhir dengan eskalasi perang harga, biaya tinggi hingga akhirnya perusahaan tidak dapat lagi bersaing dengan baik. Untuk berhasil setiap perusahaan harus mencari tahu apa yang dapat membuat mereka dan apa yang mereka tawarkan menjadi unik serta berharga di mata konsumen.
Tidak ada gunanya misalnya menanyakan mobil apa yang terbaik, telepon selular apa yang terbaik, popok bayi yang terbaik. Semuanya tergantung siapa, kapan, dan bagaimana hal tersebut ditanyakan.
Strategi
Kesalahan terletak saat mendefinisikan arti strategi. Kata strategi begitu sering digunakan hingga kita kadang bingung apa yang dimaksud dengan strategi. Visi dan misi perusahaan bukanlah strategi.
Outsourcing, penghematan biaya, dan program promosi sales atau marketing bukanlah strategi. Operational effectiveness dan best practices juga tidak sama dengan strategi.
Strategi juga jelas sangat berbeda dengan aspirasi. Kita boleh saja beraspirasi untuk menjadi yang terbaik dalam segala bidang. Tetapi apakah mencoba menjadi perusahaan dengan biaya terendah dan merek teraspiratif tidak membuat kita sendiri menjadi bingung, apalagi konsumen awam?
Perusahaan yang menyatakan ingin menjadi perusahaan paling efisien di industrinya, belumlah mengungkapkan strategi mereka. Strategi adalah apa yang Anda akan lakukan secara konsisten, relatif lebih baik dari apa yang kompetitor Anda mampu lakukan.
Menurut Director of HarvardĂs Institute for Strategy and Competitiveness, Michael Porter, semua perusahaan yang ingin membentuk strategi yang efektif harus mampu mencocokkan antara kompetensi yang dimiliki dan dapat terus dibangun dengan industri yang tepat, konsumen yang tepat, produk/servis yang tepat pula. Hanya strategi yang tepat yang dapat membuat perusahaan mampu bersaing dengan efektif dan siap menghadapi makin kompleksnya tantangan bisnis yang ada.
Pada akhirnya, kesuksesan strategi kembali kepada kepercayaan diri para pemimpin perusahaan untuk berani yakin dan dapat meyakinkan orang di sekililingnya untuk mempertahankan serta mengembangkan strategi yang tepat guna dan efektif.
(poe)