Plastik Akan Menjadi Alternatif Sumber Penerimaan Cukai
A
A
A
JAKARTA - Pengenaan cukai pada plastik yang akan dilakukan pada 2017 dinilai menjadi sesuatu yang positif karena bisa menjadi salah satu alternatif sumber penerimaan cukai. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengaku ekstensifikasi cukai ini sangat baik.
Menurutnya plastik, memang memenuhi syarat sebagai objek cukai. Lebih lanjut dia menyatakan, pengenaan cukai plastik juga dapat menjadi pintu masuk untuk ekstensifikasi objek cukai lainnya.
"Ekstensifikasi plastik ini untuk pecah telor bagi ekstensifikasi lainnya, sebab selama ini hal itu belum terjadi. Objek cukai kita hanya itu-itu saja," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (21/12/2016).
Secara terpisah, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moefti juga mendukung pemerintah untuk mencari alternatif sumber penerimaan cukai. Pasalnya, kategori barang kena cukai di Indonesia masih sempit.
"Indonesia hanya mengandalkan tiga komoditi saja, yaitu tembakau, etil alkohol atau etanol, dan minuman beralkohol. Padahal, negara-negara ASEAN lainnya mempunyai lingkup barang kena cukai yang lebih luas," kata Moefti.
Direktur dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyatakan, di satu sisi masyarakat masih tak bisa lepas dari kemasan plastik. Untuk itu, menurut dia pemerintah harus jelas membuat standarisasi plastik yang akan dikenakan cukai.
"Misalnya plastik kresek yang dinilai banyak merugikan lingkungan, atau plastik yang lainnya. Standar ini harus jelas dibuat," kata Enny.
Dia juga menambahkan, pemerintah juga harus memberikan insentif kepada produsen plastik yang memproduksi plastik ramah lingkungan. "Inilah yang dinamakan asas keadilan, karena dengan demikian kebutuhan konsumen akan plastik tidak terganggu," paparnya.
Kondisi ini juga untuk menghindari efek psikologis pengusaha makanan dan minuman, khususnya pelaku UMKM, yang masih belum bisa lepas dari plastik. Dengan demikian, mereka tak akan memakai plastik yang tidak ramah lingkungan.
Sebelumnya Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memastikan bahwa plastik akan menjadi komoditas kena cukai di 2017. Menurutnya, plastik yang dipilih adalah plastik yang merusak lingkungan seperti plastik kresek. Dari 17% sampah plastik, 67% merupakan dari kantong plastik.
"Itulah kenapa kita memprioritaskan plastik sebagai objek cukai dalam rangka pengendalian," tutupnya.
Menurutnya plastik, memang memenuhi syarat sebagai objek cukai. Lebih lanjut dia menyatakan, pengenaan cukai plastik juga dapat menjadi pintu masuk untuk ekstensifikasi objek cukai lainnya.
"Ekstensifikasi plastik ini untuk pecah telor bagi ekstensifikasi lainnya, sebab selama ini hal itu belum terjadi. Objek cukai kita hanya itu-itu saja," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (21/12/2016).
Secara terpisah, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moefti juga mendukung pemerintah untuk mencari alternatif sumber penerimaan cukai. Pasalnya, kategori barang kena cukai di Indonesia masih sempit.
"Indonesia hanya mengandalkan tiga komoditi saja, yaitu tembakau, etil alkohol atau etanol, dan minuman beralkohol. Padahal, negara-negara ASEAN lainnya mempunyai lingkup barang kena cukai yang lebih luas," kata Moefti.
Direktur dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyatakan, di satu sisi masyarakat masih tak bisa lepas dari kemasan plastik. Untuk itu, menurut dia pemerintah harus jelas membuat standarisasi plastik yang akan dikenakan cukai.
"Misalnya plastik kresek yang dinilai banyak merugikan lingkungan, atau plastik yang lainnya. Standar ini harus jelas dibuat," kata Enny.
Dia juga menambahkan, pemerintah juga harus memberikan insentif kepada produsen plastik yang memproduksi plastik ramah lingkungan. "Inilah yang dinamakan asas keadilan, karena dengan demikian kebutuhan konsumen akan plastik tidak terganggu," paparnya.
Kondisi ini juga untuk menghindari efek psikologis pengusaha makanan dan minuman, khususnya pelaku UMKM, yang masih belum bisa lepas dari plastik. Dengan demikian, mereka tak akan memakai plastik yang tidak ramah lingkungan.
Sebelumnya Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memastikan bahwa plastik akan menjadi komoditas kena cukai di 2017. Menurutnya, plastik yang dipilih adalah plastik yang merusak lingkungan seperti plastik kresek. Dari 17% sampah plastik, 67% merupakan dari kantong plastik.
"Itulah kenapa kita memprioritaskan plastik sebagai objek cukai dalam rangka pengendalian," tutupnya.
(akr)