Pengeluaran Wisatawan di DIY Diperkirakan Lebih dari Rp10 T
A
A
A
YOGYAKARTA - Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berharap libur Natal dan Tahun Baru kali ini mampu menjadi pendongkrak kegiatan perekonomian di daerah ini. Munculnya sejumlah obyek wisata baru yang kini tengah menjadi primadona wisatawan diharapkan juga mampu memeratakan pendapatan warga dari sektor ini.
Kepala Dinas Pariwisata DIY Aris Riyanta mengatakan, potensi pariwisata di DIY sangat besar untuk menjadi roda penggerak perekonomian di wilayah ini. Dia meyakini perputaran uang dari sektor pariwisata bisa lebih dari Rp10 triliun.
Keyakinan tersebut bukan tanpa dasar, mengingat pada passenger exit survey oleh Kementerian
Pariwisata pada 2014. "Survey tersebut menunjukkan jika wisatawan domestik masih mendominasi pengeluaran di DIY," ujarnya, Minggu (25/12/2016).
Menurutnya, dalam survey tersebut menunjukkan jika pengeluaran wisatawan domestik dari luar DIY mencapai angka Rp7,4 triliun. Pengeluaran kedua terbanyak berasal dari wisatawan mancanegara yang mencapai angka sekitar Rp3 triliun. Sementara wisatawan dari DIY hanya mengeluarkan uang sebesar Rp174 miliar.
Dia mengakui, salah satu kelemahan di DIY yang belum mampu memaksimalkan pendapatan warga adalah minimnya lama tinggal wisatawan di wilayah ini. Saat ini lama tinggal wisatawan hanya sekitar 2 hari, baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Hal tersebut yang masih menjadi pekerjaan rumah cukup besar untuk segera dipecahkan insan pariwisata di DIY. Hanya saja, Aris mengaku masih bisa bernafas lega karena pariwisata di DIY masih menjadi penggerak utama roda perekonomian di wilayah ini.
Yang membuatnya sedikit berbangga adalah meskipun lama tinggal wisatawan relatif rendah hanya sekitar dua hari, tetapi pengeluaran mereka cukup besar, sehingga mampu menjadi penopang ekonomi di DIY.
"Sedikit tidak khawatir karena meski lama menginap hanya dua hari, tetapi pengeluaran wisatawan cukup besar. Daripada lama tinggal lima hari tetapi pengeluaran kecil," tuturnya.
Selain masalah lama tinggal, saat ini yang masih menjadi persoalan di DIY adalah kemacetan yang selalu mewarnai setiap libur akhir pekan ataupun liburan panjang. Seperti saat ini, kunjungan wisatawan di DIY selama liburan Natal dan Tahun Baru diperkirakan naik sekitar 10%-15%.
Dengan peningkatan jumlah kunjungan tersebut, kemungkinan besar terjadinya kemacetan di Kota Yogyakarta akan banyak terjadi. Kemacetan masih bisa saja terjadi meski empat kabupaten di DIY juga menyelenggarakan berbagai event untuk memecah konsentrasi kepadatan di wilayah Kota Yogyakarta.
"Rekayasa lalu lintas sebenarnya sudah sering dilakukan, tetapi belum mampu mengatasi kemacetan secara signifikan," terangnya.
Ketua ASITA DIY Udi Sudiyana mengakui jika terjadi peningkatan jumlah wisatawan, hal tersebut terjadi karena lokasi Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa.
Di samping itu, mudahnya sarana transportasi baik moda pesawat terbang, Kereta api bus ataupun kendaraan pribadi menjadi faktor penunjang membanjirnya wisatawan di DIY setiap liburan.
"Destinasi wisata di DIY terus tumbuh terutama wisata alam. Kalibiru, Mangunan, Tebing Breksi Pramabanan dan destinasi baru lainnya menjadi DIY semakin menarik untuk dieskplorasi," ujar Udi.
Kepala Dinas Pariwisata DIY Aris Riyanta mengatakan, potensi pariwisata di DIY sangat besar untuk menjadi roda penggerak perekonomian di wilayah ini. Dia meyakini perputaran uang dari sektor pariwisata bisa lebih dari Rp10 triliun.
Keyakinan tersebut bukan tanpa dasar, mengingat pada passenger exit survey oleh Kementerian
Pariwisata pada 2014. "Survey tersebut menunjukkan jika wisatawan domestik masih mendominasi pengeluaran di DIY," ujarnya, Minggu (25/12/2016).
Menurutnya, dalam survey tersebut menunjukkan jika pengeluaran wisatawan domestik dari luar DIY mencapai angka Rp7,4 triliun. Pengeluaran kedua terbanyak berasal dari wisatawan mancanegara yang mencapai angka sekitar Rp3 triliun. Sementara wisatawan dari DIY hanya mengeluarkan uang sebesar Rp174 miliar.
Dia mengakui, salah satu kelemahan di DIY yang belum mampu memaksimalkan pendapatan warga adalah minimnya lama tinggal wisatawan di wilayah ini. Saat ini lama tinggal wisatawan hanya sekitar 2 hari, baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Hal tersebut yang masih menjadi pekerjaan rumah cukup besar untuk segera dipecahkan insan pariwisata di DIY. Hanya saja, Aris mengaku masih bisa bernafas lega karena pariwisata di DIY masih menjadi penggerak utama roda perekonomian di wilayah ini.
Yang membuatnya sedikit berbangga adalah meskipun lama tinggal wisatawan relatif rendah hanya sekitar dua hari, tetapi pengeluaran mereka cukup besar, sehingga mampu menjadi penopang ekonomi di DIY.
"Sedikit tidak khawatir karena meski lama menginap hanya dua hari, tetapi pengeluaran wisatawan cukup besar. Daripada lama tinggal lima hari tetapi pengeluaran kecil," tuturnya.
Selain masalah lama tinggal, saat ini yang masih menjadi persoalan di DIY adalah kemacetan yang selalu mewarnai setiap libur akhir pekan ataupun liburan panjang. Seperti saat ini, kunjungan wisatawan di DIY selama liburan Natal dan Tahun Baru diperkirakan naik sekitar 10%-15%.
Dengan peningkatan jumlah kunjungan tersebut, kemungkinan besar terjadinya kemacetan di Kota Yogyakarta akan banyak terjadi. Kemacetan masih bisa saja terjadi meski empat kabupaten di DIY juga menyelenggarakan berbagai event untuk memecah konsentrasi kepadatan di wilayah Kota Yogyakarta.
"Rekayasa lalu lintas sebenarnya sudah sering dilakukan, tetapi belum mampu mengatasi kemacetan secara signifikan," terangnya.
Ketua ASITA DIY Udi Sudiyana mengakui jika terjadi peningkatan jumlah wisatawan, hal tersebut terjadi karena lokasi Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa.
Di samping itu, mudahnya sarana transportasi baik moda pesawat terbang, Kereta api bus ataupun kendaraan pribadi menjadi faktor penunjang membanjirnya wisatawan di DIY setiap liburan.
"Destinasi wisata di DIY terus tumbuh terutama wisata alam. Kalibiru, Mangunan, Tebing Breksi Pramabanan dan destinasi baru lainnya menjadi DIY semakin menarik untuk dieskplorasi," ujar Udi.
(izz)