Regulasi Keamanan Fintech di Indonesia Masih Belum Jelas
A
A
A
JAKARTA - Pakar keamanan cyber Pratama Persadha mengemukakan, regulasi fintech (financial technology) di Tanah Air ini masih belum jelas bila dibandingkan dengan negara tetangga, terutama terkait soal keamanan. Padahal, masalah ini menjadi salah satu hal yang sangat dipertimbangkan oleh nasabah dan investor.
“Penyedia layanan Fintech harus memberi jaminan keamanan lebih bagi para penggunanya. Karena ini tidak berbeda dengan perbankan yang masih menjadi sasaran para peretas. Salah satu solusinya adalah penggunaan teknologi enkripsi,” ujarnya, dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Sabtu (31/12/2016).
(Baca: Layanan Fintech Bakal Menjadi Primadona pada 2017)
Pemerintah pun perlu mendukung dengan membuat regulasi yang melindungi konsumen jika sewaktu-waktu terjadi hal yang merugikan. Selain itu, perlu juga dilakukan pengawasan dan pengaturan terhadap semua layanan Fintech yang ada, agar tidak terjadi hal-hal yang menyimpang dan menimbulkan masalah. “Jangan sampai terjadi kejadian peretasan, namun malah pihak nasabah yang disalahkan,” tegas pria asal Cepu Jawa Tengah ini.
Pratama menyebutkan, teknologi yang akan mulai banyak digunakan pada 2017 adalah digital signature. Teknologi ini sebenarnya sudah banyak dipakai di luar negeri, utamanya untuk mempermudah melakukan agreement, baik antar swasta, maupun antar pemerintah. Dia berharap pemerintah bisa mengadopsi regulasi untuk mendukung Digital Signature dengan segera.
“Digital Signature ini secara langsung bisa mempercepat laju investasi di Tanah Air karena memotong banyak waktu dan anggaran. Perjanjian tidak lagi harus datang dan ditandatangani kedua pihak. Namun dengan teknologi ini masing-masing pihak bisa memastikan bahwa dokumen otentik dan bisa segera melakukan persetujuan,” tandasnya.
(Baca: Keamanan Cyber dan Ketergantungan terhadap Aplikasi Asing PR 2017)
“Penyedia layanan Fintech harus memberi jaminan keamanan lebih bagi para penggunanya. Karena ini tidak berbeda dengan perbankan yang masih menjadi sasaran para peretas. Salah satu solusinya adalah penggunaan teknologi enkripsi,” ujarnya, dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Sabtu (31/12/2016).
(Baca: Layanan Fintech Bakal Menjadi Primadona pada 2017)
Pemerintah pun perlu mendukung dengan membuat regulasi yang melindungi konsumen jika sewaktu-waktu terjadi hal yang merugikan. Selain itu, perlu juga dilakukan pengawasan dan pengaturan terhadap semua layanan Fintech yang ada, agar tidak terjadi hal-hal yang menyimpang dan menimbulkan masalah. “Jangan sampai terjadi kejadian peretasan, namun malah pihak nasabah yang disalahkan,” tegas pria asal Cepu Jawa Tengah ini.
Pratama menyebutkan, teknologi yang akan mulai banyak digunakan pada 2017 adalah digital signature. Teknologi ini sebenarnya sudah banyak dipakai di luar negeri, utamanya untuk mempermudah melakukan agreement, baik antar swasta, maupun antar pemerintah. Dia berharap pemerintah bisa mengadopsi regulasi untuk mendukung Digital Signature dengan segera.
“Digital Signature ini secara langsung bisa mempercepat laju investasi di Tanah Air karena memotong banyak waktu dan anggaran. Perjanjian tidak lagi harus datang dan ditandatangani kedua pihak. Namun dengan teknologi ini masing-masing pihak bisa memastikan bahwa dokumen otentik dan bisa segera melakukan persetujuan,” tandasnya.
(Baca: Keamanan Cyber dan Ketergantungan terhadap Aplikasi Asing PR 2017)
(dmd)