Sri Mulyani: Ekonomi RI 2016 Hanya Tumbuh 5,0%
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, ekonomi Indonesia sepanjang 2016 hanya mampu tumbuh 5,0%. Realisasi ini lebih rendah dari asumsi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) yang sebesar 5,2%.
Dia mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 memang lebih rendah dari yang ditargetkan. Namun, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengklaim pencapaian tersebut relatif cukup baik dibanding 2015.
"Jadi secara umum pada 2016 realisasi indikator dari asumsi makro sangat mendekati dari APBNP-nya. Pertumbuhan ekonomi relatif lebih rendah yaitu 5,0%. Namun relatif lebih baik dari 2015 yang sebesar 4,8%," katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Menurutnya, realisasi pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu tersebut masih termasuk peringkat ketiga terbaik di antara negara-negara anggota G-20. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini dicapai dengan tetap menjaga tingkat inflasi yang terkendali.
"Inflasi realisasinya 3,1% atau lebih rendah dibanding asumsi inflasi di APBNP 2016 yang sebesar 4,0%," imbuh dia.
Di samping itu, lanjut mantan Menko bidang Perekonomian ini, terjaganya stabilitas ekonomi juga tercermin dari rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2016. Pada tahun lalu, nilai tukar mata uang Garuda bertengger di level Rp13.307 per USD atau lebih kuat dibanding asumsi dalam APBNP 2016 yang sebesar Rp13.500 per USD.
"Kesehatan fundamental ekonomi disertai berbagai langkah kebijakan seperti pemulihan kredibilitas pelaksanaan APBN serta pelaksanaan UU Pengampunan Pajak menjadi faktor penguatan rupiah," terang Sri.
Secara umum, realisasi indikator ekonomi makro pada 2016 adalah:
1. Pertumbuhan ekonomi: 5,0%
2. Inflasi: 3,1%
3. Nilai tukar rupiah: Rp13.307 per USD
4. Suku Bunga SPN 3 Bulan: 5,7%
5. Harga minyak: USD40 per barel
6. Lifting minyak bumi: 829 ribu barel per hari
7. Lifting gas bumi: 1.184 ribu barel setara minyak per hari.
Dia mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 memang lebih rendah dari yang ditargetkan. Namun, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengklaim pencapaian tersebut relatif cukup baik dibanding 2015.
"Jadi secara umum pada 2016 realisasi indikator dari asumsi makro sangat mendekati dari APBNP-nya. Pertumbuhan ekonomi relatif lebih rendah yaitu 5,0%. Namun relatif lebih baik dari 2015 yang sebesar 4,8%," katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Menurutnya, realisasi pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu tersebut masih termasuk peringkat ketiga terbaik di antara negara-negara anggota G-20. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini dicapai dengan tetap menjaga tingkat inflasi yang terkendali.
"Inflasi realisasinya 3,1% atau lebih rendah dibanding asumsi inflasi di APBNP 2016 yang sebesar 4,0%," imbuh dia.
Di samping itu, lanjut mantan Menko bidang Perekonomian ini, terjaganya stabilitas ekonomi juga tercermin dari rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2016. Pada tahun lalu, nilai tukar mata uang Garuda bertengger di level Rp13.307 per USD atau lebih kuat dibanding asumsi dalam APBNP 2016 yang sebesar Rp13.500 per USD.
"Kesehatan fundamental ekonomi disertai berbagai langkah kebijakan seperti pemulihan kredibilitas pelaksanaan APBN serta pelaksanaan UU Pengampunan Pajak menjadi faktor penguatan rupiah," terang Sri.
Secara umum, realisasi indikator ekonomi makro pada 2016 adalah:
1. Pertumbuhan ekonomi: 5,0%
2. Inflasi: 3,1%
3. Nilai tukar rupiah: Rp13.307 per USD
4. Suku Bunga SPN 3 Bulan: 5,7%
5. Harga minyak: USD40 per barel
6. Lifting minyak bumi: 829 ribu barel per hari
7. Lifting gas bumi: 1.184 ribu barel setara minyak per hari.
(izz)