Jaga Produktivitas Pertanian, Yogyakarta Gagas Farming Incorporate

Selasa, 31 Januari 2017 - 00:11 WIB
Jaga Produktivitas Pertanian, Yogyakarta Gagas Farming Incorporate
Jaga Produktivitas Pertanian, Yogyakarta Gagas Farming Incorporate
A A A
YOGYAKARTA - Penyusutan lahan terus terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Akibatnya, produktivitas pertanian di wilayah ini terancam. Swasembada pangan dikhawatirkan tidak akan tercapai mengingat luasan lahan untuk bercocok tanam terus mengecil.

Luas lahan yang digunakan bercocok tanam para petani 55.000 hektare. Namun jumlah tersebut diperkirakan akan terus mengalami penyusutan, mengingat banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi perumahan ataupun bangunan yang lainnya.

Dinas Pertanian Yogyakarta sendiri memperkirakan penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi peruntukan ini mencapai rata-rata 200-250 hektare per tahunnya. Namun untuk angka pastinya, baru dapat mereka ketahui minimal di akhir triwulan pertama tahun ini setelah ada pendataan di lapangan.

Dua tahun terakhir, Yogyakarta berhasil surplus beras. Hal tersebut ditandai dengan keberhasilan Badan Urusan Logistik Divisi Regional (Divre) Yogyakarta mengirim beras ke luar daerah. Bulog Divre Yogyakarta berhasil mengirim beras ke daerah defisit seperti Kalimantan Barat, Bali dan Sumatra Utara.

"Tahun 2016 lalu, kami berhasil mengirim 10.000 ton ketiga wilayah. Dan tahun ini, Bulog menargetkan mengirim 15.000 ton lagi," tutur Kepala Bulog Divre Yogyakarta, Miftakhul Adha, Senin (30/1/2017).

Prestasi surplus beras ini memang perlu dipertahankan, mengingat kebutuhan akan beras terus meningkat. Sebuah pekerjaan rumah cukup berat untuk insan pertanian Yogyakarta di tengah arus penyusutan lahan yang terus terjadi. Formulasi tepat harus dilakukan untuk menggapainya.

Assisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah (Sekda) Yogyakarta, Sulistya mengungkapkan regulasi lahan-lahan pertanian memang diperlukan. Sebab, harus ada batasan penyusutan lahan tersebut. Lahan-lahan produktif harus dilindungi dari masifnya alih fungsi lahan ini melalui regulasi yang jelas. "Sepertinya di daerah tingkat dua sudah ada yang membuatnya," tuturnya.

Saat ini, setidaknya ada lahan pertanian seluas 35.000 hektare yang tidak boleh diutak-atik alias tidak boleh beralih fungsi menjadi bangunan. 35.000 hektare tersebut akan digunakan untuk penyangga pangan wilayah ini di masa depan. Jika tidak dilindungi, maka ia khawatir lahan pertanian akan beralih fungsi dan Yogyakarta tak lagi bisa bercocok tanam.

Untuk menjaga produktivitas pertanian bahkan hingga surplus, program intensifikasi pertanian perlu ditingkatkan. Program ini terus diupayakan dengan berbagai cara dengan tujuan meningkatkan jumlah panenan para petani. Pola tanam, pemilihan bibit hingga pemupukan terus diinovasi guna meningkatkan produktivitas pertanian.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Yogyakarta, Sasongko mengatakan, selain intensifikasi, pihaknya kini tengah merancang program Farming Incorporate. Sebuah sistem penanaman komoditas pertanian yang melibatkan berbagai pihak. Seluruh stakeholder yang konsen dengan pertanian akan menjalankan tugasnya masing-masing. "Penyedia bibit, pupuk hingga perusahaan yang membeli hasil pertanian akan terlibat," ujarnya.

Untuk uji coba Farming Incorporate ini akan dilaksanakan di area pertanian baru sebagai relokasi lahan pertanian yang terdampak proyek Bandara Baru, New Yogyakarta International Airport (NYIA). Dengan lahan terbatas, mereka akan mencoba menggagas pertanian terpadu.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6166 seconds (0.1#10.140)