Kesenjangan Sosial di Yogyakarta Semakin Parah
A
A
A
YOGYAKARTA - Kesenjangan antara warga kaya dan miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta kian melebar. Bila sebelumnya, gap alias jarak antara si kaya dan si miskin berada di urutan kedua terburuk, kini menjadi peringkat satu dari seluruh wilayah di Indonesia. Sebuah peringkat yang tentu tidak diinginkan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta, J.B. Priyono mengungkapkan, kesenjangan antara warga kaya dan miskin di Yogyakarta memang paling parah. Meski demikian, pihaknya belum bisa menyimpulkan penyebabnya.
Hanya saja, berdasarkan analisa sementara karena profesilah yang mengakibatkan kesenjangan antara warga miskin dan kaya cukup lebar. "Warga miskin itu sebagian besar adalah buruh tani," tuturnya, Kamis (2/2/2017).
Upah buruh tani di Yogyakarta selama ini memang tergolong kecil. Diperparah lagi, pekerjaan dari para buruh tani tersebut tidak selalu ada karena tergantung sekali dengan musim. Upah mereka bahkan terbilang lebih kecil dibanding dengan tukang batu sekalipun.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta, Budi Hanoto mengaku kesenjangan antara keluarga miskin dan kaya yang begitu besar merupakan pekerjaan rumah bagi stakeholder perekonomian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pihaknya juga belum mengetahui penyebab kesenjangan yang terlalu lebar tersebut.
Ia menduga, sebenarnya orang yang sangat kaya di Yogyakarta hanya segelintir orang. Dan mereka menguasai beberapa perusahaan ataupun usaha yang lainnya. Namun untuk memastikannya, BI akan mencoba melakukan pendataan guna mengetahui aliran permodalan yang masuk ke wilayah ini. "Kami akan lihat sebenarnya asalnya dari pengusaha Yogyakarta atau dari luar Yogyakarta," tuturnya.
Jika dari luar Yogyakarta, maka kemungkinan besar manfaat dari modal yang ditanam di Yogayakarta sangat kecil. Karena sebagian keuntungan dari investasi tersebut lari ke luar daerah. Berbeda dengan ketika pemilik modal yang menguasai sektor bisnis di Yogyakarta tersebut berasal dari Yogyakarta sendiri, tentu aliran dananya akan kembali ke daerah.
Oleh karena itu, ia sangat mendukung langkah yang dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Yogyakarta yang membentuk Jogja Incorporated. Jogja Incorporated dibentuk dengan tujuan menjadikan pengusaha lokal menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Gerakan tersebut juga menegaskan langkah pengusaha lokal untuk bisa terlibat dalam proses pembangunan ekonomi di wilayah ini.
"Saya sangat setuju dengan Jogja Incorporated tersebut agar bisa memeratakan pendapatan. Sehingga ke depan jarak antara si kaya dan si miskin akan berkurang," tambahnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta, J.B. Priyono mengungkapkan, kesenjangan antara warga kaya dan miskin di Yogyakarta memang paling parah. Meski demikian, pihaknya belum bisa menyimpulkan penyebabnya.
Hanya saja, berdasarkan analisa sementara karena profesilah yang mengakibatkan kesenjangan antara warga miskin dan kaya cukup lebar. "Warga miskin itu sebagian besar adalah buruh tani," tuturnya, Kamis (2/2/2017).
Upah buruh tani di Yogyakarta selama ini memang tergolong kecil. Diperparah lagi, pekerjaan dari para buruh tani tersebut tidak selalu ada karena tergantung sekali dengan musim. Upah mereka bahkan terbilang lebih kecil dibanding dengan tukang batu sekalipun.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta, Budi Hanoto mengaku kesenjangan antara keluarga miskin dan kaya yang begitu besar merupakan pekerjaan rumah bagi stakeholder perekonomian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pihaknya juga belum mengetahui penyebab kesenjangan yang terlalu lebar tersebut.
Ia menduga, sebenarnya orang yang sangat kaya di Yogyakarta hanya segelintir orang. Dan mereka menguasai beberapa perusahaan ataupun usaha yang lainnya. Namun untuk memastikannya, BI akan mencoba melakukan pendataan guna mengetahui aliran permodalan yang masuk ke wilayah ini. "Kami akan lihat sebenarnya asalnya dari pengusaha Yogyakarta atau dari luar Yogyakarta," tuturnya.
Jika dari luar Yogyakarta, maka kemungkinan besar manfaat dari modal yang ditanam di Yogayakarta sangat kecil. Karena sebagian keuntungan dari investasi tersebut lari ke luar daerah. Berbeda dengan ketika pemilik modal yang menguasai sektor bisnis di Yogyakarta tersebut berasal dari Yogyakarta sendiri, tentu aliran dananya akan kembali ke daerah.
Oleh karena itu, ia sangat mendukung langkah yang dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Yogyakarta yang membentuk Jogja Incorporated. Jogja Incorporated dibentuk dengan tujuan menjadikan pengusaha lokal menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Gerakan tersebut juga menegaskan langkah pengusaha lokal untuk bisa terlibat dalam proses pembangunan ekonomi di wilayah ini.
"Saya sangat setuju dengan Jogja Incorporated tersebut agar bisa memeratakan pendapatan. Sehingga ke depan jarak antara si kaya dan si miskin akan berkurang," tambahnya.
(ven)