Belajar Value Investing 1.0

Senin, 06 Februari 2017 - 05:15 WIB
Belajar Value Investing 1.0
Belajar Value Investing 1.0
A A A
Lo Kheng Hong (LKH), investor saham sukses yang sering dijuluki “Warren Buffett of Indonesia”, kembali meraup keuntungan besar. Ia membeli banyak saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ketika harganya sedang terkapar di tanah, Rp50 pada Agustus 2015.

Ketika mayoritas investor lain tidak tertarik dan takut mengoleksi saham perusahaan batu bara yang pernah menjadi perusahaan dengan nilai terbesar di Bursa Efek Indonesia ini, LKH justru bertindak sebaliknya. Tidak sampai satu tahun, harga saham “sejuta umat” BUMI yang legendaris ini (ia pernah terbang tinggi hingga delapan ribuan rupiah, lalu jatuh kembali ke ratusan rupiah dalam waktu sekejap) mulai bergerak naik.

Seiring dengan melonjaknya harga batu bara dan keberhasilan restrukturisasi utang BUMI, harga saham BUMI meroket, menyentuh Rp500, pada akhir Januari 2017. Keuntungan hampir 900% diraup hanya dalam waktu beberapa bulan. Tidak hanya sekali ini LKH meraup keuntungan besar di bursa saham.

Ia, misalnya, pernah membeli saham PT United Tractor Tbk (UNTR) saat krisis moneter 1998 dan menjualnya enam tahun kemudian ketika harganya sudah naik 60 kali lipat! Saya beruntung bisa mengenal dan bersahabat dengan LKH. Sejak 2012, setiap semester LKH rajin berbagi kiat dan pengalaman investasinya kepada mahasiswa di Universitas Prasetiya Mulya.

LKH dengan senang hati menerima setiap undangan saya untuk menjadi dosen tamu di kelas Investasi yang saya asuh. Di mata saya, LKH adalah investor saham yang unik. Ketika kebanyakan orang lebih suka memilih menjadi trader saham, yakni sibuk bertransaksi saham secara jam-jaman, harian, dan mingguan, LKH memilih menjadi investor saham jangka panjang.

Ia secara cermat mencari peluang dari saham-saham yang harganya lebih rendah dari nilai wajarnya (underpriced). LKH punya hobi duduk di taman rumahnya yang asri dan membaca surat kabar bisnis serta laporan keuangan perusahaan. Saat merasa telah menemukan saham yang underpriced, ia tidak ragu untuk membelinya, meskipun-seperti pada contoh saham BUMI, harus melawan arus. Bagi saya, LKH adalah contoh langka di dunia investasi saham.

Tidak salah jika masyarakat pasar modal menjulukinya “Warren Buffett of Indonesia”. LKH berpikir dan bergaya hidup mengikuti Warren Buffett, investor saham Amerika serikat yang berhasil menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Bagi LKH, Buffett adalah gurunya. Ia memiliki 40-an buku tentang Warren Buffett, yang ia baca berulang-ulang. Ia sampai hafal di luar kepala petuah dan prinsip investasi Warren Buffett.

LKH, misalnya, selalu mengikuti prinsip Buffett, be greedy when the others are fearful. Dalam dunia investasi, ini disebut value investing. Ia juga hidup sederhana seperti Warren Buffett. Mobilnya, misalnya, termasuk merek mewah tetapi sudah tua, harganya setara dengan mobil sejuta umat. Ia juga sangat rendah hati dan berpenampilan bersahaja. Kalau pembaca kebetulan bersua LKH di tempat umum, kemungkinan besar dan tidak menyangka kalau ia kaya raya.

Mahasiswa di kelas saya sungguh beruntung bisa belajar wisdom dan praktik investasi dari LKH. Dari persahabatan yang tulus, kami akhirnya sepakat untuk berkolaborasi menyebarkan virus-virus kebaikan, bagaimana menjadi lebih sejahtera melalui investasi saham secara cerdas dan bijaksana. Langkah pertama, saya menambahkan satu bab tentang pengalaman dan strategi LKH di buku kartun investasi “Smiling Investor” saat dicetak ulang tahun lalu.

Langkah berikutnya adalah menyusun sebuah buku tentang LKH, kisah hidupnya, strategi dan pengalamannya dalam berinvestasi saham. Sebagian materi buku tersebut akan saya bagi kepada pembaca melalui kolom ini selama beberapa bulan ke depan. Stay tune. Mengapa LKH memilih jalan saham untuk mencapai kesejahteraan finansial? “Pertama , investor saham bisa menjadi orang terkaya di dunia. Contohnya Warren Buffett. Saya belajar dari dia,” Ujar LKH.

Kedua, pemegang saham berhak atas keuntungan perusahaan. “Bayangkan, direksi dan karyawan perusahaan bekerja keras, tapi keuntungannya dinikmati pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Enak kan?” imbuh LKH. Bagi LKH, memiliki perusahaan yang labanya besar itu seperti memiliki mesin pencetak uang.

Ketiga, dalam jangka panjang, imbal hasil saham lebih tinggi dari instrumen investasi lainnya, seperti obligasi, emas, dan properti. Menurut LKH, ia hanya berinvestasi pada saham. Keempat, investor saham memiliki waktu luang yang relatif lebih banyak. LKH membagi manusia menjadi empat tipe berdasarkan “waktu” dan “uang”.

Tipe pertama, orang yang punya banyak waktu, tapi tidak punya uang. Contohnya orang pengangguran. Tipe kedua, orang yang punya banyak uang, tapi tidak punya waktu. Yang ini biasanya para pengusaha. Lalu tipe ketiga, orang yang tidak punya waktu dan tidak punya banyak uang. Ini kebanyakan para pegawai perusahaan yang bergaji minimalis.

Tipe terakhir, orang yang punya waktu dan punya uang. “Tipe inilah yang saya inginkan ketika memutuskan menjadi investor saham secara full time . Orang bilang, time is money . Buat saya, waktu lebih berarti dari uang karena uang bisa dicari, tapi uang tidak bisa mengembalikan waktu.” Anda ingin punya waktu dan punya uang? Mari kita belajar dari Warren Buffett melalui LKH.

LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert- Prasetiya Mulya Business School,
Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5603 seconds (0.1#10.140)