DPR: Pengelolaan Aset Negara Harus Lewat Restu Parlemen
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng secara tegas menolak kebijakan pemerintah
mengenai aset BUMN yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2016. Menurutnya, pengelolaan aset negara tetap harus melewati restu DPR.
PP 72 tahun 2016 tersebut mengatur tentang perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Dalam beleid tersebut, pemerintah melegalkan perpindahan aset BUMN tanpa harus melalui APBN atau persetujuan DPR.
"Saya sepakat menolak PP tersebut (PP 72/2016). Dan kami sepakat apapun yang berhubungan dengan kekayaan negara harus melalui pembahasan DPR walaupun prosesnya rumit dan panjang," kata dia dalam rilisnya yang diterima SINDOnews di Jakarta, Selasa (14/2/2017).
Menurutnya, pembahasan di DPR diperlukan karena BUMN merupakan bagian dari kekayaan negara yang tidak dapat dipisahkan. Dia menekankan agar jangan sampai kekayaan negara berpindah ke tangan lain tanpa rakyat mengetahui.
"Kalau tetap dijalankan jangan kaget nanti BUMN dijual ke asing, berpindah tangan, bahkan monas nanti dijual kita enggak tahu bahaya itu. Seluruh pembahasan kekayaan negara haruslah transparan melalui DPR," imbuhnya.
Mekeng berharap, pemerintah bisa segera membatalkan PP tersebut. Jika tidak, maka biarkan penggugat maupun DPR yang akan mengambil aksi. "Tidak boleh PP tersebut jalan. Karena bertabrakan dengan aturan yang sudah ada lainnya," tutur Mekeng.
Sementara, Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mahfud MD mengatakan, dirinya tidak mempermasalakan pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) per sektor.
Namun, aturan yang menjadi payung hukumnya harus setingkat dengan Undang-Undang (UU) dan tidak menabrak UU lainnya. Karenanya, KAHMI pun menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA).
"Saya menyatakan, KAHMI akan mengajukan Judicial Review. Uji formal dan uji material. Ini bagian dari perjuangan rakyat," tandasnya.
mengenai aset BUMN yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2016. Menurutnya, pengelolaan aset negara tetap harus melewati restu DPR.
PP 72 tahun 2016 tersebut mengatur tentang perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Dalam beleid tersebut, pemerintah melegalkan perpindahan aset BUMN tanpa harus melalui APBN atau persetujuan DPR.
"Saya sepakat menolak PP tersebut (PP 72/2016). Dan kami sepakat apapun yang berhubungan dengan kekayaan negara harus melalui pembahasan DPR walaupun prosesnya rumit dan panjang," kata dia dalam rilisnya yang diterima SINDOnews di Jakarta, Selasa (14/2/2017).
Menurutnya, pembahasan di DPR diperlukan karena BUMN merupakan bagian dari kekayaan negara yang tidak dapat dipisahkan. Dia menekankan agar jangan sampai kekayaan negara berpindah ke tangan lain tanpa rakyat mengetahui.
"Kalau tetap dijalankan jangan kaget nanti BUMN dijual ke asing, berpindah tangan, bahkan monas nanti dijual kita enggak tahu bahaya itu. Seluruh pembahasan kekayaan negara haruslah transparan melalui DPR," imbuhnya.
Mekeng berharap, pemerintah bisa segera membatalkan PP tersebut. Jika tidak, maka biarkan penggugat maupun DPR yang akan mengambil aksi. "Tidak boleh PP tersebut jalan. Karena bertabrakan dengan aturan yang sudah ada lainnya," tutur Mekeng.
Sementara, Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mahfud MD mengatakan, dirinya tidak mempermasalakan pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) per sektor.
Namun, aturan yang menjadi payung hukumnya harus setingkat dengan Undang-Undang (UU) dan tidak menabrak UU lainnya. Karenanya, KAHMI pun menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA).
"Saya menyatakan, KAHMI akan mengajukan Judicial Review. Uji formal dan uji material. Ini bagian dari perjuangan rakyat," tandasnya.
(izz)