Krisis Keuangan Global Beri BI Tiga Pelajaran Penting
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyampaikan, krisis keuangan global yang berpengaruh terhadap negara maju maupun negara berkembang pada beberapa tahun terakhir telah membuahkan tiga pelajaran penting. Pertama, pentingnya kebijakan dan pengawasan makroprudensial untuk memahami konektivitas antara institusi dan sistem keuangan secara kolektif.
"Kedua, adanya risiko sistemik sistem keuangan. Ketiga, adanya spillover atau pengaruh dari krisis yang terjadi di satu negara terhadap negara lain, akibat globalisasi," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di Jakarta, Senin (6/3/2017).
Dia menambahkan, koordinasi antarlembaga dalam mencegah dan menangani krisis keuangan antara otoritas moneter, makroprudensial, mikroprudensial maupun fiskal dirasa sangat penting. Perry juga menilai, perekonomian dunia telah membaik, terutama didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan China, diikuti dengan harga komoditas global yang terus meningkat.
Perbaikan ekonomi AS diperkirakan terus berlanjut didukung oleh konsumsi dan investasi yang meningkat. Menurutnya, perekonomian China juga diperkirakan cukup kuat sejalan dengan proses rebalancing ekonomi yang berlangsung secara gradual. Sementara itu, harga komoditas dunia, termasuk harga minyak dan komoditas ekspor Indonesia, menunjukkan peningkatan.
Namun, dia mengingatkan sejumlah risiko global tetap perlu diwaspadai. Rencana ekspansi kebijakan fiskal pemerintah AS di tengah sinyal pengetatan kebijakan moneter dapat mendorong penguatan mata uang AS dan penyesuaian suku bunga yang lebih cepat. "Rencana relaksasi regulasi sektor keuangan di AS, meskipun dapat mendorong aktivitas keuangan di negara itu, dapat meningkatkan risiko stabilitas sistem keuangan global," paparnya.
Demikian pula, kecenderungan kebijakan proteksionis perdagangan AS, disetujuinya “Hard Brexit” oleh Parlemen Inggris serta risiko geopolitik di Eropa diyakini dapat menurunkan volume perdagangan dunia dan menambah ketidakpastian global. Sejalan dengan membaiknya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan membaik dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga
"Meskipun demikian, BI tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global terutama terkait arah kebijakan AS dan risiko geopolitik di Eropa, maupun dari dalam negeri terutama terkait dengan dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi," tambah Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.
Lebih lanjut karena itu dia menekankan BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Selanjutnya, BI akan terus melakukan penguatan koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus pada pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan kelanjutan reformasi struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
"Kedua, adanya risiko sistemik sistem keuangan. Ketiga, adanya spillover atau pengaruh dari krisis yang terjadi di satu negara terhadap negara lain, akibat globalisasi," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di Jakarta, Senin (6/3/2017).
Dia menambahkan, koordinasi antarlembaga dalam mencegah dan menangani krisis keuangan antara otoritas moneter, makroprudensial, mikroprudensial maupun fiskal dirasa sangat penting. Perry juga menilai, perekonomian dunia telah membaik, terutama didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan China, diikuti dengan harga komoditas global yang terus meningkat.
Perbaikan ekonomi AS diperkirakan terus berlanjut didukung oleh konsumsi dan investasi yang meningkat. Menurutnya, perekonomian China juga diperkirakan cukup kuat sejalan dengan proses rebalancing ekonomi yang berlangsung secara gradual. Sementara itu, harga komoditas dunia, termasuk harga minyak dan komoditas ekspor Indonesia, menunjukkan peningkatan.
Namun, dia mengingatkan sejumlah risiko global tetap perlu diwaspadai. Rencana ekspansi kebijakan fiskal pemerintah AS di tengah sinyal pengetatan kebijakan moneter dapat mendorong penguatan mata uang AS dan penyesuaian suku bunga yang lebih cepat. "Rencana relaksasi regulasi sektor keuangan di AS, meskipun dapat mendorong aktivitas keuangan di negara itu, dapat meningkatkan risiko stabilitas sistem keuangan global," paparnya.
Demikian pula, kecenderungan kebijakan proteksionis perdagangan AS, disetujuinya “Hard Brexit” oleh Parlemen Inggris serta risiko geopolitik di Eropa diyakini dapat menurunkan volume perdagangan dunia dan menambah ketidakpastian global. Sejalan dengan membaiknya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan membaik dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga
"Meskipun demikian, BI tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global terutama terkait arah kebijakan AS dan risiko geopolitik di Eropa, maupun dari dalam negeri terutama terkait dengan dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi," tambah Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.
Lebih lanjut karena itu dia menekankan BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Selanjutnya, BI akan terus melakukan penguatan koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus pada pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan kelanjutan reformasi struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
(akr)