Manfaatkan Sungai Mati untuk Karamba, Petani Raih Omzet Jutaan Rupiah
A
A
A
PEKALONGAN - Sejumlah warga di Kelurahan Krapyak Lor Kecamatan Pekalongan Utara, Jawa Tengah, memanfaatkan Sungai Ampel Gading. Sebab, sungai tersebut sudah tidak lagi mengalir hingga ke muaranya, karena ditutup. Sehingga warga setempat sering menyebutnya dengan Kali Mati.
Salah seorang petani karamba bernama Haris, 45, mengaku sudah tujuh bulan terakhir memanfaatkan Kali Mati tersebut untuk budidaya ikan. Hal itu dilakukan untuk memanfaatkan kali mati tersebut.
"Sebelumnya saya hanya beternak burung merpati dan ayam saja. Sekarang tambah karamba ini. Baru sekitar tujuh bulan nambah budidaya ikan karamba ini. Daripada sungainya nganggur dan airnya pas surut," katanya kepada KORAN SINDO, Selasa (21/3/2017).
Dia mengaku belum pernah belajar budidaya ikan sama sekali. Sehingga dia melakukan budidaya ikan tersebut secara otodidak. "Jadi di sini belum ada kelompok taninya, dan belum ada bantuan atau bimbingan dari dinas terkait. Kami belajar otodidak semua," terangnya.
Disebutkannya, setidaknya ada sekitar 100 petani karamba yang memanfaatkan sungai mati tersebut. Mereka memanfaatkan sekitar satu kilometer panjang sungai dari ujung utara sungai ke arah selatan.
"Setiap petani jumlah karambanya berbeda-beda. Kalau saya sendiri ada 21 karamba. Awalnya saya, kemudian banyak yang ikut-ikutan," ungkapnya.
Pada karamba miliknya, dia membudidayakan jenis ikan nila dan bawal. Setiap kotak karamba, dia mengisinya dengan sekitar 1.000-1.200 bibit ikan.
"Ikan nila itu kami pelihara sekitar 3,5-4 bulan. Setelah itu siap panen. Dari 1.000 bibit ikan nila itu, bisa menjadi sekitar satu kuintal saat panen atau rata-rata Rp2 juta untuk satu kotaknya. Harga 1.000 bibit nila sekitar Rp100.000 dan biaya pakan selama pemeliharaan sekitar Rp350.000," jelasnya.
Sementara ini, dia mengaku tidak mengalami kendala yang berarti dari memelihara ikan dalam karamba itu. Namun, perubahan cuaca sedikit mengganggu perkembangan ikannya.
"Kemarin perubahan cuaca dari hujan ke panas, malah banyak ikan besar siap panen yang mati. Tapi sekarang sudah normal kembali. Mungkin ikannya tidak kuat dengan panas mendadak dan sekarang sudah adaptasi dengan cuaca yang baru," paparnya.
Dia berharap bisa melakukan roling pada karamba miliknya. Sehingga dia bisa melakukan panen setiap pekannya. "Inginnya bisa roling seminggu sekali panen. Jadi minggu ini kami panen kolam A, minggu kedua bisa panen kolam B. Jadi hasilnya bisa lebih banyak," harapnya.
Selama ini, dia mengaku tidak kesulitan menjual ikan hasil panennya. Sebab, sudah ada pengepul yang siap membeli ikan miliknya. "Sementara pasarnya baru Pekalongan dan sekitarnya serta Kabupaten Kendal. Biasanya satu kilogram isi 4 sampai 5 ikan dan harganya per kilogram sekitar Rp19.000 hingga Rp20.000," tambahnya.
Sementara petani karamba lainnya yakni Maksum, 28, mengaku juga mendapat tambahan penghasilan tambahan dengan budidaya ikan menggunakan karamba tersebut. Dia mengaku baru mencoba membudidayakan lele saja. "Saya baru dua bulan ini. Saya baru mencoba ikan Lele. Sehari-hari saya ternak ayam dan bebek," katanya.
Namun, dia mengaku sebagian karamba miliknya sudah panen. Sehingga adanya karamba tersebut cukup memberi tambahan penghasilan baginya. "Saya sementara Lele dulu, ada 19 karamba. Baru panen sekali yaitu dua karamba saya. Namun untuk lele tidak langsung dipanen semua satu kotak karamba. Namun hanya diambil yang ukurannya sesuai permintaan pasar saja. Lele itu biasanya satu kilogram berisi sekitar 8-10 ikan. Jadi yang kecil tidak diambil, dimasukkan kolam lagi," terangnya.
Diungkapkan, ikan Lele juga tidak tahan dengan perubahan cuaca yang terjadi belakangan. Sehingga perubahan cuaca juga sedikit mengganggu budidaya ikan Lelenya. "Jadi semua ikan tidak tahan kalau cuaca terlalu panas atau terlalu dingin. Selain itu, juga ada burung pemangsa ikan dan lain-lain sering mampir ke sini," ungkapnya.
Salah seorang petani karamba bernama Haris, 45, mengaku sudah tujuh bulan terakhir memanfaatkan Kali Mati tersebut untuk budidaya ikan. Hal itu dilakukan untuk memanfaatkan kali mati tersebut.
"Sebelumnya saya hanya beternak burung merpati dan ayam saja. Sekarang tambah karamba ini. Baru sekitar tujuh bulan nambah budidaya ikan karamba ini. Daripada sungainya nganggur dan airnya pas surut," katanya kepada KORAN SINDO, Selasa (21/3/2017).
Dia mengaku belum pernah belajar budidaya ikan sama sekali. Sehingga dia melakukan budidaya ikan tersebut secara otodidak. "Jadi di sini belum ada kelompok taninya, dan belum ada bantuan atau bimbingan dari dinas terkait. Kami belajar otodidak semua," terangnya.
Disebutkannya, setidaknya ada sekitar 100 petani karamba yang memanfaatkan sungai mati tersebut. Mereka memanfaatkan sekitar satu kilometer panjang sungai dari ujung utara sungai ke arah selatan.
"Setiap petani jumlah karambanya berbeda-beda. Kalau saya sendiri ada 21 karamba. Awalnya saya, kemudian banyak yang ikut-ikutan," ungkapnya.
Pada karamba miliknya, dia membudidayakan jenis ikan nila dan bawal. Setiap kotak karamba, dia mengisinya dengan sekitar 1.000-1.200 bibit ikan.
"Ikan nila itu kami pelihara sekitar 3,5-4 bulan. Setelah itu siap panen. Dari 1.000 bibit ikan nila itu, bisa menjadi sekitar satu kuintal saat panen atau rata-rata Rp2 juta untuk satu kotaknya. Harga 1.000 bibit nila sekitar Rp100.000 dan biaya pakan selama pemeliharaan sekitar Rp350.000," jelasnya.
Sementara ini, dia mengaku tidak mengalami kendala yang berarti dari memelihara ikan dalam karamba itu. Namun, perubahan cuaca sedikit mengganggu perkembangan ikannya.
"Kemarin perubahan cuaca dari hujan ke panas, malah banyak ikan besar siap panen yang mati. Tapi sekarang sudah normal kembali. Mungkin ikannya tidak kuat dengan panas mendadak dan sekarang sudah adaptasi dengan cuaca yang baru," paparnya.
Dia berharap bisa melakukan roling pada karamba miliknya. Sehingga dia bisa melakukan panen setiap pekannya. "Inginnya bisa roling seminggu sekali panen. Jadi minggu ini kami panen kolam A, minggu kedua bisa panen kolam B. Jadi hasilnya bisa lebih banyak," harapnya.
Selama ini, dia mengaku tidak kesulitan menjual ikan hasil panennya. Sebab, sudah ada pengepul yang siap membeli ikan miliknya. "Sementara pasarnya baru Pekalongan dan sekitarnya serta Kabupaten Kendal. Biasanya satu kilogram isi 4 sampai 5 ikan dan harganya per kilogram sekitar Rp19.000 hingga Rp20.000," tambahnya.
Sementara petani karamba lainnya yakni Maksum, 28, mengaku juga mendapat tambahan penghasilan tambahan dengan budidaya ikan menggunakan karamba tersebut. Dia mengaku baru mencoba membudidayakan lele saja. "Saya baru dua bulan ini. Saya baru mencoba ikan Lele. Sehari-hari saya ternak ayam dan bebek," katanya.
Namun, dia mengaku sebagian karamba miliknya sudah panen. Sehingga adanya karamba tersebut cukup memberi tambahan penghasilan baginya. "Saya sementara Lele dulu, ada 19 karamba. Baru panen sekali yaitu dua karamba saya. Namun untuk lele tidak langsung dipanen semua satu kotak karamba. Namun hanya diambil yang ukurannya sesuai permintaan pasar saja. Lele itu biasanya satu kilogram berisi sekitar 8-10 ikan. Jadi yang kecil tidak diambil, dimasukkan kolam lagi," terangnya.
Diungkapkan, ikan Lele juga tidak tahan dengan perubahan cuaca yang terjadi belakangan. Sehingga perubahan cuaca juga sedikit mengganggu budidaya ikan Lelenya. "Jadi semua ikan tidak tahan kalau cuaca terlalu panas atau terlalu dingin. Selain itu, juga ada burung pemangsa ikan dan lain-lain sering mampir ke sini," ungkapnya.
(ven)