Kenaikan Daya Saing Pariwisata Indonesia Belum Dinikmati DIY
A
A
A
YOGYAKARTA - Daya saing pariwisata Indonesia naik delapan tingkat dalam dua tahun terakhir. Hanya saja, kondisi ini belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh para pelaku pariwisata di DIY.
Terbukti, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang hadir di Yogyakarta pada 2016 masih sangat minim. Pekerjaan rumah yang cukup besar bagi pemerintah dan masyarakat DIY untuk menangguk dolar dari kenaikan daya saing pariwisata Indonesia ini.
Ketua Asociation of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) DIY, Udi Sudiyanto mengatakan, jumlah kunjungan wisman ke Yogyakarta masih terhitung sedikit yaitu kurang dari 300 ribu orang per tahun. Kondisi ini sangat timpang dibanding jumlah wisatawan asing yang datang ke Bali.
"Bisa mencapai 4 juta orang per tahun. Yogyakarta 10 persennya saja tidak ada," tutur dia di Yogyakarta, Senin (10/4/2017).
Dia menerangkan, indeks daya saing pariwisata Indonesia naik delapan peringkat dari posisi 50 pada 2015 ke peringkat 42 pada tahun ini. Indonesia berada di urutan 42 dari 136 negara dengan skor sekitar 4,2. 14 indikator mulai dari sumber daya manusia (SDM) hingga daya saing harga menjadi tolok ukur peringkat ini.
Meski moncer, tetapi dia tetap mewanti-wanti agar para stakeholder pariwisata di Yogyakarta bersatu meningkatkan kompetensi daya saing mereka. Sebab, pada kenyataannya, jumlah wisatawan asing yang datang ke Yogyakarta baru sekitar 3% dibanding keseluruhan wisman yang masuk ke Tanah Air sebanyak 12 juta orang pada 2016.
Kenyataan yang saat ini masih banyak dijumpai, ternyata Yogyakarta belum begitu familiar di mancanegara, kalah jauh dengan Pulau Dewata Bali. Di negara tetangga saja seperti Malaysia, Filipina ataupun Singapura.
Hal tersebut dikarenakan kerap pada saat mempromosikan wisata ke negara tetangga, mereka harus menjelaskan detil bahkan dengan peta untuk menggambarkan Yogyakarta. "Kalau wisatawan lokal sudah mencapai 3 juta orang. Tapi yang wisman masih perlu digenjot," tambahnya.
Menurutnya, berbeda dengan Bali yang sudah sejak lama mempromosikan wisata mereka kepada wisatawan mancanegara, yang terpenting adalah kualitas wisman yang datang ke Yogyakarta.
Dari hampir 12 juta wisman yang datang ke Indonesia, turis yang mampir ke Yogyakarta hanya berkisar 3%. Bahkan 2% hanya indirect karena tujuan mereka sesungguhnya adalah Borobudur dan Prambanan.
Udhi mengatakan, banyak persoalan yang menghambat wisatawan mancanegara datang ke yogyakarta, selain kendala utama keterbatasan penerbangan ke Yogyakarta lantaran kapasitas bandara yang tidak memungkinkan juga kurang gaungnya promosi pariwisata ke Kota Gudeg.
"Ketiadaan direct flight dari negara ASEAN ke Jogja memang jadi kendala. Di samping itu pemerintah dan pelaku industri pariwisata perlu bekerjsama untuk mendatangkan wisman," ujarnya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta Istidjab Danunagoro mengakui daya saing Yogyakarta perlu ditingkatkan. Perlu event-event kreatif yang mampu menahan wisatawan lebih lama lagi karena saat ini di samping wisman yang masih minim, lama tinggal mereka juga masih sangat pendek.
"Harus diperbanyak lagi event kreatif yang mampu mendatangkan wisatawan lebih banyak," ujarnya.
Terbukti, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang hadir di Yogyakarta pada 2016 masih sangat minim. Pekerjaan rumah yang cukup besar bagi pemerintah dan masyarakat DIY untuk menangguk dolar dari kenaikan daya saing pariwisata Indonesia ini.
Ketua Asociation of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) DIY, Udi Sudiyanto mengatakan, jumlah kunjungan wisman ke Yogyakarta masih terhitung sedikit yaitu kurang dari 300 ribu orang per tahun. Kondisi ini sangat timpang dibanding jumlah wisatawan asing yang datang ke Bali.
"Bisa mencapai 4 juta orang per tahun. Yogyakarta 10 persennya saja tidak ada," tutur dia di Yogyakarta, Senin (10/4/2017).
Dia menerangkan, indeks daya saing pariwisata Indonesia naik delapan peringkat dari posisi 50 pada 2015 ke peringkat 42 pada tahun ini. Indonesia berada di urutan 42 dari 136 negara dengan skor sekitar 4,2. 14 indikator mulai dari sumber daya manusia (SDM) hingga daya saing harga menjadi tolok ukur peringkat ini.
Meski moncer, tetapi dia tetap mewanti-wanti agar para stakeholder pariwisata di Yogyakarta bersatu meningkatkan kompetensi daya saing mereka. Sebab, pada kenyataannya, jumlah wisatawan asing yang datang ke Yogyakarta baru sekitar 3% dibanding keseluruhan wisman yang masuk ke Tanah Air sebanyak 12 juta orang pada 2016.
Kenyataan yang saat ini masih banyak dijumpai, ternyata Yogyakarta belum begitu familiar di mancanegara, kalah jauh dengan Pulau Dewata Bali. Di negara tetangga saja seperti Malaysia, Filipina ataupun Singapura.
Hal tersebut dikarenakan kerap pada saat mempromosikan wisata ke negara tetangga, mereka harus menjelaskan detil bahkan dengan peta untuk menggambarkan Yogyakarta. "Kalau wisatawan lokal sudah mencapai 3 juta orang. Tapi yang wisman masih perlu digenjot," tambahnya.
Menurutnya, berbeda dengan Bali yang sudah sejak lama mempromosikan wisata mereka kepada wisatawan mancanegara, yang terpenting adalah kualitas wisman yang datang ke Yogyakarta.
Dari hampir 12 juta wisman yang datang ke Indonesia, turis yang mampir ke Yogyakarta hanya berkisar 3%. Bahkan 2% hanya indirect karena tujuan mereka sesungguhnya adalah Borobudur dan Prambanan.
Udhi mengatakan, banyak persoalan yang menghambat wisatawan mancanegara datang ke yogyakarta, selain kendala utama keterbatasan penerbangan ke Yogyakarta lantaran kapasitas bandara yang tidak memungkinkan juga kurang gaungnya promosi pariwisata ke Kota Gudeg.
"Ketiadaan direct flight dari negara ASEAN ke Jogja memang jadi kendala. Di samping itu pemerintah dan pelaku industri pariwisata perlu bekerjsama untuk mendatangkan wisman," ujarnya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta Istidjab Danunagoro mengakui daya saing Yogyakarta perlu ditingkatkan. Perlu event-event kreatif yang mampu menahan wisatawan lebih lama lagi karena saat ini di samping wisman yang masih minim, lama tinggal mereka juga masih sangat pendek.
"Harus diperbanyak lagi event kreatif yang mampu mendatangkan wisatawan lebih banyak," ujarnya.
(izz)