Negara Produsen Sawit Akan Bawa Masalah Sawit ke Parlemen Eropa

Selasa, 11 April 2017 - 17:36 WIB
Negara Produsen Sawit...
Negara Produsen Sawit Akan Bawa Masalah Sawit ke Parlemen Eropa
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, langkah joint mission yang akan dibentuk oleh negara-negara yang tergabung dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), akan menyampaikan pandangan soal sawit secara keseluruhan kepada Eropa.

Penyampaian ini terkait tuduhan Uni Eropa yang menyebut bahwa penanaman sawit dapat menyebabkan lahan rusak. "Tentunya, joint mission ini masukan atau penyampaian dari para penghasil kelapa sawit kepada Parlemen Eropa, termasuk berbagai pihak di sana bahwa tidak betul apa yang mereka sebutkan bahwa kelapa sawit seperti apa yang sedang digambarkan dan semakin lama, kampanye negatif semakin meningkat," kata dia di kantornya, Jakarta, Selasa (11/4/2017).

Selain itu, Darmin juga menyampaikan akan mengumpulkan hasil riset mengenai sawit, untuk mendukung langkahnya bersama negara-negara CPOPC di Parlemen Eropa.

"Intinya, kami akan mengumpulkan hasil riset untuk mendukung pandangan dari negara-negara penghasil kelapa sawit, sehingga kita tentu saja tujuannya ingin diperlakukan tanpa diskriminasi," lanjutnya.

Karena pada akhirnya, lanjut dia, jika mengikuti soal penggunaan lahan, terutama dibanding semua minyak nabati, sebetulnya kelapa sawit sangat sedikit karena produktivitasnya sangat tinggi. Ini teori yang terkait dan dirasakan bahwa minyak sawit semakin kuat untuk bersaing dengan minyak nabati yang lain.

"Sebagai gambaran, dari 227 juta hektar lahan yang dipakai di seluruh dunia untuk menanam minyak nabati, itu yang paling banyak ada soybean (minyak kedelai) 44%. Palm oil itu hanya 6%. Bunga matahari lebih luas 9%, canola 13%, dan seterusnya," imbuhnya.

Maka, lanjut Darmin, jika kelapa sawit dikampanyekan secara besar-besaran secara negatif, itu menjadi pertanyaan besar. "Ya karena hanya 6% itu. Kalau ditanami soybean, bunga matahari, dan lainnya itu pasti lebih butuh lahan yang lebih banyak, walau mungkin bukan lahan di Asia Tenggara, dan juga hasil riset lain," terang Darmin.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0622 seconds (0.1#10.140)