ASC: Kemiskinan Masih Menjadi Tantangan Indonesia
A
A
A
JAKARTA - The Ary Suta Center (ASC) memandang kemiskinan masih menjadi tantangan utama bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya bersama dalam mengatasinya, baik mereka yang berada di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintah melalui berbagai pemikiran dan gagasan.
Hal tersebut disampaikan Founder & Chairman ASC, I Putu Gede Ary Suta dalam acara 9th Anniversary The Ary Suta Center, bertema The True Colors of Greats Nation di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (12/4/2017) malam.
Dia mengemukakan, skala ekonomi Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara dengan pertumbuhan ekonomi mengesankan sejak krisis melanda kawasan ini pada akhir tahun 90-an. Pertumbuhan gross national income per capita relatif meningkat dari USD560 pada 2000 menjadi USU3.374 pada 2015.
"Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat (AS). Indonesia juga menduduki peringkat ke-10 sebagai ekonomi terbesar di dunia berdasarkan paritas daya beli, dan merupakan anggota dari G-20," ujarnya.
Dia mengungkapkan, sebagai negara berkembang Indonesia juga berhasil memotong kemiskinan lebih dari setengahnya sejak 1999, menjadi 11,2% pada 2015. Namun, dari sekian banyak pencapaian positif di atas, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara berkesinambungan.
"Indonesia masih masuk dalam kategori lower middle income class (rating GNI per kapita World Bank) dengan credit worthiness speculative. Status ini kalah dibanding negara negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. Indonesia masih sejajar dengan Bangladesh, Vietnam dan Pakistan," ungkapnya.
Sebab itu, lanjut Ary Suta, sejak 71 tahun merdeka, kemiskinan masih menjadi tantangan terbesar bangsa ini. Dari 252 juta penduduk Indonesia masih ada 28,6 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan sekitar 40% dari mereka berada di sekitar garis kemiskinan nasional yang dipatok di angka Rp330.776 per orang/bulan.
Selain masalah ekonomi, Ary Suta juga menyoroti kepemimpinan di Indonesia. Menurutnya, bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa memayungi rakyatnya, dan mampu bekerja secara nyata.
Dalam ulang tahun ke-9 The Ary Suta Center juga memberikan penghargaan kepada pemenang The ASC Paper Competition 2017. Dalam ajang ini terpilih 10 finalis terbaik. Mereka adalah Anak Agung Banyu Perwita dan Reza Alexander Antonius Wattimena, Bunga Lailatul Aida, Gabriel P Sihombing, Lanny S Alfiani dan Marella Putri; Toman Sony Tambunan; Made Hadijaya Dewantara; I Nyoman Sutarsa; Novemelia Purba; Ekky G Simanjuntak dan Elisabeth R Rompis; Yogi Yanto dan Debbi Chandra C Dianto; serta Nopriadi Saputra.
"Para pemenang kompetisi ini adalah pemikir hebat. Mereka mampu meramu fakta-fakta di lapangan dengan teori-teori sehingga menghasilkan pemikiran-pemikiran baru yang tertuang dalam makalah mereka," tandas Ary Suta.
Hal tersebut disampaikan Founder & Chairman ASC, I Putu Gede Ary Suta dalam acara 9th Anniversary The Ary Suta Center, bertema The True Colors of Greats Nation di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (12/4/2017) malam.
Dia mengemukakan, skala ekonomi Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara dengan pertumbuhan ekonomi mengesankan sejak krisis melanda kawasan ini pada akhir tahun 90-an. Pertumbuhan gross national income per capita relatif meningkat dari USD560 pada 2000 menjadi USU3.374 pada 2015.
"Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat (AS). Indonesia juga menduduki peringkat ke-10 sebagai ekonomi terbesar di dunia berdasarkan paritas daya beli, dan merupakan anggota dari G-20," ujarnya.
Dia mengungkapkan, sebagai negara berkembang Indonesia juga berhasil memotong kemiskinan lebih dari setengahnya sejak 1999, menjadi 11,2% pada 2015. Namun, dari sekian banyak pencapaian positif di atas, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara berkesinambungan.
"Indonesia masih masuk dalam kategori lower middle income class (rating GNI per kapita World Bank) dengan credit worthiness speculative. Status ini kalah dibanding negara negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. Indonesia masih sejajar dengan Bangladesh, Vietnam dan Pakistan," ungkapnya.
Sebab itu, lanjut Ary Suta, sejak 71 tahun merdeka, kemiskinan masih menjadi tantangan terbesar bangsa ini. Dari 252 juta penduduk Indonesia masih ada 28,6 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan sekitar 40% dari mereka berada di sekitar garis kemiskinan nasional yang dipatok di angka Rp330.776 per orang/bulan.
Selain masalah ekonomi, Ary Suta juga menyoroti kepemimpinan di Indonesia. Menurutnya, bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa memayungi rakyatnya, dan mampu bekerja secara nyata.
Dalam ulang tahun ke-9 The Ary Suta Center juga memberikan penghargaan kepada pemenang The ASC Paper Competition 2017. Dalam ajang ini terpilih 10 finalis terbaik. Mereka adalah Anak Agung Banyu Perwita dan Reza Alexander Antonius Wattimena, Bunga Lailatul Aida, Gabriel P Sihombing, Lanny S Alfiani dan Marella Putri; Toman Sony Tambunan; Made Hadijaya Dewantara; I Nyoman Sutarsa; Novemelia Purba; Ekky G Simanjuntak dan Elisabeth R Rompis; Yogi Yanto dan Debbi Chandra C Dianto; serta Nopriadi Saputra.
"Para pemenang kompetisi ini adalah pemikir hebat. Mereka mampu meramu fakta-fakta di lapangan dengan teori-teori sehingga menghasilkan pemikiran-pemikiran baru yang tertuang dalam makalah mereka," tandas Ary Suta.
(dmd)