Jalani Season Hidup Bersama Saham
A
A
A
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert-Universitas Prasetiya Mulya Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
Saya banyak mendapat pertanyaan dari pembaca maupun sahabat, "Bagaimana caranya menjadi kaya melalui investasi saham?" Hmm, kata kaya mungkin relatif. Saya lebih suka menggunakan istilah sejahtera.
Untuk hidup sejahtera, langkah pertama adalah kita harus menyadari bahwa hidup ini sebuah siklus. Ada beberapa season dalam hidup kita. Season #1 masa balita hingga lulus kuliah. Pada season ini pada umumnya kita masih dirawat orang tua.
Masuk ke Season #2 kita mulai bekerja, mulai dilepas oleh orang tua hingga kita berusia 30 tahun. Pada season ini penghasilan belum besar, belum punya banyak aset, tapi pengeluaran juga belum besar.
Masuk ke season #3 (usia 31-45), kita mengalami akselerasi karier. Penghasilan meningkat tajam, aset bertambah, tapi pengeluaran juga bertambah. Di season #4 (usia 46-60), karier mencapai puncaknya.
Penghasilan sudah di tahap mapan, aset banyak, dan pengeluaran mulai mengecil seiring mandirinya anak-anak kita. Sayangnya, kita harus masuk ke season #5 (usia di atas 60 tahun).
Pada umumnya kita sudah pensiun dari pekerjaan dan tidak lagi berpenghasilan. Kebutuhan sehari-hari tetap ada, kesehatan mulai menurun, dan kebutuhan untuk bersosialisasi masih tinggi.
Idealnya kita harus mulai sadar dan mempraktikkan investasi sejak berada pada season #2. Mungkin saving kita belum banyak, tapi tetap mulai belajar berinvestasi agar menjadi kebiasaan (habit ) yang baik. Sisihkan sekian persen dari penghasilan untuk diinvestasikan.
Pada season #3 dan #4, kebiasaan berinvestasi ini akan sangat membantu karena saat penghasilan naik drastis, kita tidak terjebak gaya hidup boros. Ingat bahwa semua kita akan memasuki season terakhir yang "kering".
Intinya kita harus bisa menyelesaikan seluruh season hidup kita dengan baik. Kuncinya adalah berinvestasi di saham. Mengapa? Jumlah uang kita pada masa mendatang tergantung tiga hal: jumlah uang yang diinvestasikan secara rutin, lamanya berinvestasi, serta yang paling penting, berapa imbal hasil investasinya.
Kita coba simulasikan beberapa skenario. Ada lima alternatif investasi: deposito, obligasi, emas, properti, dan saham.
Analisis saya dengan data 10 tahun terakhir di Indonesia mengindikasikan bahwa deposito memberikan ratarata imbal hasil sekitar 8% per tahun. Sementara obligasi menyodorkan rata-rata imbal hasil sekitar 11% per tahun. Imbal hasil emas dan properti hampir sama, sekitar 15% per tahun.
Namun, perlu dicatat bahwa untuk properti tergantung lokasi (kota)-nya. Perbedaan imbal hasil properti di kota besar dan kecil, misalnya relatif besar. Saham memberikan imbal hasil tertinggi, sekitar 20% per tahun bagi pembaca yang tertarik berinvestasi saham, saya sarankan untuk mulai menabung saham.
Perhatikan beberapa faktor saat mulai berinvestasi di saham. Pertama, pastikan bahwa kita menggunakan dana bebas alias free cash flow, bukan dari utang yang waktu jatuh temponya pendek.
Seberapa lama bebasnya dana tersebut tergantung pada perencanaan kebutuhan pada masa mendatang. Misalnya, kita membutuhkan dana 20 tahun lagi saat kita mulai pensiun.
Kedua, daur hidup produk yang ditawarkan perusahaan. Apakah produk perusahaan masihdibutuhkandalamjangka waktu panjang? Bandingkan produk mi instan yang kagak ada matinye dengan layanan pager (pembaca masih ingat?) yang usianya cuma seumur jagung.
Ketiga, bagaimana kondisi kesehatan keuangan perusahaan. Apakah perusahaan bisa menciptakan laba? Berapa persen utangnya? Apakah perusahaan menggunakan aset secara efisien? Bagaimana likuiditasnya? Apakah harga sahamnya murah?.
Keempat, apakah perusahaan memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage )? Apa yang dimiliki perusahaan, dan disukai pelanggan, tapi tidak dimiliki perusahaan pesaing? Competitive advantage ini penting karena melindungi perusahaan dari kerasnya persaingan serta perubahan lingkungan bisnis.
Dia menjaga pertumbuhan pendapatan dan pertumbuhan laba bersih pertumbuhan. Intinya, competitive advantage meningkatkan probabilitas sebuah perusahaan bisa panjang umur (sustainable).
Kelima, aspek tata kelola sebuah perusahaan. Percuma kita menyimpan saham perusahaan tersebut jika suatu ketika perusahaan bangkrut karena tata kelolanya buruk. Ambil contoh Lehman Brothers, perusahaan jasa keuangan global, yang terpaksa mati pada usia 158 tahun karena manajemen mengabaikan prinsip tata kelola korporasi yang baik (GCG).
Terakhir, apakah perusahaan memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis (teknologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, selera konsumen dan kompetisi). Memilih saham untuk investasi jangka panjang ibarat seperti memilih pasangan hidup.
Dalam istilah Jawa, kita harus mempertimbangkan bibit (asalusul), bebet (keluarga, lingkungan), dan bobot (kepribadian dan nilai-nilai yang dimiliki). Jika mendapat pasangan hidup yang baik, sejahteralah hidup kita. Jika tidak, seperti kata ABG, "Kelar dah hidup lu ...".
Financial Expert-Universitas Prasetiya Mulya Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
Saya banyak mendapat pertanyaan dari pembaca maupun sahabat, "Bagaimana caranya menjadi kaya melalui investasi saham?" Hmm, kata kaya mungkin relatif. Saya lebih suka menggunakan istilah sejahtera.
Untuk hidup sejahtera, langkah pertama adalah kita harus menyadari bahwa hidup ini sebuah siklus. Ada beberapa season dalam hidup kita. Season #1 masa balita hingga lulus kuliah. Pada season ini pada umumnya kita masih dirawat orang tua.
Masuk ke Season #2 kita mulai bekerja, mulai dilepas oleh orang tua hingga kita berusia 30 tahun. Pada season ini penghasilan belum besar, belum punya banyak aset, tapi pengeluaran juga belum besar.
Masuk ke season #3 (usia 31-45), kita mengalami akselerasi karier. Penghasilan meningkat tajam, aset bertambah, tapi pengeluaran juga bertambah. Di season #4 (usia 46-60), karier mencapai puncaknya.
Penghasilan sudah di tahap mapan, aset banyak, dan pengeluaran mulai mengecil seiring mandirinya anak-anak kita. Sayangnya, kita harus masuk ke season #5 (usia di atas 60 tahun).
Pada umumnya kita sudah pensiun dari pekerjaan dan tidak lagi berpenghasilan. Kebutuhan sehari-hari tetap ada, kesehatan mulai menurun, dan kebutuhan untuk bersosialisasi masih tinggi.
Idealnya kita harus mulai sadar dan mempraktikkan investasi sejak berada pada season #2. Mungkin saving kita belum banyak, tapi tetap mulai belajar berinvestasi agar menjadi kebiasaan (habit ) yang baik. Sisihkan sekian persen dari penghasilan untuk diinvestasikan.
Pada season #3 dan #4, kebiasaan berinvestasi ini akan sangat membantu karena saat penghasilan naik drastis, kita tidak terjebak gaya hidup boros. Ingat bahwa semua kita akan memasuki season terakhir yang "kering".
Intinya kita harus bisa menyelesaikan seluruh season hidup kita dengan baik. Kuncinya adalah berinvestasi di saham. Mengapa? Jumlah uang kita pada masa mendatang tergantung tiga hal: jumlah uang yang diinvestasikan secara rutin, lamanya berinvestasi, serta yang paling penting, berapa imbal hasil investasinya.
Kita coba simulasikan beberapa skenario. Ada lima alternatif investasi: deposito, obligasi, emas, properti, dan saham.
Analisis saya dengan data 10 tahun terakhir di Indonesia mengindikasikan bahwa deposito memberikan ratarata imbal hasil sekitar 8% per tahun. Sementara obligasi menyodorkan rata-rata imbal hasil sekitar 11% per tahun. Imbal hasil emas dan properti hampir sama, sekitar 15% per tahun.
Namun, perlu dicatat bahwa untuk properti tergantung lokasi (kota)-nya. Perbedaan imbal hasil properti di kota besar dan kecil, misalnya relatif besar. Saham memberikan imbal hasil tertinggi, sekitar 20% per tahun bagi pembaca yang tertarik berinvestasi saham, saya sarankan untuk mulai menabung saham.
Perhatikan beberapa faktor saat mulai berinvestasi di saham. Pertama, pastikan bahwa kita menggunakan dana bebas alias free cash flow, bukan dari utang yang waktu jatuh temponya pendek.
Seberapa lama bebasnya dana tersebut tergantung pada perencanaan kebutuhan pada masa mendatang. Misalnya, kita membutuhkan dana 20 tahun lagi saat kita mulai pensiun.
Kedua, daur hidup produk yang ditawarkan perusahaan. Apakah produk perusahaan masihdibutuhkandalamjangka waktu panjang? Bandingkan produk mi instan yang kagak ada matinye dengan layanan pager (pembaca masih ingat?) yang usianya cuma seumur jagung.
Ketiga, bagaimana kondisi kesehatan keuangan perusahaan. Apakah perusahaan bisa menciptakan laba? Berapa persen utangnya? Apakah perusahaan menggunakan aset secara efisien? Bagaimana likuiditasnya? Apakah harga sahamnya murah?.
Keempat, apakah perusahaan memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage )? Apa yang dimiliki perusahaan, dan disukai pelanggan, tapi tidak dimiliki perusahaan pesaing? Competitive advantage ini penting karena melindungi perusahaan dari kerasnya persaingan serta perubahan lingkungan bisnis.
Dia menjaga pertumbuhan pendapatan dan pertumbuhan laba bersih pertumbuhan. Intinya, competitive advantage meningkatkan probabilitas sebuah perusahaan bisa panjang umur (sustainable).
Kelima, aspek tata kelola sebuah perusahaan. Percuma kita menyimpan saham perusahaan tersebut jika suatu ketika perusahaan bangkrut karena tata kelolanya buruk. Ambil contoh Lehman Brothers, perusahaan jasa keuangan global, yang terpaksa mati pada usia 158 tahun karena manajemen mengabaikan prinsip tata kelola korporasi yang baik (GCG).
Terakhir, apakah perusahaan memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis (teknologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, selera konsumen dan kompetisi). Memilih saham untuk investasi jangka panjang ibarat seperti memilih pasangan hidup.
Dalam istilah Jawa, kita harus mempertimbangkan bibit (asalusul), bebet (keluarga, lingkungan), dan bobot (kepribadian dan nilai-nilai yang dimiliki). Jika mendapat pasangan hidup yang baik, sejahteralah hidup kita. Jika tidak, seperti kata ABG, "Kelar dah hidup lu ...".
(izz)