Gubernur BI: Ekonomi RI Masih Dibayangi Ketidakpastian Global
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) hari ini meluncurkan Laporan Perekonomian Indonesia, yang merupakan publikasi rutin tahunan bank sentral dan memuat secara komprehensif dinamika yang terjadi terhadap perekonomian Indonesia selama satu tahun.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, laporan tersebut dapat menjadi fondasi dan penyempurnaan kebijakan pemerintah di masa akan datang. Laporan itu mengambil tema 'Bersinergi Memperkuat Resiliensi, Mendorong Momentum Pemulihan Ekonomi'.
"Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2016 ini adalah publikasi rutin tahunan BI yang memuat secara komprehensif dinamika perekonomian Indonesia selama setahun. Ini juga menyampaikan sejumlah pelajaran yang bisa dipetik, yang diharapkan bisa menjadi fondasi penyempurnaan kebijakan kedepan," katanya di Gedung BI, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Dalam sambutannya, mantan Menteri Keuangan ini menuturkan bahwa tahun 2016 sejatinya menjadi harapan bagi pemerintah untuk meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Namun ternyata, tahun tersebut masih penuh tantangan seiring kondisi perekonomian global yang masih belum pulih.
"2016 yang awalnya diharapkan menjadi tahun percepatan ekonomi, menjadi tahun penuh tantangan. Ekonomi global ternyata belum pulih seperti yang diharapkan dan diwarnai ketidakpastian," imbuh dia.
Menurutnya, permasalahan yang dihadapi Indonesia pada tahun tersebut masih berkutat pada hal sama, yakni pertumbuhan ekonomi dunia yang belum membaik, konsolidasi ekonomi yang masih terus terjadi di berbagai belahan dunia, serta melemahnya kinerja ekspor.
"Harga komoditas rendah. Kinerja ekspor melemah dan berdampak pada harga komoditas yang rendah hingga kuartal III/2016," tuturnya.
Selain itu, sambung Agus, ketidakpastian pasar keuangan juga masih tinggi. Salah satunya terkait kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (Fed Fund Rate) yang menyebabkan nilai tukar dolar AS (USD) terus menguat.
Mantan Bos Bank Mandiri ini menuturkan, referendum Inggris yang ingin bercerai dari Uni Eropa (UE), serta terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS yang baru juga menjadi pemicu ketidakpastian global.
"Kesemuanya berdampak pada perlambatan ekonomi 2016. Penurunan kinerja ekspor, dan berimplikasi negatif pada kinerja korporasi yang mengakibatkan bank melakukan konsolidasi internal sehingga mengurangi kredit dan risiko kredit yang meningkat. Sehingga berdampak pada transmisi kebijakan moneter," tutur dia.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, laporan tersebut dapat menjadi fondasi dan penyempurnaan kebijakan pemerintah di masa akan datang. Laporan itu mengambil tema 'Bersinergi Memperkuat Resiliensi, Mendorong Momentum Pemulihan Ekonomi'.
"Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2016 ini adalah publikasi rutin tahunan BI yang memuat secara komprehensif dinamika perekonomian Indonesia selama setahun. Ini juga menyampaikan sejumlah pelajaran yang bisa dipetik, yang diharapkan bisa menjadi fondasi penyempurnaan kebijakan kedepan," katanya di Gedung BI, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Dalam sambutannya, mantan Menteri Keuangan ini menuturkan bahwa tahun 2016 sejatinya menjadi harapan bagi pemerintah untuk meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Namun ternyata, tahun tersebut masih penuh tantangan seiring kondisi perekonomian global yang masih belum pulih.
"2016 yang awalnya diharapkan menjadi tahun percepatan ekonomi, menjadi tahun penuh tantangan. Ekonomi global ternyata belum pulih seperti yang diharapkan dan diwarnai ketidakpastian," imbuh dia.
Menurutnya, permasalahan yang dihadapi Indonesia pada tahun tersebut masih berkutat pada hal sama, yakni pertumbuhan ekonomi dunia yang belum membaik, konsolidasi ekonomi yang masih terus terjadi di berbagai belahan dunia, serta melemahnya kinerja ekspor.
"Harga komoditas rendah. Kinerja ekspor melemah dan berdampak pada harga komoditas yang rendah hingga kuartal III/2016," tuturnya.
Selain itu, sambung Agus, ketidakpastian pasar keuangan juga masih tinggi. Salah satunya terkait kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (Fed Fund Rate) yang menyebabkan nilai tukar dolar AS (USD) terus menguat.
Mantan Bos Bank Mandiri ini menuturkan, referendum Inggris yang ingin bercerai dari Uni Eropa (UE), serta terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS yang baru juga menjadi pemicu ketidakpastian global.
"Kesemuanya berdampak pada perlambatan ekonomi 2016. Penurunan kinerja ekspor, dan berimplikasi negatif pada kinerja korporasi yang mengakibatkan bank melakukan konsolidasi internal sehingga mengurangi kredit dan risiko kredit yang meningkat. Sehingga berdampak pada transmisi kebijakan moneter," tutur dia.
(izz)