Kuartal I 2017, Pungutan Ekspor CPO Capai Rp3,3 Triliun
A
A
A
PANGKAL PINANG - Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit mencatat pungutan ekspor sawit pada kuartal 1 tahun 2017 mencapai Rp3,3 triliun. Ditargetkan hingga akhir tahun 2017 pungutan ekspor sawit mencapai Rp10,6 triliun.
Direktur Perencanaan, Penghimpunan dan Pengelolaan Dana BPDP Sawit Agustinus Antonius optimis target hingga akhir tahun dapat tercapai. "Dibandingkan dengan kuartal I tahun lalu, pungutan ekspor sawit naik 20%," ujar Direktur Perencanaan, Penghimpunan, dan Pengelolaan Dana BPDP Sawit Agustinus Antonius di Pangkal Pinang.
Dia menambahkan, proses pungutan ekspor dimulai dari eksportir mengajukan Permintaan Pemeriksaan Barang Ekspor (PPBE) yang di dalamnya memuat informasi Pos Tarif, Uraian Barang dan Tonase. Pengajuan PPBE dapat dilakukan melalui aplikasi Layanan Elektronik Pembayaran Pungutan Sawit.
Bila PPBE disetujui maka secara otomatis sistem akan menerbitkan SPB yang berisi informasi nilai jumlah pungutan yang harus dibayar sesuai dengan tonase yang terdapat pada PPBE. "Eksportir membayar pungutan ke Bank Mitra BPDP. Semua dilakukan secara otomatis dengan menggunakan progam E- Billing, tidak ada jeda waktu dalam proses ini," paparnya.
Saat ini, BPDP Sawit tengah mempersiapkan skema investasi dana mengendap (idle) hasil pungutan ekspor CPO. Sumber dana ini berasal dari kelebihan dana pungutan ekspor CPO.
Anton menuturkan, kelebihan CPO fund setiap tahun rata-rata Rp5,7 triliun. Selama ini kelebihan dana tersebut diinvestasikan dalam bentuk deposito. "Untuk investasi dalam bentuk selain deposito harus mengantongi perizinan dulu dari Menteri Keuangan," ungkapnya.
Sementara Direktur Utama BPDP Sawit Dono Boestami mengatakan, sebagai komoditas strategis, dana sawit harus dikelola dengan jelas agar menumbuh kembangkan dana pengembangan kelapa sawit secara profesional.
"Untuk program kelapa sawit berkelanjutan, kami akan kembangkan dana abadi. Kami dalam tahap menghubungi beberapa manajer investasi baik domestik maupun internasional untuk menyiapkan kebijakan investasi," ujarnya.
Untuk tahap awal, kata Dono, tidak terlalu agresif. "Kami akan siarkan untuk 3 tahun pertama karena bagi kami paling penting adalah keberlanjutan dari dana tersebut dibandingkan mendapatkan keuntungan besar dari investasinya," tutur dia.
Direktur Perencanaan, Penghimpunan dan Pengelolaan Dana BPDP Sawit Agustinus Antonius optimis target hingga akhir tahun dapat tercapai. "Dibandingkan dengan kuartal I tahun lalu, pungutan ekspor sawit naik 20%," ujar Direktur Perencanaan, Penghimpunan, dan Pengelolaan Dana BPDP Sawit Agustinus Antonius di Pangkal Pinang.
Dia menambahkan, proses pungutan ekspor dimulai dari eksportir mengajukan Permintaan Pemeriksaan Barang Ekspor (PPBE) yang di dalamnya memuat informasi Pos Tarif, Uraian Barang dan Tonase. Pengajuan PPBE dapat dilakukan melalui aplikasi Layanan Elektronik Pembayaran Pungutan Sawit.
Bila PPBE disetujui maka secara otomatis sistem akan menerbitkan SPB yang berisi informasi nilai jumlah pungutan yang harus dibayar sesuai dengan tonase yang terdapat pada PPBE. "Eksportir membayar pungutan ke Bank Mitra BPDP. Semua dilakukan secara otomatis dengan menggunakan progam E- Billing, tidak ada jeda waktu dalam proses ini," paparnya.
Saat ini, BPDP Sawit tengah mempersiapkan skema investasi dana mengendap (idle) hasil pungutan ekspor CPO. Sumber dana ini berasal dari kelebihan dana pungutan ekspor CPO.
Anton menuturkan, kelebihan CPO fund setiap tahun rata-rata Rp5,7 triliun. Selama ini kelebihan dana tersebut diinvestasikan dalam bentuk deposito. "Untuk investasi dalam bentuk selain deposito harus mengantongi perizinan dulu dari Menteri Keuangan," ungkapnya.
Sementara Direktur Utama BPDP Sawit Dono Boestami mengatakan, sebagai komoditas strategis, dana sawit harus dikelola dengan jelas agar menumbuh kembangkan dana pengembangan kelapa sawit secara profesional.
"Untuk program kelapa sawit berkelanjutan, kami akan kembangkan dana abadi. Kami dalam tahap menghubungi beberapa manajer investasi baik domestik maupun internasional untuk menyiapkan kebijakan investasi," ujarnya.
Untuk tahap awal, kata Dono, tidak terlalu agresif. "Kami akan siarkan untuk 3 tahun pertama karena bagi kami paling penting adalah keberlanjutan dari dana tersebut dibandingkan mendapatkan keuntungan besar dari investasinya," tutur dia.
(akr)