Pasokan Minyak Mentah Asia Terancam di Tengah Eksistensi OPEC
A
A
A
VIENNA - Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Dunia (OPEC) yang memimpin keputusan untuk memperluas pengurangan produksi hingga Maret 2018 diyakini telah membuat kecewa para pelaku pasar keuangan. Kondisi tersebut sebelumnya membuat harga minyak di pasar internasional mengalami tekanan.
Sementara seperti dilansir Reuters, Minggu (28/5/2017) sebagian besar penyuling di Asia, sedang memantau apakah ini berarti mereka perlu untuk berburu minyak mentah. Sebagai informasi di Wina, OPEC beserta beberapa negara non-OPEC sepakat perpanjang jani untuk mengurangi 1,8 juta barel per hari (bpd) minyak hingga akhir kuartal pertama tahun 2018.
Para pelaku pasar mengaku tidak menyukai apa yang mereka dengan, lantaran berpikir akan mengganggu banjir minyak yang sedang berlangsung. "Pasar memilih angkat kaki," ujar ekonomi investasi Bank Jefferies yang juga mengatakan harga minyak mentah berjangka terseret turun 5% mendekati USD50 per barel.
Di pasar internasional, para penyuling ingin mengetahui apakah mereka akan dipaksa untuk mencari pemasok baru. "Ini adalah pernyataan yang kuat antara OPEC serta negara produsen non-OPEC untuk mengecangkan permintaan secara keseluruhan. Untuk memastikan pasokan minyak mentah, kita perlu berhati-hati memonitor produksi OPEC," ujar Presiden Asosiasi minyak Jepang dan Ketua Perminyakan konglomerat JXTG Holdings Yasushi Kimura.
Harga minyak sejauh ini sangat berdampak terhadap penyuling dan industri petrokimia, untuk membuat margin makin besar setiap kali harga patokan berubah drastis. Kimura menambahkan perpanjangan pengurangan produksi, bisa berarti permintaan bisa melebihi pasokan pada 2017 yang akan menjadi pertama kalinya.
Hal ini terang dia bakal memakasa penyuling untuk mulai menggunakan cadangan mereka, mendorong harga setidaknya sampai produksi dapat selaras dengan konsumsi. "Pada 2017, permintaan global kemungkinan melebihi pasokan dan harga minyak mentah cenderung naik menuju USD60/barel pada akhir tahun ini," terangnya.
Sejauh ini, meskipun kebijakan pengurangan produksi sudah dimulai pada Januari lalu hampir tidak mempengaruhi pasokan di Asia, rumah bagi tiga konsumen minyak terbesar keempat di dunia. Eksportir yang tertarik untuk mempertahankan pangsa pasar global, mereka memotong pasokan dalam negeri atau pengiriman ke pembeli marjinal.
Sebagai akibatnya, persediaan di pasar konsumen besar tetap besar dengan harga rendah. "Kami (sejauh ini) tidak terkena dampak apapun dalam hal pemotongan produksi dari salah satu sumber," ujar Ketua India Oil Corp (IOC. NS), B. Ashok.
Sementara seperti dilansir Reuters, Minggu (28/5/2017) sebagian besar penyuling di Asia, sedang memantau apakah ini berarti mereka perlu untuk berburu minyak mentah. Sebagai informasi di Wina, OPEC beserta beberapa negara non-OPEC sepakat perpanjang jani untuk mengurangi 1,8 juta barel per hari (bpd) minyak hingga akhir kuartal pertama tahun 2018.
Para pelaku pasar mengaku tidak menyukai apa yang mereka dengan, lantaran berpikir akan mengganggu banjir minyak yang sedang berlangsung. "Pasar memilih angkat kaki," ujar ekonomi investasi Bank Jefferies yang juga mengatakan harga minyak mentah berjangka terseret turun 5% mendekati USD50 per barel.
Di pasar internasional, para penyuling ingin mengetahui apakah mereka akan dipaksa untuk mencari pemasok baru. "Ini adalah pernyataan yang kuat antara OPEC serta negara produsen non-OPEC untuk mengecangkan permintaan secara keseluruhan. Untuk memastikan pasokan minyak mentah, kita perlu berhati-hati memonitor produksi OPEC," ujar Presiden Asosiasi minyak Jepang dan Ketua Perminyakan konglomerat JXTG Holdings Yasushi Kimura.
Harga minyak sejauh ini sangat berdampak terhadap penyuling dan industri petrokimia, untuk membuat margin makin besar setiap kali harga patokan berubah drastis. Kimura menambahkan perpanjangan pengurangan produksi, bisa berarti permintaan bisa melebihi pasokan pada 2017 yang akan menjadi pertama kalinya.
Hal ini terang dia bakal memakasa penyuling untuk mulai menggunakan cadangan mereka, mendorong harga setidaknya sampai produksi dapat selaras dengan konsumsi. "Pada 2017, permintaan global kemungkinan melebihi pasokan dan harga minyak mentah cenderung naik menuju USD60/barel pada akhir tahun ini," terangnya.
Sejauh ini, meskipun kebijakan pengurangan produksi sudah dimulai pada Januari lalu hampir tidak mempengaruhi pasokan di Asia, rumah bagi tiga konsumen minyak terbesar keempat di dunia. Eksportir yang tertarik untuk mempertahankan pangsa pasar global, mereka memotong pasokan dalam negeri atau pengiriman ke pembeli marjinal.
Sebagai akibatnya, persediaan di pasar konsumen besar tetap besar dengan harga rendah. "Kami (sejauh ini) tidak terkena dampak apapun dalam hal pemotongan produksi dari salah satu sumber," ujar Ketua India Oil Corp (IOC. NS), B. Ashok.
(akr)