Tak Boleh Disubsidi Terus, Tol Laut Didorong untuk Mandiri
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Maritim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Raja Oloan Saut Gurning mengatakan, pendanaan program tol laut tidak bisa disubsidi terus menerus. Dibutuhkan kemandirian agar program ini berjalan dengan baik ke depan
"Harus bisa mandiri. Caranya tinggal melihat ada tidak ketertarikan pelayaran swasta di sana ketika tidak disubsidi lagi," ujarnya.
Selama ini, permasalahan mendasar kapal barang logistik dari barat ke timur belum seimbang. Artinya, jika kapal berangkat dari wilayah Barat membawa barang atau kebutuhan logistik, pemilik kapal harus berpikir supaya kapal tidak dalam keadaan kosong.
"Makanya, tidak mungkin disubsidi terus menerus. Minimal harus ada barang yang diangkut dari wilayah timur menuju ke wilayah barat. Bukan hanya wilayah terus yang membawa barang saja," terangnya.
(Baca Juga: Kemenhub Komitmen Jalankan Program Tol Laut
Permasalahan lain, lanjut dia, integrasi angkutan masih belum padu. Artinya, ketika barang telah singgah di salah satu pelabuhan wilayah timur yang dituju biaya angkut ke tangan terakhir konsumen masih terbilang mahal.
"Misalnya, ketika kapal sudah sandar di pelabuhan Papua. Nah, untuk mengirim barang ini tentu butuh transportasi. Kalau mau ke Wamena atau daerah lain yang medannya sulit mau tidak mau harus menggunakan kapal. Jadi integrasinya yang perlu," pungkas dia.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Perhubungan (Kemnhub) masih terus melakukan evaluasi terkait pelaksanaan tol laut di lapangan. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan optimalisasi 13 trayek memanfaatkan program Rumah Kita yang tersebar di sejumlah titik. Hal itu dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
Adapun Rumah Kita merupakan pusat logistik yang dikelola oleh sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) diantaranya PT Pelindo I, II, III dan Pelindo IV serta PT Pelni dan PT ASDP. Salah satu fungsi Rumah Kita yakni mampu mendistribusikan komoditas secara lebih efektif sehingga disparitas harga menurun.
"Harus bisa mandiri. Caranya tinggal melihat ada tidak ketertarikan pelayaran swasta di sana ketika tidak disubsidi lagi," ujarnya.
Selama ini, permasalahan mendasar kapal barang logistik dari barat ke timur belum seimbang. Artinya, jika kapal berangkat dari wilayah Barat membawa barang atau kebutuhan logistik, pemilik kapal harus berpikir supaya kapal tidak dalam keadaan kosong.
"Makanya, tidak mungkin disubsidi terus menerus. Minimal harus ada barang yang diangkut dari wilayah timur menuju ke wilayah barat. Bukan hanya wilayah terus yang membawa barang saja," terangnya.
(Baca Juga: Kemenhub Komitmen Jalankan Program Tol Laut
Permasalahan lain, lanjut dia, integrasi angkutan masih belum padu. Artinya, ketika barang telah singgah di salah satu pelabuhan wilayah timur yang dituju biaya angkut ke tangan terakhir konsumen masih terbilang mahal.
"Misalnya, ketika kapal sudah sandar di pelabuhan Papua. Nah, untuk mengirim barang ini tentu butuh transportasi. Kalau mau ke Wamena atau daerah lain yang medannya sulit mau tidak mau harus menggunakan kapal. Jadi integrasinya yang perlu," pungkas dia.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Perhubungan (Kemnhub) masih terus melakukan evaluasi terkait pelaksanaan tol laut di lapangan. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan optimalisasi 13 trayek memanfaatkan program Rumah Kita yang tersebar di sejumlah titik. Hal itu dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
Adapun Rumah Kita merupakan pusat logistik yang dikelola oleh sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) diantaranya PT Pelindo I, II, III dan Pelindo IV serta PT Pelni dan PT ASDP. Salah satu fungsi Rumah Kita yakni mampu mendistribusikan komoditas secara lebih efektif sehingga disparitas harga menurun.
(dmd)