Perpanjangan Kontrak JICT Dinilai Pekerja Terlalu Dipaksakan
A
A
A
JAKARTA - Perpanjangan kontrak PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dinilai kalangan pekerja terlalu memaksakan. Sebelumnya diterangkan BPK telah menyatakan proses kontrak melanggar Undang-undang (UU), tapi tetap berjalan.
Sekretaris Jendral Serikat Pekerja (SP) JICT Firmansyah Sukardiman menerangkan uang sewa (rental fee) perpanjangan kontrak JICT senilai USD85 juta per tahun dibayarkan tanpa alas hukum sejak tahun 2015. Menurutnya pembayaran sewa ilegal berdampak terhadap pengurangan hak karyawan.
"Atas nama uang sewa (rental fee) ilegal Perpanjangan JICT, nekat melawan hukum,melakukan kesewenangan terhadap Hak Karyawan walau tercantum di aturan dan PKB serta mengorbankan pengguna jasa. Berdampak kerugian ratusan miliar akibat mogok," ungkapnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Lebih lanjut Ia mengatakan direksi lebih memilih rental fee ilegal daripada karyawan dan pengguna jasa. Menurutnya terbukti secara sepihak, direksi sudah mendahului mogok pekerja dengan menutup JICT terhitung sejak hari ini (2/8). Namun dalam hitungan jam, Direksi merevisi penutupan JICT dimulai menjadi besok (3/8).
"Selain itu direksi mengkondisikan operator pengganti, mengalihkan kapal dan upaya-upaya lain sehingga opportunity loss yang ditimbulkan malah lebih besar ketimbang menyelesaikan wanprestasi hak pekerja, yang semuanya sesuai aturan main perusahaan bukan meminta tambahan-tambahan seperti yang selama ini sengaja dihembuskan ke publik untuk fitnah karyawan," sambungnya.
Diterangkannya rata-rata pendapatan JICT mencapai Rp 3,5 triliun per tahun. Tahun 2016, biaya pegawai turun 13%, namun biaya overhead termasuk Direksi dan Komisaris naik 18%. "Untuk itu kami akan lawan segala upaya-upaya sistematis dan pihak-pihak lain yang merugikan pekerja dan gerakan penyelamatan aset nasional JICT," paparnya.
Sekretaris Jendral Serikat Pekerja (SP) JICT Firmansyah Sukardiman menerangkan uang sewa (rental fee) perpanjangan kontrak JICT senilai USD85 juta per tahun dibayarkan tanpa alas hukum sejak tahun 2015. Menurutnya pembayaran sewa ilegal berdampak terhadap pengurangan hak karyawan.
"Atas nama uang sewa (rental fee) ilegal Perpanjangan JICT, nekat melawan hukum,melakukan kesewenangan terhadap Hak Karyawan walau tercantum di aturan dan PKB serta mengorbankan pengguna jasa. Berdampak kerugian ratusan miliar akibat mogok," ungkapnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Lebih lanjut Ia mengatakan direksi lebih memilih rental fee ilegal daripada karyawan dan pengguna jasa. Menurutnya terbukti secara sepihak, direksi sudah mendahului mogok pekerja dengan menutup JICT terhitung sejak hari ini (2/8). Namun dalam hitungan jam, Direksi merevisi penutupan JICT dimulai menjadi besok (3/8).
"Selain itu direksi mengkondisikan operator pengganti, mengalihkan kapal dan upaya-upaya lain sehingga opportunity loss yang ditimbulkan malah lebih besar ketimbang menyelesaikan wanprestasi hak pekerja, yang semuanya sesuai aturan main perusahaan bukan meminta tambahan-tambahan seperti yang selama ini sengaja dihembuskan ke publik untuk fitnah karyawan," sambungnya.
Diterangkannya rata-rata pendapatan JICT mencapai Rp 3,5 triliun per tahun. Tahun 2016, biaya pegawai turun 13%, namun biaya overhead termasuk Direksi dan Komisaris naik 18%. "Untuk itu kami akan lawan segala upaya-upaya sistematis dan pihak-pihak lain yang merugikan pekerja dan gerakan penyelamatan aset nasional JICT," paparnya.
(akr)