DPR Inisiasi Revisi Undang-undang Jalan
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat akan merevisi Undang-undang Jalan Nasional. Revisi Undang-undang Jalan tersebut dalam rangka menampung aspirasi pemerintah daerah terkait peluang pemanfaatan APBN untuk pembangunan infrastruktur jalan di kabupaten maupun provinsi.
Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin M. Said mengatakan, revisi tersebut diperlukan mengingat terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah provinsi maupun kabupaten.
"Selama ini memang ada anggaran dari Dana Alokasi Khusus maupun Dana Alokasi Umum dari pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur. Namun, jumlah itu sangat kecil. Makanya, perlu bantuan dari pemerintah pusat," ujar dia di Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Dia menyebutkan, saat ini usulan mengenai revisi Undang-undang Jalan masih berada dalam tahapan proram legislasi nasional. "Kami sedang proses, termasuk menyiapkan bahannya. Saya kira rencana revisi undang-undang ini sudah ada dalam tahapan prolegnas," ungkap dia.
Muhidin menambahkan, anggaran APBN untuk pembangunan jalan di daerah diharapkan bisa optimal membangun infrastruktur jalan.
Selama ini, kebutuhan pembangunan jalan nasional atau jalan negara masih ditangani melalui APBN. Namun, mengingat pembangunan jalan baru tidak terlalu besar dari sisi target, menginisiasi DPR melakukan revisi Undang-undang Jalan. Target pembangunan jalan baru jalan nasional masih lebih sedikit dibanding target pembangunan jalan tol atau jalan bebas hambatan.
"Sedangkan kita lihat porsi APBD di daerah juga tidak terlalu besar. Kalau hanya mengandalkan dana DAK maupun DAU juga paling-paling cuma dapat Rp100 miliar. Bagaimana dengan daerah lain yang pendapatannya kecil. Makanya pembangunan jalan daerah ini perlu dari APBN," ungkapnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Danis Sumadilaga mengatakan, pemanfataan APBN untuk pembangunan jalan daerah memerlukan perubahan prinsip. Artinya, kewenangan tersebut ada pada undang-undang. "Bukan hanya Undang-undang Jalan, juga Undang-undang Otonomi maupun aturan yang mengatur mengenai dana perimbangan daerah," ucap dia.
Menurutnya, berdasarkan prinsip, APBN seyogyanya bisa dimanfaatkan dan dikelola sesuai dengan kewenangannya. "Karena sektornya sudah ada. Untuk jalan nasional itu tanggungjawabnya ada di Bina Marga, membangun dan melakukan perawatan jalan nasional. Sedangkan untuk jalan daerah, sektornya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," ujarnya.
Kondisi jalan di daerah provinsi maupun kabupaten sangat berbeda dengan kondisi jalan nasional. Belum lagi, potensi jalan daerah yang tidak memiliki jalan bebas hambatan menyebabkan ketertinggalan yang mampu memicu lahirnya potensi-potensi pertumbuhan baru.
"Kalau jalan daerah berkembang, tentu akan memicu perekonomian di daerah tersebut. Itu juga salah satu alasan mengapa perlunya merevisi Undang-undang Jalan ini," pungkas Muhidin.
Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin M. Said mengatakan, revisi tersebut diperlukan mengingat terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah provinsi maupun kabupaten.
"Selama ini memang ada anggaran dari Dana Alokasi Khusus maupun Dana Alokasi Umum dari pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur. Namun, jumlah itu sangat kecil. Makanya, perlu bantuan dari pemerintah pusat," ujar dia di Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Dia menyebutkan, saat ini usulan mengenai revisi Undang-undang Jalan masih berada dalam tahapan proram legislasi nasional. "Kami sedang proses, termasuk menyiapkan bahannya. Saya kira rencana revisi undang-undang ini sudah ada dalam tahapan prolegnas," ungkap dia.
Muhidin menambahkan, anggaran APBN untuk pembangunan jalan di daerah diharapkan bisa optimal membangun infrastruktur jalan.
Selama ini, kebutuhan pembangunan jalan nasional atau jalan negara masih ditangani melalui APBN. Namun, mengingat pembangunan jalan baru tidak terlalu besar dari sisi target, menginisiasi DPR melakukan revisi Undang-undang Jalan. Target pembangunan jalan baru jalan nasional masih lebih sedikit dibanding target pembangunan jalan tol atau jalan bebas hambatan.
"Sedangkan kita lihat porsi APBD di daerah juga tidak terlalu besar. Kalau hanya mengandalkan dana DAK maupun DAU juga paling-paling cuma dapat Rp100 miliar. Bagaimana dengan daerah lain yang pendapatannya kecil. Makanya pembangunan jalan daerah ini perlu dari APBN," ungkapnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Danis Sumadilaga mengatakan, pemanfataan APBN untuk pembangunan jalan daerah memerlukan perubahan prinsip. Artinya, kewenangan tersebut ada pada undang-undang. "Bukan hanya Undang-undang Jalan, juga Undang-undang Otonomi maupun aturan yang mengatur mengenai dana perimbangan daerah," ucap dia.
Menurutnya, berdasarkan prinsip, APBN seyogyanya bisa dimanfaatkan dan dikelola sesuai dengan kewenangannya. "Karena sektornya sudah ada. Untuk jalan nasional itu tanggungjawabnya ada di Bina Marga, membangun dan melakukan perawatan jalan nasional. Sedangkan untuk jalan daerah, sektornya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," ujarnya.
Kondisi jalan di daerah provinsi maupun kabupaten sangat berbeda dengan kondisi jalan nasional. Belum lagi, potensi jalan daerah yang tidak memiliki jalan bebas hambatan menyebabkan ketertinggalan yang mampu memicu lahirnya potensi-potensi pertumbuhan baru.
"Kalau jalan daerah berkembang, tentu akan memicu perekonomian di daerah tersebut. Itu juga salah satu alasan mengapa perlunya merevisi Undang-undang Jalan ini," pungkas Muhidin.
(ven)