Pengusaha Keberatan Draf Revisi UU Persaingan Usaha Tak Sehat
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) keberatan dengan sejumlah pasal dalam draf revisi Undang-undang (UU) Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam klausulnya, KPPU mengusulkan agar lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk dapat melakukan menggeledah, menyadap, menyita, memeriksa di tempat dan menjatuhkan hukuman pidana bagi seseorang yang dinilai menghalang-halangi pemeriksaan atas dugaan persaingan usaha yang tidak sehat.
Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno Iwanto menyatakan, pihaknya menolak sejumlah pasal yang diusulkan KPPU dalam draf revisi tersebut. Jika usul ini dikabulkan, maka KPPU akan menjadi lembaga superbody atau badan yang memiliki kewenangan tak terbatas.
"Tidak bisa dalam 1 lembaga terdapat kewenangan berlebihan karena mereka berhak menjadi pelapor, pemeriksa, penuntut hingga hakim. Apalagi ditambah dengan memeriksa, menyita, menggeledah, dan menyadap," katanya dalam keterangan resminya kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (4/8/2017).
Sutrisno mengusulkan, agar kewenangan dalam memutuskan perkara dikembalikan pada mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia yakni lembaga peradilan. Sebagai opsi kedua, KPPU dibentuk menjadi lembaga yang bersifat administratif, di mana peradilan untuk perkara melalui mekanisme yang terdapat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Ini untuk menghindari adanya kepentingan," tegas dia.
Selain itu, Apindo juga menilai perlu adanya kode etik Dewan Pengawas KPPU yang merupakan lembaga terpisah dan bukan bersifat ad hoc. Hal ini dibutuhkan untuk mengawasi agar jajaran KPPU tidak terjadi kewenangan yang begitu besar oleh KPPU (abuse of power).
Ditambahkannya, dalam salah satu klausul pembahasan RUU terdapat beberapa pasal yang menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini akan ditentukan oleh KPPU. Menurut Sutrisno, peraturan seharusnya tak diatur sendiri oleh KPPU karena akan memberikan kewenangan berlebih hak monopoli tafsir atas UU kepada KPPU. "Kalau disetujui, mereka sudah terlalu berlebihan," pungkas Sutrisno.
Dalam klausulnya, KPPU mengusulkan agar lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk dapat melakukan menggeledah, menyadap, menyita, memeriksa di tempat dan menjatuhkan hukuman pidana bagi seseorang yang dinilai menghalang-halangi pemeriksaan atas dugaan persaingan usaha yang tidak sehat.
Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno Iwanto menyatakan, pihaknya menolak sejumlah pasal yang diusulkan KPPU dalam draf revisi tersebut. Jika usul ini dikabulkan, maka KPPU akan menjadi lembaga superbody atau badan yang memiliki kewenangan tak terbatas.
"Tidak bisa dalam 1 lembaga terdapat kewenangan berlebihan karena mereka berhak menjadi pelapor, pemeriksa, penuntut hingga hakim. Apalagi ditambah dengan memeriksa, menyita, menggeledah, dan menyadap," katanya dalam keterangan resminya kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (4/8/2017).
Sutrisno mengusulkan, agar kewenangan dalam memutuskan perkara dikembalikan pada mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia yakni lembaga peradilan. Sebagai opsi kedua, KPPU dibentuk menjadi lembaga yang bersifat administratif, di mana peradilan untuk perkara melalui mekanisme yang terdapat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Ini untuk menghindari adanya kepentingan," tegas dia.
Selain itu, Apindo juga menilai perlu adanya kode etik Dewan Pengawas KPPU yang merupakan lembaga terpisah dan bukan bersifat ad hoc. Hal ini dibutuhkan untuk mengawasi agar jajaran KPPU tidak terjadi kewenangan yang begitu besar oleh KPPU (abuse of power).
Ditambahkannya, dalam salah satu klausul pembahasan RUU terdapat beberapa pasal yang menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini akan ditentukan oleh KPPU. Menurut Sutrisno, peraturan seharusnya tak diatur sendiri oleh KPPU karena akan memberikan kewenangan berlebih hak monopoli tafsir atas UU kepada KPPU. "Kalau disetujui, mereka sudah terlalu berlebihan," pungkas Sutrisno.
(akr)